Selasa, 26 Mei 2009
Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Masyarakat
Dengan tujuan utama membentuk anak Indonesia yang berkualitas, maka PAUD merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Diperlukan kesadaran serta program terpadu yang melibatkan masyarakat dan pemerintah untuk menjadikan pelaksanaan PAUD sebagai gerakan nasional.
Santana (4 tahun 5 bulan) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk anak yang beruntung karena orangtua dan keluarganya memperhatikan perkembangannya dan memiliki kesempatan memilih Kelompok Bermain sesuai dengan keinginannya. Dari tiga pilihan yang diajukan orangtuanya, Santana memilih sekolah dengan label tiga bahasa (Indonesia, Inggris, Mandarin). Mungkin pilihannya sesuai dengan keinginannya dan hal itu membuatnya nyaman dan membuat perkembangan fisik (motorik halus dan kasar), kecerdasan, serta sosio emosionalnya pesat sekali.
Dari anak pemalu di depan orang banyak, Santana menjadi berani tampil. Pada setiap kesempatan ulang tahun teman, acara publik seperti lomba mewarnai, bahkan pada acara rapat antara orangtua dan komite sekolahpun Santana selalu maju untuk menyanyi.
Pendidikan yang diperolehnya di kelompok bermain telah merangsang potensinya dalam berbagai hal. Saat ini Santana bahkan berani memutuskan untuk berlatih menyanyi di luar kelompok bermainnya.
Sebaliknya, sebagian besar anak-anak di daerah terpencil maupun kota dengan keterbatasan akses serta ekonomi orangtua, belum beruntung karena pendidikan usia dini yang mereka terima belum optimal. Di dalam keluarga, konsentrasi orangtua terfokus sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan primer sandang pangan.
Fakta di atas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan anak usia dini di rumah dan kelompok bermain atau sekolah (TK/RA). Pendidikan tersebut akan menjadi pondasi bagi perkembangan anak baik akademis maupun non akademis di kemudian hari. Seberapa kokoh pondasi itu akan dibangun dan diletakkan sebagai dasar perkembangan anak ke masa depannya? Anak-anak di usia dini yang belum berdaya itu sangat mengandalkan peran orangtua, masyarakat, dan pemerintah.
Untuk mengatasi kesenjangan antra anak-anak yang beruntung dan anak-anak yang kurang beruntung, diperlukan kolaborasi antara masyarakat serta organisasi-organisasi yang ada dengan pemerintah. Katakanlah konsep ini sebagai Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Masyarakat. PAUD dapat dimasukkan ke beberapa program masyarakat yang sudah ada, misalnya lewat posyandu (pos pelayanan terpadu) dengan membentuk seksi pendidikan anak usia dini, juga dapat dimasukkan ke program PKK (pendidikan kesejahteraan keluarga). Alternatif lain jika dianggap posyandu dan PKK sudah syarat dengan beban rutin, adalah menjadikan PAUD bagian dari preventif Forum Penanganan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak. Tidak mendapatkan hak yang layak diperoleh anak juga merupakan bagian kekerasan yang tersembunyi di dalam rumah tangga.
Salah satu program Kantor Pemberdayaan Perempuan DIY dan Bagian Kesra Pemerintah Kabupaten Sleman Sub Bagian Pemberdayaan Perempuan adalah penanganan kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga. Tentu saja pemerintah tidak bisa menangani jenis kekerasan ini dengan aparat kepolisian dan keamanannya saja, melainkan melalui forum yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, dan instansi pemerintah lintas sektor. Di Sleman, forum itu telah terbentuk meskipun masih mencari bentuk dan mekanisme penanganan korban secara lebih terpadu.
Alangkah baiknya jika salah satu divisi pada forum diarahkan untuk menangani isu PAUD seperti melakukan sosialisasi pentingnya PAUD, memberikan solusi PAUD murah dan berbasis masyarakat, bahkan mencarikan donatur bagi anak yang belum tersentuh PAUD karena kondisi khusus.
Dengan dijadikannya PAUD sebagai gerakan seperti halnya gerakan pemerintah dan masyarakat mencegah dan menangani kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak/pekerja anak maka kita bisa berharap bahwa setiap anak di bumi tercinta ini adalah anak-anak yang beruntung karena memiliki pondasi dasar yang cukup kuat untuk menjalani kehidupannya di masa mendatang.
Sumber :http://mataharieducare.wordpress.com/2009/03
Pemerintah Diminta Perhatikan Lembaga Pendidikan Keagamaan Swasta
Di samping itu juga memperhatikan lembaga pendidikan umat minoritas.Menurut keduanya, peme-rintah sekiranya dalam mem-perhatikan masalah pendidikan agama dan keagamaan tidak pilih kasih dan mengenyam-pingkan LPK swasta. Perlu diketahui Peraturan Peme-rintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Aga-ma dan Keagamaan yang belum lama ini ditetapkan Presiden Su-silo Bambang Yudhoyono.Terwujudnya PP Nomor 55 Ta-hun 2007 ini merupakan tuntu-tan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menyatakan bahwa pen-didikan agama dan keagamaan perlu diatur dengan peraturan pemerintah.
Pemerintah harus mengimple-mentasikannya sehingga mem-beri pencerahan bagi lembaga pendidikan keagamaan khusus-nya yang dikelola swasta. Se-perti tercantum pada Pasal 12 PP, pemerintah atau pemerintah daerah memberi bantuan sum-ber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan. Juga pemerintah melindungi keman-dirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak ber-tentangan dengan tujuan pen-didikan nasional. Pada penjelasan Pasal 12, menyebutkan pemberian ban-tuan sumber daya pendidikan meliputi pendidik, tenaga ke-pendidikan, dana, serta sa-rana dan prasarana pendi-dikan lainnya. Pemberian bantuan disalurkan secara adil kepada seluruh pendi-dikan keagamaan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendi-dikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyara-kat. Dan bantuan dana pen-didikan menggunakan satuan dan mata anggaran yang berlaku pada jenis pendi-dikan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2007/nov_19/lkMim001.html
Membangun Sinergisme dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Ahli psikologi perkembangan, Bredekamp, et all (1997:97) mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan pada anak usia dini diakui sebagai periode yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia dan periode ini hanya datang sekali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga stimulasi dini yang salah satunya adalah pendidikan mutlak diperlukan.
Lalu, pendidikan yang bagaimanakah yang diperlukan? Tentu saja pendidikan yang tidak sekedar mengejar target kurikulum, atau untuk mengejar keinginan masyarakat/orang tua, seperti kemampuan anak membaca, menulis dan berhitung secara maksimal, tetapi pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pendidikan bagi anak usia dini telah berkembang luas, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Berbagai macam program pendidikan anak usia dini ini dikembangkan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Minat mengembangkan pendidikan anak usia dini sebenarnya bersumber dari lima macam pemikiran yaitu:
1. Meningkatkan tuntutan terhadap pengasuhan anak dari para ibu yang bekerja, yang berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi2. Adanya perhatian yang dikaitkan dengan produktivitas, persaingan yang bersifat internasional, permintaan tenaga kerja yang bersifat global, kesempatan kerja yang luas baik bagi wanita maupun bangsa manapun3. Pandangan bahwa pengasuhan anak sebagai sesuatu kekuatan utama guna membantu para ibu untuk meningkatkan kualitasnya baik sebagai ibu maupun sebagai sumber daya manusia pada umumnya, sehingga dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja4. Adanya hasrat untuk meningkatkan kualitas anak sejak usia dini terutama bagi mereka yang orang tuanya kurang beruntung, antara lain yang kurang mampu memasukkan anak ke taman kanak-kanak Program untuk anak usia dini mempunyai dampak positif yang panjang terhadap peningkatan kualitas perkembangan anak (Mitchell,1989).
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah. Konsep PAUD merupakan adopsi dari konsep Early Child Care and Education (ECCE) yang juga merupakan bagian dari Early Child Development (ECD). Konsep ini membahas upaya peningkatan kualitas SDM dari sektor “hulu”, sejak anak usia 0 tahun bahkan sejak pra lahir hingga usia 8 tahun.
Teori lama yang merekomendasikan bahwa pendidikan baru dapat dimulai ketika anak telah berusia 7 tahun, kini terbantahkan. Hasil penelitian mutakhir dari para ahli neurologi, psikologi, dan paedagogi menganjurkan pentingnya pendidikan dilakukan sejak anak dilahirkan, bahkan sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Justru pada masa-masa awal inilah yang merupakan masa emas (golden age) perkembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi pada tingkat kanak-kanak pada kurun waktu 4 tahun pertama sejak kelahirannya. Oleh karena itu penanganan anak dengan stimulasi pendidikan pada masa-masa usia tersebut harus optimal. Kemudian, 80% kecerdasan itu terjadi saat anak usia 8 tahun, dan titik kulminasinya terjadi pada saat mereka berusia 18 tahun. Setelah melewati masa perkembangan tersebut, maka berapa pun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi.
Semua aspek perkembangan kecerdasan anak, baik motorik kasar, motorik halus, kemampuan non fisik, dan kemampuan spiritualnya dapat berkembang secara pesat apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup. Perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.
Pola belajar yang diterapkan pada anak dini usia tidaklah sama dengan pola belajar pada anak usia SD ke atas. Untuk itu perlu diperhatikan oleh penyelenggara program pendidikan pada anak usia dini terutama sumber belajar atau tenaga pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar haruslah mengetahui bagaimana pola belajar pada anak usia dini.
Pola belajar pada anak usia dini haruslah dibangun berdasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan anak secara tepat yang pelaksanaannya dikemas sesuai dengan dunia anak, yaitu bermain. yang merupakan kegiatan rutinitas yang sangat menyenangkan bagi anak, serta melalui bermainlah anak akan belajar.
Lebih lanjut, di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan dalam tiga jalur, yaitu jalur formal, non formal dan informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur formal antara lain diselenggarakan dalam bentuk taman kanak-kanak, raudlatul athfal, dan sejenisnya, sedangkan pada jalur non formal antara lain taman penitipan anak, kelompok bermain, taman pendidikan Al Quran, sekolah minggu dan sebagainya. Pada jalur informal, pendidikan anak usia dini ditangani langsung oleh keluarga dan lingkungan.
Lembaga pendidikan anak usia dini kini harus mulai menyelaraskan langkah dan memfokuskan perhatian pada anak-anak, bukan sekedar tuntutan masyarakat atau orang tua. Kurikulum dan proses pembelajaran harus diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengah dunia anak-anak. Para pendidiknya harus memiliki mindset tentang anak-anak dan dunianya, yang bukan miniatur orang dewasa. Keistimewaan dan keunikan anak harus mulai dihargai.
Semua lembaga pendidikan anak usia dini mulai berjalan seirama dalam upaya perluasan akses dan peningkatan kualitas pendidikan. Sinergisme perlu dibangun bersama-sama, sehingga seluruh anak usia dini dapat tertangani. Dengan sinergisme ini permasalahan pendidikan anak usia dini akan terasa ringan, karena kita semua memahami bahwa permasalahan di bidang ini amatlah kompleks, mulai dari banyaknya anak-anak dari kelompok masyarakat marginal yang belum terlayani, sulitnya akses karena permasalahan geografis, keterbatasan tenaga dari segi kualitas dan kuantitas, kurangnya fasilitas, sarana, prasarana dan sebagainya.
Lalu, bagaimana cara membangun sinergisme? Semua pihak harus duduk bersama-sama dan membahas satu kepentingan, yaitu anak, bukan yang lainnya. Ego sektoral dan kepentingan harus dikesampingkan. Semua harus kembali pada anak-anak dan undang-undang yang telah mengaturnya. Sinergisme hanya dapat dibangun ketika semua pihak menyadari bahwa tidak mungkin permasalahan pendidikan anak usia dini dapat ditangani sendiri-sendiri.
Bentuk-bentuk sinergi yang dapat dilakukakan antara lain :
1. Sharing dalam sumber daya manusia.2. Sharing dalam konsep dan pemikiran, misalnya pengembangan model pembelajaran di PAUD, pengembangan APE, dan yang sejenisnya.3. Sharing pendanaan kegiatan.4. Sharing waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk sinergi ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing mitra yang saling bekerjasama.
sumber: http://www.bpplsp-reg4.go.id
Departemen IKK - FEMA IPB Gelar SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
1. Menelaah peran dan kontribusi Pendidikan Anak Usia Dini dalam peningkatan kualitas SDM dan pembangunan nasional.
2. Menganalisis efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
3. Merumuskan strategi dalam pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini secara holistikdan terpadu dalam era desentralisasi.
Tema dari Seminar Nasional PAUD tahun 2008 adalah “Pendidikan Anak Usia DIni: Investasi Strategis Pembangunan Sumberdaya Manusia dan Pembangunan Nasional di Masa Mendatang“.
Seminar akan dilaksanakan di Gedung IPB International Convention Center (IICC) (Sebelah Kampus IPB Baranangsiang Bogor); pada Rabu, 26 November 2008, pukul 08.00 s.d 17.30 WIB. Seminar ini akan menghadirkan pembicara antara lain:
1. Hamid Muhammad, Ph.D (Dirjen PNFI, Depdiknas RI), tentang “Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan PAUD di Indonesia”
2. Dra. Nina Sardjunani, MA (Deputi Bidang SDM dam Kebudayaan, Kementrian PPN/Bappenas RI), tentang “Rencana Strategis Nasional Pembangunan Sumberdaya Manusia: Pembangunan Jangka Menengah dan Jangka Panjang Pendidikan Anak Usia Dini”
3. Prof. Fasli Jalal, Ph.D (Dirjen Dikti, Depdiknas RI); tentang “Peran Perguruan Tinggi dalam Penyiapan Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD Berkualitas di Masa Mendatang”
4. Dr. Ir. Ratna Megawangi, MSc (Forum PAUD Indonesia), tentang “Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini sebagai Investasi Pembangunan Sumberdaya Manusia”.
5. Dr. Christine Chen (AECES Singapura), tentang “Policy & Experiences of Early Childhood Education in Singapore”
6. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MSc (FEMA IPB, Bogor); tentang “Pengaruh Gizi terhadap Kualitas Perkembangan Anak Usia Dini”
7. dr. Adre Mayza, Sp.S(K) (Ketua Limbang HIMPAUDI Pusat/Kepala Bidang Peningkatan Pemeliharaan Intelegensia Kesehatan, Depkes RI); tentang “Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini”
Biaya dan Informasi Pendaftaran
1. Biaya investasi: Rp 150.000,- dengan fasilitas berupa seminar kit, coffee break, makan siang dan snack, makalah, jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, serta Sertifikat.
2. Pendaftaran sampai dengan tanggal 21 November 2008 hanya akan dikenakan biaya pendaftaran Rp 100.000,-. Gratis 1 (satu) peserta untuk setiap pendaftaran 10 (sepuluh) orang.
3. Pendaftaran dilakukan dengan cara: (a) Mengirim biaya pendaftaran melalui transfer ke rekening: BRI KCP IPB BOGOR an. DEPARTEMEN IKK FEMA-IPB ke nomor rekening 0595-01-006188-50-8
4. Mengisi formulir yang telah disediakan (terlampir) dan mengirimkannya serta melampirkan bukti transfer melalui fax ke (0251) 8627432 atau melalui attachment ke alamat email alfia81@gmail.com.
Sekretariat Panitia
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia - Institut Pertanian Bogor
Jl. Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
Telp: 0251 - 8628303, Fax: 0251 8627432
Kontak: Ir. Melly Latifah, MSi; Alfiasari, SP, MSi; dan Neti Hernawati, SP
Sumber: http://fema.ipb.ac.id/index.php/departemen-ikk-fema-ipb-gelar-seminar-nasional-pendidikan-anak-usia-dini
Pada 2009, Layanan PAUD Harus Capai 35%
Direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini Departemen Pendidikan Nasional (Dirjen PLS-Depdiknas), Dr Gutama, dalam sosialisasi PAUD bagi organisasi mitra PAUD wilayah regional timur, di Makassar, kemarin, bahkan menegaskan pemerintah akan berupaya meningkatkan kerjasama lintas sektoral, termasuk dengan seluruh masyarakat dan organisasi yang ada di dalamnya.
Dalam sosialisasi tersebut, hadir Kepala Dinas Sulawesi Selatan, Ketua Forum PAUD, Himpaudi serta seluruh pimpinan organisasi kewanitaan dari BKOW, PKK, muslimat NU serta AIsiyah dari seluruh provinsi di Kawasan Indonesia Timur.
Saat ini, jumlah anak usia 0-6 tahun berjumlah sekitar 28 juta anak. Dari jumlah tersebut, 11,5 juta adalah anak usia 2-4 tahun yang merupakan sasaran program PAUD non formal.“Saat ini dari 11,5 juta itu, baru 12,6 persen atau sekitar 1,3 juta anak yang berhasil disentuh program PAUD non formal,” kata Gutama. Upaya yang dilakukan saat ini, lanjut Gutama, adalah upaya menjalankan Undang-Undang (UU) No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 28. Disebutkan dalam UU No 20/2003 bahwa PAUD adalah pendidikan sebelum jenjang SD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan informal.
PAUD jalur formal bernama Taman Kanak-kanak (TK) Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan PAUD non formal bentuknya adalah Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. “Saat ini, jumlah penyelenggara PAUD non formal jumlahnya sudah semakin banyak, meski belum sebanyak jumlah PAUD formal yang memang sudah lama ada,” kata Gutama.
Jalin Kemitraan
Berkaitan dengan upaya peningkatan akses PAUD hingga ke seluruh Indonesia, Depdiknas telah melakukan satu kesepakatan berbentuk MoU yang ditandatangani langsung oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo serta empat pimpinan organisasi wanita yakni Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), PKK, Muslimat NU dan Aisyiyah, akhir tahun lalu. Intinya, melalui tangan keempat organisasi wanita tersebut, bisa tercipta kondisi dimana PAUD semakin dirasakan oleh masyarakat hingga ke akar rumput. “Karena keempat organisasi tersebut dianggap memiliki jejaring yang luas bahkan hingga ke tingkat RW, maka dibuatkan kesepakatan yang intinya memberikan sejumlah kesempatan serta dana stimulan dalam program perluasan PAUD non formal di daerah-daerah,” jelas Kepala Sub Direktorat Kemitraan Direktorat PAUD Depdiknas, M Nuch Rahardjo, MPd.
Untuk itu, program evaluasi dari MoU tersebut dilakukan di dua regional yakni Barat dan Timur, untuk mamantau dan menangkap keluhan serta usulan terbaru seputar isi kerjasama dari MoU yang ditandatangi genap setahun yang lalu. Untuk wilayah regional Barat, meliputi seluruh provinsi di Sumatera dan Jawa, terkuak masih banyak organisasi peserta MoU yang belum tahu bagaimana cara memperoleh dana rintisan PAUD non formal yang besarnya Rp 25 per satuan PAUD.
Demikian dalam pertemuan dengan mitra PAUD di wilayah regional Timur, menurut M Nuch, masih ada keluhan seputar rumitnya memperoleh dana rintisan tersebut. Pada 2006, PAUD memperoleh anggaran Rp 135 miliar ditambah Rp 9 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP). Menurut Direktur PAUD, Gutama, jumlah tersebut masih sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan meningkatkan akses PAUD secara maksimal. Pada 2007, sudah dipastikan PAUD akan memperoleh anggaran Rp 199 miliar. Dana sebesar itu, kata dia, akan dipergunakan untuk sosialisasi serta peningkatan dana rintisan dan kelembagaan. (dw)
sumber: http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=635
Jumat, 17 April 2009
Pendidikan Anak Usia Dini Tanggung Jawab Siapa?
Tapi sayang dalam pelaksanaannya pendidikan anak sejak masih dalam kandungan sampai usia enam tahun ini, sering terabaikan. Banyak orang tua, justru menganggap pendidikan taman kanak-kanak (TK) tidak penting, faktor ekonomi, juga sering menjadi faktor pembenar untuk tidak memasukan anak-anaknya di bangku TK. Sekolah-sekolah TK tersebut memang sudah banyak bertebaran di berbagai kawasan elit sampai kawasan kumuh. Dari yang berdana besar sampai yang menggunakan anggaran seadanya sehingga harus kembang kempis untuk membiayai operasionalnya. Sekolah-sekolah taman kanak-kanak tersebut di kelola swasta sebagai penyelenggaranya.
Dengan alasan tingginya biaya operasional, tidak sedikit pihak pengelola menetapkan uang SPP dengan mahal, dan sebagai kompensasinya pihak sekolah memberikan akses layanan pendidikan dengan standarisasi mutu sesuai dengan akreditasi, begitu juga dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Tentu adalah sebuah kewajaran. Namun ternyata ada juga sekolah yang masih berjalan dengan ala kadarnya.
Di tengah kepadatan penduduk, kawasan dukuh kupang barat, sebuah sekolah TK menempati balai RT berukuran 3x5 meter yang terbuat dari gedhek. Siang itu Rabu 04/04/07, sebanyak 35 murid sedang belajar berhitung bersama ibu guru Rusiyah. Seperti sedang mengajari anaknya sendiri, perempuan berputra dua ini sesekali harus mendatangi meja murid-muridnya untuk membetulkan jari-jari tangan mungil yang dijadikan alat bantu untuk menghitung. Tak jarang juga perempuan asli Kebumen yang mengaku hanya lulusan SMEA ini harus berteriak di antara celoteh dan tangis murid-muridnya. Pekerjaan sosial ini telah dilakukan sejak empat tahun lalu bersama suaminya Sukirno (34 tahun).
Saat di datangi www.pdiperjuangan-jatim.org Sukirno yang akrab dipanggil pak guru oleh warga sekitar ini sedang sibuk menambal ban motor. � Ya, beginilah mas pekerjaan sampingan saya untuk makan sehari-hari, tadi ya ngajar, terus saya tinggal karena ada yang manggil untuk nambal ban ini, lumayan untuk kebutuhan sehari-hari�, begitulah Sukirno nyerocos mengawali pembicaraan. Menurutnya Ia dan istrinya lebih sering harus mengalah dengan tidak mengambil gaji dari sekolah yang di kelolanya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari di samping membuka usaha tambal ban di depan rumah petaknya, lelaki lulusan STM ini juga memberikan les privat kepada anak-anak tetangganya.
�Coba saja sampeyan hitung sendiri, dengan SPP Rp 12.500 per anak, perbulan kelihatannya memang besar, itu kalau bayar semua, lha kenyataannya sebulan yang bayar paling-paling sepuluh orang atau paling banter 15 orang, dikurangi biaya operasionalnya, habis mas, mau nagih ya gimana wong sama susahnya�, sambil tertawa lelaki asli Surabaya ini menceritakan sulitnya menanamkan tanggung jawab ke orang tua murid-muridnya yang rata-rata bekerja sebagai pemulung bahkan menurutnya, juga ada yang menunggak SPP sampai anaknya lulus maupun yang tidak mengambil ijazah.
Sementara ketika di singgung mengenai perkembangan anak asuhnya, pasangan suami istri ini mengaku bangga meskipun harus berada di tengah-tengah keterbatasannya. �Saya nggak malu ngelola sekolah ini, meskipun disini keadanya hanya begini, sebab ada juga beberapa mantan anak didik kami yang juga juara kelas di sekolah SD nya sekarang�.
Hanya saja, menurut Sukirno hampir tidak ada orang yang mau peduli dengan nasib keberadaan sekolahnya. Semuanya dikerjakan sendiri bersama istrinya, mulai dari mengurus yayasan, administrasi, mengajar semua di lakukan sendiri. �ibarat berjuang mas, tenaga, pikiran dan uang, itu kalau ada saya curahkan semuanya untuk ngurus sekolah ini sendirian saja. tetangga? siapa sih mas yang mau dengan sukarela kalau nggak ada duitnya, sampeyan tahu gimana warga sini sehari-harinya mereka hanya sibuk untuk berusaha memenuhi kebutuhannya�, begitulah Sukirno menggambarkan keseharian para tetangga yang sekaligus menjadi orang tua murid-muridnya yang sehari-hari menempati rumah petak di tanah Yayasan Makam Dukuh Kupang.
Ketika di singgung untuk mengajukan dana bantuan ke pemerintah pak guru Sukirno mengaku tidak tahu cara pengurusannya, apalagi status sekolah yang di kelolanya pun hanya sebatas ijin pemberitahuan ke kecamatan namun Sukirno juga mengaku bersyukur bahwa di tahun 2006 yang lalu dirinya mendapat insentif dari Diknas sebesar Rp 345.000 / 3 bulan. Namun tahun 2007 ini menurutnya masih dalam proses pengajuan ke Diknas.
Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Terabaikan
Berbagai hasil studi menunjukkan, jika pada masa usia dini terutama masa emas (4 tahun kebawah) seorang anak mendapat stimuIasi maksimal, maka potensi anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Demikian diungkapkan Mendiknas Malik Fadjar, dalam "Semiloka Nasional Pendidikan Anak Usia Dini" di Universitas Negeri Jakarta, pekan lalu.
Malik Fadjar mengatakan, dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak sudah mendapatkan perhatian yang besar. Dalam UU ini ditegaskan, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya. Terlebih, dunia internasional juga sudah menyepakati perlunya memberikan perhatian terhadap masalah pendidikan anak usia dini.
Dalam penjelasannya Malik juga menegaskan penyusunan kurikulum pendidikan anak usia dini yang harus memperhatikan setiap kebutuhan anak. "Sebab, setiap tingkat usia anak membawa implikasi tugas dan perkembangan tertentu bagi setiap anak. Oleh karena itu kurikulum pendidikan anak usia dini hendaknya merupakan kurikulum yang berpihak kepada anak. Dalam arti, memperlakukan anak sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan mentalnya," ujarnya.
Malik menambahkan, aspek kecerdasan anak juga harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan kurikulum pendidikan anak. "Selain itu, kebutuhan spesifik setiap anak, kaitan dengan kondisi alam dan pola hidup, serta budaya masyarakat tempat mereka tinggal, hidup, dan dibesarkan juga harus diperhatikan," tegasnya.
Kecerdasan Berbeda
Sementara itu, pakar pendidikan, Setio Wibowo menegaskan bahwa setiap anak memiliki bakat dan kecerdasan yang berbeda beda mulai dari seni, olahraga, musik hingga kecerdasan intelektual. Namun sayang, orang tuamaupun sekolah sering salahdalam menilai bakat anakdengan mengagungkan ilmupengetahuan alam (IPA) se¬perti matematika, fisika, bi¬ologi maupun kimia sebagaiyang terbaik.
Berbagai upaya,dilakukan orangtua dan seko¬lah agar nilai nilai dalam IPAlebih tinggi dibandingkandengan mata. pelajaran lain.Padahal, upaya semacam itujustru menyia nyiakan bakatanak di bidang lain.
"Banyak orang tua yang mengganggap anak yang jago matematika, fisika, atau mata pelajaran IPA lainnya sebagai anak yang pandai. Kasihan sekali anak yang berbakat luar biasa pada musik atau tari, tetapi nilai matematikanya jeblok. Mereka bukannya tidak pandai, tetapi memiliki bakat di luar mata pelajaran IPA. Akibat kecenderungan itu, anak berbakat di luar bidang IPA tidak terakomodasi dengan baik dalam sistem pendidikan yang ada," katanya.
Dikatakan, mata pelajaran ekstra kurikuler yang seharusnya bisa menjadi solusi dalam masalah ini justru ditangani dengan seadanya. Hal itu terlibat pada mata pelajaran ekstra kurikuler yang terlalu sederhana dan berkesan seadanya.
"Masa mata pelajaran ekstra kurikuler di sekolah cuma ada memasak atau elektronik atau merangkai kembang. Anak cuma diberi pilihan pilihan yang tidak sesuai dengan keinginan maupun bakat yang terpendam, sehingga mata pelajaran ekstra kurikuler yang seharusnya bisa memberi "makan" pada bakat anak menjadi sia sia dan mubazir," paparnya.
Seharusnya, ujarnya, saat mata pelajaran ekstra kurikuler anak diajak bicara apa saja yang dibutuhkan untuk mengembangkan bakat dan kreativitas di luar mata pelajaran wajibsekolah. Setiap anak difasilitasi atas apa yang diinginkan, sehingga bakat dan kecerdasan intelektual anak berkembang bersama.
Jadi anak tahu apa yang menjadi bakatnya untuk dipakai sebagai bekal di masa depan. Karena anak yang memiliki bakat akan melakukan pekerjaannya dengan kreativitas yang berbeda dibanding anak lain.
Dicontohkan, guna mengisi mata pelajaran ekstra kurikuler dengan kegiatan yang disenangi masing masing anak. Setelah itu, akan dibentuk kelompok kelompok berdasarkan hobinya. Misalnya, ada anak yang sedang kegiatan menyelam maka dicarikan klub yang bisa mengajar soal, sehingga mata pelajaran ekstra kurikuler ini menjadi sesuatu yang menggairahkan anak anak. Karena semua hal yang dilakukan berdasarkan hobinya masing masing.
"Berdasarkan pengalaman itu, upaya ini bisa dilakukan bila pendidik maupun kepala sekolah bertindak kreatif. Dengan kreativitas itu maka kendala dana yang selama ini dianggap masalah, tidak berarti lagi. Saya membuat segala kegiatan ektra kurikuler di Labs Scholl dahulu tidak pakai biaya mahal.
Karena yang penting adalah bagaimana bisa memanfaatkan peluang yang ada untuk kepentingan anak. Kalau kita kreatif, maka masalah dana tidak lagi menjadi masalah," paparnya. Soal kurikulum pendidikan di Indonesia sudah cukup, mengakomodasi program ekstrakurikuler selain program intrakurikulernya.
Kurikulum yang ada sudah mengakomodir tetapi pelayanannya harus lebih dikembangkan untuk mengejar potensi potensi bakat siswa. Kunci utama dari masalah ini terletak pada kemampuan pendidik dan kepala sekolah untuk mengembangkan ide ide yang mampu mendorong keberbakatan anak.
la mengakui, sebagian sekolah memang masih menonjolkan keunggulan dalam prestasi nilai pelajaran ketimbang prestasi yang diperoleh dari kreativitas yang dihasilkan dari kegiatan ekstrakurikuler. Sekolah sekolah cenderung lebih mengunggulkan ujian, ketimbang prestasi yang diperoleh karena bakat anak.
Partisipasi PAUD Terus Ditingkatkan
Pemerintah menargetkan tahun 2009 nanti sebanyak 53,9 persen dari 28,3 juta anak usia 0-6 tahun dapat menikmati layanan pendidikan anak usia dini. "Investasi untuk PAUD (pelayanan anak usia dini) itu sangat besar untuk masa depan anak. Pemerintah menyadari hal ini dan mulai instensif mengembangkan PAUD yang berbasis masyarakat dan keluarga di seluruh wilayah Indonesia," kata Gutama, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Rabu (23/4).
Psikolog Universitas Indonesia, Soemiarti Patmonodewo, mengatakan intervensi anak usia dini penting untuk mengoptimalkan perkembangan anak, khususnya bagi anak yang berasal dari keluarga kurang beruntung. Layanan untuk anak usia dini ini perlu dilakukan secara komprehensif pada kesehatan, gizi, dan pendidikan anak. "Semakin awal semakin baik. Apalagi jika konsentrasi layanan PAUD ini dilakukan keluarga karena cara ini paling efektif untuk kesinambungan perkembangan anak," kata Soemiarti.
Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Perpustakaan
Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan kunci utama sukses
tidaknya sebuah program pendidikan nasional suatu bangsa.
Penelitian di bidang neurologi menyebutkan selama
tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang pesat dengan
menghasilkan neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan.
Sambungan itu harus diperkuat melalui berbagai rangsangan
karena sambungan yang tidak diperkuat dengan rangsangan
akan mengalami atrohy (menyusut dan musnah). Banyaknya
sambungan inilah yang mempengaruhi kecerdasan anak. Dosis
rangsangan yang tepat dan seimbang akan mampu
melipatgandakan kemampuan otak 5 hingga 10 kali kemampuan sebelumnya.
Ironisnya, pemerintah kita terhitung terlambat dalam
memberikan perhatian kepada anak usia dini. Mereka
dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam kondisi "ala
kadarnya".
Sampai saat ini diperkirakan 80 persen
anak usia dini belum tersentuh PAUD. Tatkala anak usia
dini di Singapura sudah terjangkau semuanya dengan PAUD,
anak usia dini di Indonesia masih dibayang-bayangi oleh
ancaman gizi buruk. Data tahun 2002 menunjukkan 1,3 juta
anak Indonesia mengalami kekurangan gizi. Padahal menurut
Azrul Anwar (2002) setiap anak dengan gizi buruk beresiko
kehilangan IQ hingga 10 - 13 poin. Ini berarti
bangsa kita beresiko kehilangan IQ sekitar 22 juta poin.
Secara kualitas maupun kuantitas PAUD masih belum bisa
berjalan sesuai dengan harapan. PAUD yang diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal seperti Taman Kanak-Kanan
dan sejenisnya hanya bisa diakses oleh golongan menengah
ke atas. Masyarakat menengah ke bawah lebih suka langsung
menyekolahkan anaknya ke jenjang Sekolah Dasar untuk
menghemat biaya. Bagi masyarakat lapisan ini masih bisa
titip anak ke Taman Pendidikan Al Quran di Masjid sudah
merasa 'legaaa'.
Yang memprihatinkan saat ini muncul gejala komersialisasi pendidikan anak usia dini dengan menjamurnya TK 'unggulan dan terpadu';. Bagi masyarakat
'pas-pasan'; jangan harap bisa menyekolahkan
anaknya di TK 'unggulan dan terpadu'; ini. Di
kota kecil saja sudah berkisar 2 jutaan, di kota sedang
seperti Solo berkisar 5 jutaan, dan di kota besar seperti
Jakarta konon mencapai angka 10 jutaan atau mungkin bisa
lebih.
Selain gejala komersialisasi, pendidikan anak usia dini juga diwarnai oleh pembebanan yang 'overdosis' terhadap anak. Anak usia dini memperoleh perlakuan yang sama dengan anak usia sekolah dasar. Pembelajaran terlalu fokus pada kemampuan baca, tulis, dan hitung. Orang tua dan guru akan senang sekali jika balita maupun batitanya sudah lancar membaca dan menulis. Sebaliknya akan merasa gundah jika balita dan batitanya belum lancar membaca dan menulis.
Salah kaprah ini terus berlanjut ketika sang anak harus mengikuti tes/ujian masuk SD (Sekolah Dasar). Cukup banyak SD favorit yang menyaring calon siswa dengan menguji
kemampuan baca-tulisnya. Seolah hendak mengatakan bahwa
syarat masuk SD tersebut adalah sudah lancar baca-tulis.
Sehingga guru SD Klas 1 nanti tak perlu repot-repot
mengajari peserta didik baca dan tulis. Padahal orang tua
menyekolahkan anak ke SD adalah supaya anaknya diajari
baca dan tulis.
Dunia anak adalah dunia bermain. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) harus bertitik tolak dari kaidah ini. Pembelajaran anak usia dini harus dibedakan dengan pembelajaran anak usia sekolah dasar. Nuansa bermain tak boleh hilang dari model pembelajaran anak usia dini.
Pembebanan yang berlebihan justru akan berakibat kontaproduktif bagi perkembangan sang anak. Anak bisa menjadi trauma dengan membaca, menulis, dan berhitung. Jadi, pembelajaran pada anak usia dini mestinya lebih bersifat memberi rangsangan pada anak agar tumbuh minatnya dalam membaca, menulis, dan berhitung. Fauzil Adhim (2006) menyebutnya dengan 'semangati jangan bebani'.
PAUD Berbasis Perpustakaan
Perpustakaan dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan akses anak usia dini terhadap PAUD. Perpustakaan umum kabupaten/kota dapat membuka layanan
khusus anak. Layanan anak ini diberi ruang tersendiri yang
terpisah dengan layanan remaja dan dewasa. Layanan anak
ini sangat relevan jika dikaitkan dengan visi dan misi
perpustakaan yaitu meningkatkan minat baca masyarakat.
Membuka layanan anak berarti merupakan upaya untuk
menumbuhkan minat baca sejak usia dini.
Ruang layanan anak dapat disulap menjadi dunia yang layak
bagi anak-anak. Dunia, di mana semua anak memiliki peluang
cukup besar untuk mengembangkan kapasitas individual
mereka dalam lingkungan yang aman dan supportif. Dunia
yang mendorong perkembangan fisik, psikologis, spiritual,
sosial, emosional, kognitif dan budaya anak-anak sebagai
prioritas nasional dan global.
Alat permainan edukatif dapat menjadi pilihan cerdas
perpustakaan untuk membuat anak-anak betah bermain di
ruang layanan anak. Penggunaan alat permainan edukatif ini
memiliki manfaat, pertama, untuk membantu perkembangan
emosi sosial anak. Balok bangunan, aneka macam mozaik,
puzel lantai, dan papan permainan menurut para ahli sangat
bermanfaat bagi anak untuk belajar menguasai emosi
sosialnya.
Kedua, untuk mengembangkan kemampuan motorik halus
seorang anak. Dalam hal ini dapat digunakan lilin, bikar,
papan tulis, kertas, alat tulis, alat pasang memasang,
kerikil, dan gunting. Penggunaan alat permaianan ini
sangat penting untuk meningkatkan koordinasi antara mata
dan tangan. Ini bertujuan agar anak dapat membuat garis
lurus horizontal, garis lurus vertikal, garis miring
kanan, garis miring kiri, garis lengkung, maupun
lingkaran.
Ketiga, untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar
seorang anak, yaitu kemampuan menggunakan otot besar.
Arena mandi bola (melempar dan menagkap bola), titian
bambu (meniti sambil melihat lurus ke depan), perosotan,
ayunan, dan lompat tali merupakan kegiatan permainan yang
dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh dengan tangkas dan
tegas.
Keempat, untuk mengembangkan kemampuan berbahasa seperti
mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan menyimak.
Untuk meningkatkan kecerdasan berbahasa ini dapat
dipergunakan kumpulan gambar binatang, gambar tumbuhan,
gambar pemandangan alam, gambar panca indera, gambar
anatomi tubuh, gambar huruf, gambar angka, dan cerita
bergambar.
Agar anak-anak semakin menikmati perpustakaan, maka di
ruang layanan anak dapat di gelar layanan mendongeng.
Mendongeng merupakan tradisi lisan tertua di dunia yang
hingga kini belum tergantikan oleh tayangan televisi
maupun VCD sekalipun. Ada nuansa khas tersendiri dalam
mendongeng, yaitu terciptanya komunikasi dua arah antara
pendongeng dan anak-anak. Inilah yang tidak dapat
dilakukan oleh televisi maupun VCD.
Prosesi mendongeng tak perlu disampaikan sampai tamat,
cukup sampai pertengahan. Hal ini bertujuan agar sang anak
yang mencari dan belajar 'membaca'sendiri
buku tersebut. Dengan demikian terjadilah sinergi antara
tradisi lisan dan tradisi baca.
Layanan anak usia dini oleh perpustakaan ini memiliki
beberapa keunggulan, pertama, bersifat gratis. Bagi
masyarakat yang tidak mampu menyekolahkan anaknya ke TK
dapat memanfaatkan layanan ini.
Kedua, bersifat terbuka. Ruang layanan anak dapat diakses
oleh siapapun tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, suku, ras, dan golongan. Golongan menengah ke
bawah yang selama ini terpinggirkan dapat memanfaatkan
ruang layananan anak ini untuk memberi kesempatan kepada
batita dan balitanya bermain sambil belajar. Berekreasi di
perpustakaan.
Ketiga, menumbuhkan semangat membaca sejak dini. Dengan
bermain di perpustakaan anak-anak sudah diperkenalkan
sejak dini bahwa perpustakaan dengan segala aktivitas di
dalamnya merupakan tempat yang menyenangkan. Dalam
perkembangan selanjutnya diharapkan anak tidak menganggap
membaca, menulis, dan berhitung sebagai pekerjaan yang
membosankan melainkan menyenangkan.
Anak Usia Emas Andalkan PAUD Nonformal
Mudjito AK, Direktur Pembinaan SD dan TK Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (4/11), mengatakan perluasan akses anak-anak usia TK dilakukan dengan menyediakan TK di setiap kecamatan atau menyelenggarakan TK di SD yang sudah ada atau sekolah TK-SD satu atap. Anak usia dini yang terlayani PAUD formal dan nonformal meningkat dari tahun 2004 yang berjumlah 39 persen menjadi 48 persen lebih.
Layanan PAUD ini kini berkembang secara nonformal hingga ke tingkat RT/RW. Anak yang dilayani di jenjang TK/Raudhatul Athfal (RA) atau PAUD formal berjumlah 4,2 juta, sedangkan di PAUD nonformal sebanyak 6,8 juta.
Luluk Asmawati, Dosen PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengatakan kesadaran mengenai pentingnya mengoptimalkan PAUD dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang terlihat meningkat. Namun, jangan sampai layanan PAUD yang diberikan kepada anak usia 0-6 tahun itu terfokus pada target supaya anak bisa cepat membaca, menulis, dan menghitung semata.
Luluk mengatakan dalam usia emas itu yang dibutuhkan anak adalah stimulasi yang tepat dan menyenangkan untuk mengembangkan beragam kecerdasan atau multiple intelligence. "Anak jangan di-drill untuk membaca, menulis, dan menghitung dengan paksa. Sebab, otak anak akan jenuh, malah nantinya di usia belajar dia tidak punya minat lagi untuk belajar," ujar Luluk.
Rabu, 18 Maret 2009
PEMBUKAAN PELATIHAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) BAGI KADER PKK SE-KAB. SAMBAS
Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Kabupaten Sambas siap mendukung keberhasilan program Keaksaraan Fungsional (KF) di Kabupaten Sambas. Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum TP PKK Kab. Sambas Ny. Naskah Burhanuddin AR saat memberikan sambutannya pada pelatihan bagi Kader PKK mengenai PAUD dan KF di Aula Bupati Sambas, Rabu (25/7). Demikian diinformasikan resmi oleh Bagian Humas Setda Kab. Sambas. Menyukseskan program tersebut dikatakan Ny. Naskah, Kader PKK dapat berkoordinasi langsung dengan instansi terkait. ”Pada prinsipnya Tim Penggerak PKK Kabupaten Sambas siap membantu menyukseskan keberhasilan Program Pemerintah termasuk program keaksaraan fungsional dan Pendidikan Anak Usia Dini agar keberhasilan program wajib belajar dapat tercapai” ujarnya.
Salah satu upaya yang ditempuh TP PKK Kab. Sambas yaitu melakukan pelatihan bagi kadernya mengenai sosialisasi PAUD dan Keaksaraan Fungsional tersebut. Menurut dia, sepanjang ada kerjasama yang baik, sebuah permasalahan tentunya dapat diselesaikan dengan baik pula. Permasalahan sendiri menurut dia adalah jika terdapat kurangnya koordinasi. ”Tim Penggerak PKK Kabupaten Sambas memiliki potensi besar terhadap keberhasilan program ini, karena PKK memiliki kader sampai tingkat desa. Pendidikan Anak Usia Dini sangat membantu, terutama bagi keluarga kurang mampu karena biaya yang diperlukan lebih murah dibanding jika harus melalui Pendidikan Taman Kanak-kanak. Dan selama ini, taman pendidikan kanak-kanak hanya menjangkau sampai tingkat kota saja, sedangkan Paud dapat kita kembangkan sampai wilayah desa” jelasnya.
Malahan, ungkap dia ada terobosan baru demi keberhasilan program baik aspek kesehatan sekaligus pendidikan. Yaitu jelas dia dapat memadukan Posyandu sekaligus PAUD dan KF. Dimana terang dia, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. ”Jika Saja ada keterpaduan antara Posyandu, PAUD dan Keaksaraan Fungsional, masalah mendasar mengenai aspek kesehatan dan pendidikan dapat kita minimalisir” tuturnya. Dipaparkan dia, PAUD dapat dipadukan dengan aktivitas Posyandu, sehingga bagi masyarakat yang mengikutsertakan anaknya di PAUD tersebut dapat juga mengakses pelayanan dan informasi kesehatan. Selain itu, keterkaitan dengan Keaksaraan Fungsional, diharapkan dia tidak hanya sang anak yang mendapatkan pendidikan melainkan orang tua peserta PAUD dapat sekaligus memperoleh infomasi atau pelayanan bagi mereka yang masih buta aksara.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kab. Sambas Drs. H. Tufitriandi, MM mewakili Bupati Sambas dalam sambutannya mengungkapkan permasalahan penyiapan sumber daya manusia unggul dimasa yang akan datang masih menjadi persoalan fundamental. ”Layanan Pendidikan secara dini akan berdampak dan sekaligus melandasi bagi perkembangan anak pada fase berikutnya. Dari data dinas pendidikan didapat bahwa anak usia 4 sampai 6 tahun di Kabupaten Sambas masih belum terlayani sekitar sembilan puluh persen lebih untuk pendidikan pra sekolah. Hal ini menunjukkan dibidang PAUD, pekerjaan rumah Pemkab Sambas masih besar” ujarnya.
Terutama terang dia jika ditinjau dari sasaran yang besar dan dukungan ketenagaan dan fasilitas yang masih terbatas. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, menurut dia strategi pendekatan merevitalisasi program-rogram layanan PAUD kedepan adalah berbasis pada masyarakat, pemberdayaan semua potensi yang ada termasuk mensosialisasikan PAUD kepada seluruh lapisan masyarakat dan pengembangan jaringan kemitraan. ”Oleh Karena itu, peran serta seluruh lapisan masyarakat sangat menetukan keberhasilan program PAUD di masa yang akan datang, termasuk salah satunya diperlukan peran dan keberadaan PKK membantu pemerintah menyelesaikan persoalan ini, sehingga sumber daya manusia yang unggul dapat kita siapkan” tegasnya.
Sekda berharap, kegiatan pelatihan tersebut dapat berjalan dengan lancar, dan mampu menghasilkan kader-kader yang berkompeten mensosialisasikan mengenai persoalan yang dihadapi. Dia juga berharap PKK terus mensosialisasikan program pemerintah lainnya, seperti program Imunisasi Campak yang akan dimulai agustus 2007 ini bagi seluruh anak usia 6 sampai 59 bulan dan bulan september sasarannya siswa kelas 1 sampai 6 sekolah dasar.
Pendidikan Matematika pada Anak Usia Dini
Anak pada usia 0-6 tahun perlu mendapat perhatian khusus karena pada usia inilah kesiapan mental dan emosional anak mulai dibentuk. Penelitian terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menunjukkan bahwa mutu pendidikan dan keberhasilan akademis secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas masukan pendidikan yaitu kesiapan mental dan emosional anak memasuki sekolah dasar.
Anak mulai belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya sejak bayi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan otak bayi dibentuk pada usia 0-6 tahun. Oleh sebab itu asupan nutrisi yang cukup juga harus diperhatikan. Para ahli neurologi meyakini sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia terjadi pada usia 4 tahun, 80% terjadi ketika usia 8 tahun, dan 100% ketika anak mencapai usia 8 - 18 tahun.
Itulah sebabnya, mengapa masa anak-anak dinamakan masa keemasan. Sebab, setelah masa perkembangan ini lewat, berapapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi.
Bagi yang memiliki anak, tentu tidak ingin melewatkan masa keemasan ini. Berdasarkan kajian neurologi dan psikologi perkembangan, kualitas anak usia dini disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan juga dipengaruhi faktor kesehatan, gizi dan psikososial yang diperoleh dari lingkungannya. Maka faktor lingkungan harus direkayasa dengan mengupayakan semaksimal mungkin agar kekurangan yang dipengaruhi faktor bawaan tersebut bisa diperbaiki.
Dalam tahun-tahun pertama kehidupan, otak anak berkembang sangat pesat dan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan yang memuat berbagai kemampuan dan potensi. Nutrisi bagi perkembangan anak merupakan benang merah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Setidaknya terdapat 6 aspek yang harus diperhatikan terkait dengan perkembangan anak antara lain: pertama, perkembangan fisik: hal ini terkait dengan perkembangan motorik dan fisik anak seperti berjalan dan kemampuan mengontrol pergerakan tubuh.
Kedua, perkembangan sensorik: berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan panca indra dalam mengumpulkan informasi. Ketiga, perkembangan komunikasi dan bahasa: terkait dengan kemampuan menangkap rangsangan visual dan suara serta meresponnya, terutama berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan mengekspresikan pikiran dan perasaan. Keempat, perkembangan kognitif: berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan bertindak. Kelima, perkembangan emosional: berkaitan dengan kemampuan mengontrol perasaan dalam situasi dan kondisi tertentu. Keenam, perkembangan sosial: berkaitan dengan kemampuan memahami identitas pribadi, relasi dengan orang lain, dan status dalam lingkungan sosial.
Para orang tua juga dituntut untuk memahami fase-fase pertumbuhan anak. Fase pertama, mulai pada usia 0-1 tahun. Pada permulaan hidupnya, anak diusia ini merupakan suatu mahkluk yang tertutup dan egosentris. Ia mempunyai dunia sendiri yang berpusat pada dirinya sendiri. Dalam fase ini, anak mengalami pertumbuhan pada semua bagian tubuhnya. Ia mulai terlatih mengenal dunia sekitarnya dengan berbagai macam gerakan. Anak mulai dapat memegang dan menjangkau benda-benda disekitarnya. Ini berarti sudah mulai ada hubungan antara dirinya dan dunia luar yang terjadi pada pertengahan tahun pertama (± 6 bulan). Pada akhir fase ini terdapat dua hal yang penting yaitu: anak belajar berjalan dan mulai belajar berbicara.
Fase kedua, terjadi pada usia 2-4 tahun. Anak semakin tertarik kepada dunia luar terutama dengan berbagai macam permainan dan bahasa. Dunia sekitarnya dipandang dan diberi corak menurut keadaan dan sifat-sifat dirinya. Disinilah mulai timbul kesadaran akan "Akunya". Anak berubah menjadi pemberontak dan semua harus tunduk kepada keinginannya.
Fase ketiga, terjadi pada usia 5-8 tahun. Pada fase pertama dan kedua, anak masih bersifat sangat subjektif namun pada fase ketiga ini anak mulai dapat melihat sekelilingnya dengan lebih objektif. Semangat bermain berkembang menjadi semangat bekerja. Timbul kesadaran kerja dan rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya. Rasa sosial juga mulai tumbuh. Ini berarti dalam hubungan sosialnya anak sudah dapat tunduk pada ketentuan-ketentuan disekitarnya. Mereka mengingini ketentuan-ketentuan yang logis dan konkrit. Pandangan dan keinginan akan realitas mulai timbul.
Pendidikan Matematika
Untuk pendidikan matematika dapat diberikan pada anak usia 0+ tahun sambil bermain, karena waktu bermain anak akan mendapat kesempatan bereksplorasi, bereksperimen dan dengan bebas mengekspresikan dirinya. Dengan bermain, tanpa sengaja anak akan memahami konsep-konsep matematika tertentu dan melihat adanya hubungan antara satu benda dan yang lainnya.
Anak juga sering menggunakan benda sebagai simbul yang akan membantunya dalam memahami konsep-konsep matematika yang lebih abstrak. Ketika bermain, anak lebih terstimulasi untuk kreatif dan gigih dalam mencari solusi jika dihadapkan atau menemukan masalah.
Pada pendidikan matematika dapat diberikan misalnya pada pengenalan bilangan, terlebih dahulu diperdengarkan angka dengan menyebutkan angka satu, dua, tiga dan seterusnya. Dan perlihatkan benda-benda berjumlah satu, dua, tiga dan seterusnya, bukan berarti materinya langsung mengenalkan lambang bilangan "dua" karena anak akan bingung. Dengan bertambahnya kecerdasan dan umur barulah diperkenalkan ke lambang bilangan.
Pengenalan geometri, anak diberikan berbagai macam bentuk bangun misalnya bola, kotak, persegi, lingkaran dan sebagainya. Dengan memerintahkan anak mengambil bangun yang disebutkan nama dan ciri-cirinya.
Pengenalan penjumlahan dan pengurangan, pakailah lima bola berdiameter sama yang dapat digenggam. Untuk pengurangan, sebanyak lima bola diambil satu, dua, ..., dan lima. Sebaliknya penjumlahan dengan menambahkan satu, dua, ..., sampai empat pada bola yang tergenggam. Mengingat ciri khas pada setiap jumlah bola yang sering dilihatnya, anak pun akan melihat kejanggalan ketika dikurangi atau ditambah. Peristiwa tersebut membuatnya semakin memahami hakikat "bertambah" dan "berkurang", yang ditandai perubahan jumlah bola yang digenggamnya. Apalagi pada peragaan bola yang diameter dan warnanya beragam, pemahamannya tidak lagi terikat dengan ukuran, tetapi pada jumlah bola yang tampak.
Pengenalan hubungan atau pengasosiasian antara benda, misalnya berikan kotak dan dilanjutkan dengan memperlihatkan benda yang berbentuk kotak lain seperti kotak susu, bungkus sabun dan sebagainya. Dibenak anak dapat menghubungkan antar kotak yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pendidikan matematika dapat diberikan kepada anak usia dini dimulai dari pendidikan keluarga, yang dilakukan oleh orang tua sebagai guru terdekat sang anak.
Orang Tua "Guru" Kreatif
Peran penting yang dapat dilakukan orang tua yaitu sebagai: Pertama, pengamat. Orang tua mengamati apa yang dilakukan oleh anak sehingga dapat mengikuti proses yang berlangsung. Ketika dibutuhkan, orang tua dapat memberikan dukungan dengan mengacungkan jempol, mengangguk tanda setuju, menyatakan rasa sukanya, bahkan ikut bermain. Kedua, manajer. Orang tua memperkaya ide anak dengan ikut mempersiapkan peralatan sampat tempat bermain. Ketiga, teman bermain. Orang tua ikut bermain dengan kedudukan sejajar dengan anak. Keempat, pemimpin (play leader). Dalam hal ini orang tua berperan menjadi teman bermain, sekaligus memberikan pengayaan dengan memperkenalkan cara serta tema baru dalam bermain.
Pengaruh orang tua sebagai "guru" pada anak memiliki porsi terbesar dilingkungannya, sehingga orang tua dalam mendidik dapat beracuan: pertama, berorientasi pada anak (pupil centered). Dalam mengajar anak tidak dengan komunikasi satu arah dengan kata lain orang tua dinyatakan orang yang paling tahu dan paling pandai.
Kedua, dinamis. Dalam mendidik anak bawalah mereka sambil bermain dan orang tua dapat memancing anak untuk memunculkan ide kreatif dan inovatifnya. Ketiga, demokratis. Ini berarti, memberikan kesempatan pada anak untuk menuangkan pikirannya dan bersikap tidak sok kuasa.
Standar Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal
Direktur PAUD Depdiknas Gutama mengemukakan, sejak lama pemerintah dituntut oleh masyarakat untuk menyusun standar yang jelas. Selama ini, kata dia, kurikulum PAUD Nonformal pun belum ada, yang ada adalah acuan resmi dari Depdiknas, tetapi belum ada khusus yang dibuat karena standar nasionalnya belum ada. "Standar ini akan menjadi acuan kita,bukan standar yang maksimal tapi yang minimal," katanya pada Uji Publik Draf Standar PAUD Nonformal di Graha Depdiknas, Jakarta.
Hadir dalam acara Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen PMPTK) Baedhowi, Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Ace Suryadi, Ketua BSNP Yunan Yusuf, dan para pengelola PAUD.
Gutama mengatakan, standar ini disusun bukan untukmenghambat potensi PAUD di masyarakat yang sedang tumbuh dan berkembang, tetapi justru memberikan peluang agar mereka bisa tumbuh berkembang dan akhirnya mencapai standar minimal yang diharapkan. "Jangan sampai ada anak yang tidak mendapatkan sentuhan pendidikan sejak anak usia dini," ujarnya.
Anggani Sudono, Koordinator Penyusunan Standar PAUD Nonformal menyampaikan, tujuan diselenggarakan uji publik Standar PAUD Nonformal adalah untuk memperoleh masukan yang sebanyak-banyaknya agar standar ini sesuai dengan kehendak semua. "Sekaligus menjadi payung semua kegiatan anak usia dini yang dilakukan oleh seluruh masyarakat di Indonesia," katanya.
Anggani mengatakan, anak usia dini apabila mendapatkan penanganan, pengasuhan, dan pendidikan sedini mungkin maka akan memberi dasar yang kuat untuk pendidikan selanjutnya. "Ini (PAUD) merupakan investasi dalam kehidupan selanjutnya. Standar PAUD akan diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Anggani menyebutkan, komponen standar pendidikan usia dini terdiri atas tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini; pendidik dan tenaga kependidikan PAUD; program, isi, proses, dan penilaian PAUD; infrastruktur pendukung, sarana, dan prasarana, serta pengelolaan dan pembiayaan.
Endang Ekowarni, Ketua Tim Ad hoc Penyusunan Standar PAUD mengatakan, pada komponen pertama standar yang disusun yakni bukan standar kelulusan, tetapi menggunakan istilah tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini dengan target setiap tahap harus dicapai anak dengan sehat, cerdas, dan ceria. "Jadi sehat dan cerdas menurut tahap perkembangannya, dan ceria juga sesuai dengan usianya. Pada akhirnya mereka akan siap untuk mengikuti pendidikan formal."***
Sumber: Pers Depdiknas (www.depdiknas.go.id)
Program Pendidikan Anak Usia Dini Dilimpahkan ke Pemkab/Pemko
Departement Pendidikan Nasional (Depdiknas) melimpahkan kewenangan program pengelolaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ke pemerintah kabupaten/pemerintah kota (pemkab/pemko).
Hal itu dikatakan Kadisdik. Sumut Drs Taroni Hia melalui Kasubdis PLS (Pendidikan Luar Sekolah) Drs H Ibnu Saud Nasution kepada SIB di ruang kerjanya, Jumat (28/9) lalu.
Menurutnya, pelimpahan wewenang tersebut secara resmi telah ditandatangani oleh Sekjen Depdiknas Dodi Nandikan, Dirjen PLS Ace Suryadi bernama bupati dan walikota selaku pelaksana program PAUD di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dikatakan, pelimpahan wewenang ini dalam konteks otonomi darerah yang mengacu pada UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan sesuai undang-undang dimaksud pengelolaan PAUD harus diserahkan ke daerah. Program PAUD ditujukan untuk menunjang pelayanan kepada anak-anak usia dini (0-8 tahun) tetap akan didampingi pelaksanaanya oleh pemerintah pusat.
“ Dengan pelimpahannya bukan berati hubungan pusat dan derah terputus, namun tetap ada pendapingan. Pelaksanaan programnya mengalami kendala dan kesulitan pada saat mencari lokasi lahan serta tidak mudahnya membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD,†tegasnya menjelaskan.
Menyinggung soal program PAUD, dijelaskan, program PAUD dilaksanakan sejak tahun 1998 dan berakhir 2006 dengan menggunakan dana pinjaman dari Bank Dunia dengan tujuan membuat formula dan implementasi kerangka kerja kebijakan PAUD terintegrasi.
Kemudian PAUD juga diperuntukkan dalam meningkatkan kualitas, akses dan pemanfaatan program PAUD ditujukan kepada masyarakat miskin dengan ruang lingkup kegiatan berupa pengembangan kerangka kebijakan PAUD, pendidikan dan pelatihan, pembangunan dan rehabilitasi gedung BKB/posyandu dan TK, pengadaan saran dan prasarana.
Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Perhatian pemerintah terhadap pendidikan secara umum tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu “… mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, MPR-RI telah mengamandemen Pasal 31 UUD 1945 yang menghasilkan Pasal 31 Ayat (1) sampai Ayat (5) sebagai berikut:
1. | Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. |
2. | Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. |
3. | Pemerintah menyelenggarakan dan mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. |
4. | Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. |
5. | Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat. |
Pasal 31 tersebut, kemudian dijabarkan secara progresif dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU Sisdiknas) yang di dalamnya jelas dan tegas mengamanatkan program wajib belajar minimal sampai ke jenjang pendidikan dasar. Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan yang bermutu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara sesuai dengan bakat, minat, tingkat kecerdasan dan kemampuannya tanpa diskriminasi, minimal setara dengan Standar Nasional Pendidikan.
UU No. 20 tahun 2003 pada Bab VII tentang Bahasa Pengantar Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa ”Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik”. Terkait dengan hal ini, BPK PENABUR Jakarta mengambil pelaksanaan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar mulai pada satuan pendidikan taman kanak-kanak.
Standar Nasional Pendidikan
Untuk menjamin tercapainya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara secara nasional perlu dibuat standar nasional pendidikan yang harus dijadikan pedoman oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab dan satuan pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan agar dapat menghasilkan ouput/lulusan yang berkompeten sesuai dengan Pasal 35 UU Sisdiknas yang menyatakan :
1. | Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. |
2. | Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. |
3. | Pengembangan Standar Nasional Pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjamin, dan pengendali mutu pendidikan. |
Standar nasional pendidikan antara lain ditindaklanjuti dengan pengembangan kurikulum dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Sementara, PP No. 19 tahun 2005 tersebut tidak mengatur mengenai standar nasional pendidikan untuk jenjang pendidikan TK/RA. Namun demikian pengembangan kurikulum TK/RA tetap diperbolehkan asalkan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam Penjelasan atas UU No. 20 tahun 2003 bahwa TK menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Hal ini dipertegas dengan RPP tentang Pendidikan Anak Usia Dini; Bagian kesatu tentang Kurikulum Pasal 15 ayat (3), (4) dan (6); yang intinya memberikan dukungan terhadap pengembangan kurikulum yang salah satu bentuknya adalah penggunaan bahasa asing dalam pembelajaran anak usia dini. Sementara itu, tentang tahap perkembangan peserta didik khususnya peserta didik usia dini diulas dalam landasan teoritis pendidikan anak usia dini.
Dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar telah diatur bahwa ada 26 butir kemampuan bahasa yang diharapkan dapat dicapai, antara lain (Soegeng Santoso, 2000):
a | Menirukan kembali urutan angka, urutan kata |
b | Mengikuti beberapa perintah sekaligus |
c | Berbicara lancar |
d | Bercerita tentang kejadian di sekitarnya secara sederhana |
e | Menjawab pertanyaan |
f | Menceritakan kembali |
g | Memberikan nama benda, binatang, tanaman, bentuk, ciri atau sifat tertentu |
h | Menceritakan gambar yang disediakan |
i | Mengenal kebalikan; misalnya siang dan malam. |