Rabu, 18 Maret 2009

INDONESIA DAPAT DIJADIKAN LABORATORIUM HIDUP PENDIDIKAN INKLUSIF

Jakarta, 29/5/2008 (Kominfo-Newsroom) – Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, Indonesia dapat dipromosikan menjadi laboratorium hidup pendidikan inklusif karena dilatarbelakangi oleh keragaman budaya, bahasa, agama, serta kondisi alam yang terfragmentasi secara geologis dan geografis.

"Indonesia adalah laboratorium terbesar dan paling menarik untuk (menghadapi) permasalahan dan tantangan pendidikan inklusif, karena merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000," kata Mendiknas pada Konferensi Asia Pasifik Pendidikan Inklusif di Denpasar, Bali, Kamis (29/5) .

Pendidikan inklusif bukan hanya ditujukan untuk anak-anak cacat atau ketunaan, tetapi juga bagi anak-anak yang menjadi korban HIV/AIDS, anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak korban bencana alam.

"Anak-anak ini yang harus dilayani dengan Pendidikan Layanan Khusus (PLK)," katanya sambil menambahkan bahwa untuk menangani pendidikan inklusif di Indonesia, diperlukan strategi khusus.

Dia menyebutkan empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah. Pertama, peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Kedua, memasukkan aspek fleksibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal , dan informal.
Ketiga adalah menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan strategi keempat adalah dengan mengoptimalkan peranan guru.

Menurut Mendiknas, untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif dibutuhkan berbagai macam tipe guru yang ahli untuk segmen yang berbeda-beda seperti untuk anak jalanan, daerah perbatasan dan daerah terpencil.

"Guru-guru semacam ini penting dan tentunya sistem insentif untuk guru juga menjadi sangat penting," katanya.

Berbagai sekolah khusus di Indonesia diantaranya adalah sekolah khusus untuk anak-anak cacat, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Selain itu, didirikan juga pusat-pusat pendidikan layanan khusus di berbagai daerah seperti di daerah konflik dan daerah perbatasan.

"Bahkan di Sarawak dan Sabah, Malaysia, sekarang sedang dikembangkan suatu unit pelayanan khusus pendidikan nonformal untuk anak-anak TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ilegal yang bekerja di sana," kata Bambang Sudibyo.

Sementara itu, Direktur Biro Pendidikan International (IBE) UNESCO, Clementina mengatakan, pendidikan inklusif merupakan pendekatan strategis untuk mencapai target pendidikan untuk semua atau education for all .

Pendidikan inklusif menjadi isu utama di kawasan Asia Pasifik karena adanya berbagai macam perbedaan dan semakin menguatnya proses demokratisasi termasuk berkembangnya populasi anak-anak dan pemuda. "Perlu diterapkan peraturan yang fleksibel ke dalam sistem lokal sehingga memasukkan anak-anak yang terpinggirkan sekaligus memberikan berbagai macam pilihan untuk mereka," katanya.

Hadir pada acara ini antara lain Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Suyanto, Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas Mansyur Ramly, dan Ketua Harian Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman.

Selain itu hadir Direktur Biro Pendidikan International (IBE) UNESCO ny. Clementina Acedo, Direktur UNESCO Kantor Bangkok Sheldon Shaeffer, dan para perwakilan 20 negara Asia Pasifik yang memberikan perhatian khusus pada pendidikan inklusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar