Selasa, 26 Mei 2009

KELAS BERKINERJA-TINGGI UNTUK WANITA? MENERAPKANNYA DALAM SEBUAH KERANGKA HUBUNGAN UNTUK MANAJEMEN / JALANNYA PERILAKU ORGANISASI_____________________

KELAS BERKINERJA-TINGGI UNTUK WANITA? MENERAPKANNYA DALAM SEBUAH KERANGKA HUBUNGAN UNTUK MANAJEMEN / JALANNYA PERILAKU ORGANISASI_____________________


E. Holly Buttner
Universitas Carolina Utara di Greensboro


Dengan semakin berkembangnya bermacam tenaga kerja di Amerika Serikat, menilai perubahan dengan cepat, dan berkembangnya ketergantungan pada kerjasama tim dalam menangani masalah bisnis yang semakin kompleks, perintah sederhana dan mengatur dengan cara kepemimpinan tidak lagi efektif dalam mengatur berbagai organisasi (Drucker, 1992, 1997; Mohrman, Cohen, dan Mohrman, 1995; Rosener, 1995). Meningkatnya tingkat kualitas lapangan pekerjaan termasuk memimpin tim kerja, desentralisasi, mengurangi perbedaan status, dan berbagi informasi (Dessler, 1999). Dalam beberapa penelitian, kemampuan berhubungan dengan orang lain, termasuk empati, keaslian, memberdayakan orang lain, dan kecakapan dalam kerja sama, sampai sekarang dimanfaatkan besar perusahaan di daerah swasta (dan digunakan terutama oleh perempuan) telah ditunjukkan untuk lebih efektif dalam tempat kerja (Fletcher, 1998; Weisinger, 1998). Banyak dari konsep-konsep ini dan praktek yang diambil dalam sebuah teori yang disebut Hubungan Psikologi, adalah sebuah teori yang dikembangkan berdasarkan pengalaman perempuan (Miller, 1987, 1991; Miller & Stiver 1997).
Pada tahun 2008, diperkirakan tenaga kerja perempuan mencapai 47,5% di Amerika Serikat (Fullerton 1998). Perempuan semakin berkembang bergerak ke posisi pertengahan dan tingkat atas manajemen. Menurut Biro Tenaga Statis Amerika Serikat (Wotton, 1997), yang deselenggarakan 43% perempuan pada posisi manajerial pada tahun 1995. Oleh karena itu, pengembangan memberikan iklim bisnis di sekolah oleh Fosters sangat penting bagi perempuan dan laki-laki. Namun, Bilimoria (1997) poin tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan telah gagal dalam memenuhi kebutuhan perempuan. Bilimoria menyatakan, “manajemen pendidikan itu sendiri berada dalam satu konsturuksi gender yang sama dan umumnya berada di perusahaan besar atau lingkungan bisnis”. Dalam hal ini, kelembagaan dan struktur pedagogis dan praktek manajemen pendidikan hanya menjadi cermin yang berlaku bagi sebagian gender yang lebih besar dari masyarakat”(1999, hal.120). MacLellan dan Dobson (1997) menyimpulkan bahwa perilaku yang menganggap usaha pendidikan bisnis hanya dimiliki laki-laki saja, yang mungkin dimana membuat lingkungan yang menakutkan bagi perempuan. Sebuah Catalyst (2000) dari survey lulusan MBA yang beasal dari sekolah bisnis yang bergengsi Amerika Serikat memberikan dukungan empiris. Hasil Catalyst studi menyatakan bahwa hampir sepertiga responden perempuan menemukan bahwa sekolah bisnis cenderung terlalu agresif dan kompetitif. Lebih dari setengah perempuan yang disurvei melaporkan bahwa mereka tidak dapat berhubungan dengan orang yang mendukungnya dalam studi kasus dan hampir 40% mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai cukup kesempatan bekerja dengan professor perempuan.

Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan yang berbeda dan perhatian dalam belajar di lingkungan sekitarnya. Untuk perempuan, belajar cenderung menjadi sangat pribadi (Gallos, 1993). Perempuan belajar dalam berbagai sudut pandang yang berbeda. Dalam proses pembelajaran, perempuan cenderung berfikir dengan teori dan dari pengalaman mereka yang lainnya daripada berfikir secara abstark seperti laki-laki yang terutama sering lakukan. Perempuan biasanya lebih teratur berfikir dengan rasional dan lebih sehat daripada yang dilakukan laki-laki (Fisher, 1999). Sebagai perempuan mereka belajar, mengintegrasikan, menyamaratakan, dan mempersatukan (Helgesen, 1990; Rosener, 1995). Wanita belajar juga melibatkan pengaruh hubungan serta pengertian dengan masalah yang ditemuinya (Belenky, Clinchy, Goldberger, &Tarule 1986). Mereka cenderung untuk menentukan pembelajaran dan pengembangan diri sendiri untuk mengembangkan kemampuan mereka sendiri dan menyatakan ekspresi mereka “suara” (Belenky, 1986; Gallos, 1993), yang mencerminkan penglaman mereka sendiri dan identitas sebagai perempuan. Bagi perempuan komuniaksi adalah cara untuk mnecari memberikan konfirmasi dan dukungan. Perempuan mencari consensus dan hubungan dalam interaksi dengan orang lain daripada mendirikan hierarki dan status seperti yang umum dilakukan dalam interaksi laki-laki (Tannen, 1990).
Apa yang saya lihat saat cara kami dilakukan dan kami telah mengajar dikelas sekolah bisnis, saya bertanya apakah kami telah melakukan cara kami sesuai dengan yang kami lakukan di kelas (a) perubahan komposisi gender dari angkatan kerja, (b) pengakuan bahwa pendekatan pembelajaran pengalaman laki-laki dan perempuan berbeda dengan beberapa kebutuhan dan perhatian, (c) berkembangnya filosofi dan latihan dari organisasi bisnis yang berkualitas tinggi sekarang ini. Untuk mengetahui seberapa banyak kita mengenal transisi ini tidak hanya dalam konten yang kita tahu saja dalam pelajaran, tetapi juga dalam cara kami mengajarkan perilaku organisasi (OB)?.
Artikel ini melihat dimana proses mengajar didalam kelas belajar OB dengan menggunakan mata kepala langsung. Untuk itu, saya ingin memperkenalkan secara singkat teori hubungan, melihat beberapa laporan penggunaan dari hubungan praktek dalam organisasi, dan meringkas artikel yang dipublikasikan di dalam Journal of Management Education selama sembilan tahun yang lalu yaitu sifat dasar dalam berhubungan. Kemudian saya akan memperkenalkan beberapa pemikiran tentang aplikasi yang berhubungan dalam praktek manajemen dan kelas OB.


Apa yang Kami Maksud Dengan “PRAKTEK HUBUNGAN”

Teori Hubungan

Teori Hubungan (Miller, 1987,1988, 1991; Miller & Stiver, 1997) berkembang berdasarkan pengalaman wanita-wanita dan pada awal penelitian perbedaan hubungan masalah gender yang berkembang. Gilligan (1982) menemukan bahwa para perempuan peka terhadap dirinya sendiri dan cenderung melibatkan diri moralitasnya pada tanggung jawab dan rasa peduli dengan orang lain. Konsep pada diri sendiri ini adalah termasuk sebuah penghargaan dari dimana keadaan yang sebenarnya terjadi, daripada melihat suatu peristiwa dalam keterkungkungan. Keputusan yang membuat wanita cenderung untuk memikirkan mempertimbangkan dampak dari pilihan yang diambilnya kepada orang lain yang terlibat didalamnya (Smith & Oakley, 1997). Surrey berpendapat bahwa hubungan empati “yaitu dengan” orang lain, akan menambah pengalaman pada dirinya sendiri sebagai perempuan (Surrey, 1991, p.55). Sebagian besar dari aktivitas kehidupan sehari-hari perempuan melibatkan secara aktif dalam perkembangannnya dengan orang lain. Miller (1987) berteori bahwa hubungan batin kepada orang lain adalah sebagai pusat pengatur dari keutamaan dalam perkembangaan psikologis seseorang. Menurut dari teori hubungan, salah satu dari perasaan diri sendiri dan nilai yang berdasar dalam kemampuan untuk membuat dan memelihara hubungannnya dengan orang lain.
Menurut Fletcher (1999) dan Fletcher dan Jacques (1998), teori hubungan dapat digunakan untuk mengembangkan definisi kerja yang memungkinkan untuk memasukkan dan memberdayakan orang lain melalui berbagi informasi dan melalui pengajaran. Teori itu mengusulkan definisi yang lebih luas dari “hasil” untuk menyertakan hasil tersebut tertanam kepada orang lain (contoh, mereka meningkatkan pengetahuan atau kompetensi). Kepandaian melibatkan diri dalam praktek hubungan termasuk empati, keaslian, kemampuan untuk berhubungan atau membuat hubungan dengan gagasan yang lain, dan terbuka terhadap perasaan orang lain, fisik, dan kenyataan intelektual. Penting juga adalah kemampuan untuk memahami, mengartikan dan menggunakan perasaan yang ada sebenarnya, dan kemampuan untuk bertukar informasi, untuk mengaku tidak mengetahui, dan untuk menegaskan kepada orang lain tanpa kehilangan harga diri. Meskipun mendengarkan berdasar pengalaman para perempuan, teori hubungan tidak diusulkan sebagai sebuah teori yang menjelaskan pengalaman perempuan, dan tidak pula diterapkan hanya kepada perempuan. Hal ini disampaikan sebagai contoh pertumbuhan dan perkembangan pada manusia bahwa hal tersebut dapat menjelaskan arti masculine yang menjadi masalah utama dalam teori pembangunan (Gilligan, 1982; Jordan, 1993; Miller & Stiver, 1997).


Dimensi dari Praktek Hubungan

Di dalam keadaan organisasi, Fletcher (1996, 1998, 1999) telah mengklasifikasikan hubungan praktek hubungan menjadi empat dimensi: hubungan pencegahan, saling memberdayakan, pencapaian, dan membuat tim. Hubungan pencegahan melibatkan sebuah kefokusan pada seluruh proyek. Hal tersebut memerlukan pengambilan tindakan yang diperlukan pada hari ini yang berdasar untuk memastikan bahwa tugas sudah selesai dikerjakan, termasuk tugas yang diberikan diluar deskripsi pekerjaan, mengkomunikasikannya dengan orang lain untuk memastikan mendapatkan saran yang berbeda, dan menyelesaikan masalah yang mengancam keberhasilan sebuah proyek atau tugas. Menghubungkan pencegahan didasarkan kepercayaan sesama anggota tim harus menempatkan kebutuhan proyek didepan masalah-masalah individu (sebagai satu kesatuan atau kekuatan). Menghubungkan pencegahan didasarkan juga pada kemampuan untuk melihat hal-hal yang menguntungkan, melihat dalam gambar yang besar, daripada memfokuskan pada bagian yang terpisah dari tugas. Terakhir, melihat proyek dengan melibatkan hubungan pencegahan dan konsekuensi dalam pengambilan keputusan beserta implikasinya.
Saling memberdayakan termasuk perilaku yang diharapkan untuk memungkinkan penghargaan orang lain dan kontribusi untuk proyek melalui peningkatan kompetensi, meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri, dan / atau meningkatkan pengetahuan (Fletcher, 1996, 1998). Dimensi dari saling memberdayakan termasuk saling empati (Surrey, 1991) dan bahwa mengajarkan sikap empati mendapatkan perasaan yang baru dan kepandaian yang nyata dalam memperhitungkan hal. Dimensi lainnya dari saling memberdayakan termasuk meminimalisasi perbedaan status, menyampaikan rasa keterbukaan pada orang yang mempunyai sudut pandang yang berbeda (Yordania, 1993), dan kemampuan mencairkan hubungan dimana kekuatan bergerak menjadi milik pribadi atau kelompok yang mempunyai informasi yang penting atau sumber yang berada pada posisi tertentu. Kekuatan yang disusun sebagai kekuasaan dengan atas penguasaan terhadap orang lain (Miller & Stiver, 1997). Istilah yang menggambarkan saling memperdayakan termasuk kepercayaan, memfasilitasi, bekerja sama, mendukung, dan kemauan (Fletcher, 1996).
Pencapaian melibatkan serta menggunakan kemampuan dalam berhubungan untuk meningkatkan pertumbuhan profesionalisme pada diri sendiri dan efektivitas. Fletcher (1996) mendefinisikan pencapaian untuk menyertakan kemampuan untuk meminta pertolongan dimana meminta pertolongan tidak dilihat sebagai tanda dari kelemahan. Penacapaian juga termasuk membayar perhatian untuk penutup keadaan yang emosional dan memperbaiki potensi atau merasakan perpecahan dalam hubungan kerja. Diperlukan keterampilan termasuk kemampuan untuk tetap bertentangan dengan informasi, untuk memadukan pikiran dan perasaan yang datang pada sebuah keputusan, dan proses untuk membayar perhatian. Pencapaian didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan professional berakar dalam hubungan daripada otonomi (Fletcher, 1996).
Membuat tim berarti bekerja untuk menciptakan sebuah kondisi yang dapat melewati apa saja dimana hidup grup dapat berkembang, sehingga menciptakan pengalaman bagi tim. Membuat tim melibatkan membantu perkembangan kolaborasi dan kerjasama, menjaga hubungan antara orang-orang, menciptakan saling membutuhkan, dan menggunakan kerjasama daripada sikap konfrontasi dalam bekerja dengan orang lain dalam organisasi. Dalam menciptakan sebuah ciri khas dari tim, pemimpin meperbolehkan orang lain untuk merasa didengarkan dan diperhatikan, dengan mengakui pikiran dan perasaan mereka. Membuat tim didasarkan kepercayaan pada pengertian masing-masing individu dari masalah atau situasi yang dimana lebih baik memisahkan diri, sendiri-sendiri, dan berusaha keras dalam menangani masalah (Fletcher, 1996).


Praktek Hubungan dalam Organisasi

Beberapa penelitian telah mengidentifikasi praktek hubungan dalam organisasi. Rapoport dan Bailyn (1996) melaporkan dalam sebuah studi praktek kerja di tiga perusahaan besar bahwa para karyawannya, terutama wanita, tidak hanya cakap dalam berperilaku da berkemampuan dalam organisasi besar, seperti berpikir rasional, berpikiran lurus, ketegasan, dan berdaya saing, tetapi juga pada kemampuan dalam berhubungan, termasuk bekerja sama, berbagi informasi, empati, dan memfasilitasi perkembangan orang lain. Kemampuan tersebut berkontribusi kepada keefektivan dan meningkatkan penyelasaian pekerjaan. Demikia juga, Helgeson (1990) melaporkan pada gaya kepemimpinan CEOs perempuan dan menemukan bahwa pemimpin yang menggunakan pendekatan jaringan mengandalkan hubungan yang dibangun beberapa saat daripada menggunakan hierarki pada sistim laporan untuk penyelesaian tugas. Dalam tindak lanjut studi praktek manajemen dalam beberapa perusahaan besar, orgnisasi sukses, Helgeson (1995) menemukan bahwa antara laki-laki dan perempuan menggunakan praktek hubungan. Akhirnya, Weissinger (1998) dan Goleman (1998) mengidentifikasi (hubungan) kemampuan termasuk untuk membangun hubungan, empati, keaslian, saling memberdayakan, dan membuat tim sebagai kunci untuk meningkatkan efektivitas kerja.
Penelitian terkait dalam situasi organisasi lebih menunjukkan bahwa penggunaan praktek hubungan meningkatkan efektivitas dalam organisasi. Tsui, Pearce, Porter, dan Tripoli (1997) menemukan bahwa beberapa organisasi berkinerja tinggi bekerja dengan mencotoh hal yang berhubungan dengan alam, termasuk pengembangan hubungan jangka panjang dengan karyawan, investasi dalam melalui pelatihan karir karyawan, investasi pada kesejahteraan karyawan, hubungan mentoring, dan mengharapkan karyawan akan mau bersedia pergi yang hampir diluar ketentuan oleh tugas-tugas terkait yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Organisasi-organisasi ini dilaporkan lebih tinggi tingkat kinerja karyawannya, warga negara yang baik, loyal, selalu hadir, dan berpersepsi jujur. Perusahaan juga dilaporkan lebih percaya diantara rekan kerja, sikap karyawan lebih positif, dan karyawan lebih berkomitmen daripada organisasi karyawan yang hanya menggunakan non-hubungan praktek.


Apa Hubungan Mereka dalam Alam, Artikel terdahulu JME

Kutipan artkel diatas menunjukkan bahwa performa tinggi karyawan dalam organisasi, terutama perempuan, mereka menggunakan keterampilan dalam berhubungan, dan bahwa ada organisasi yang bermanfaat positif. Apakah kami, sebagai insturktur, menggunakan praktek hubungan atau mendorong siswa kami? Saya menerpkan teori hubungan sebagai sebuah “kerangka” untuk menilai sejauh mana pertumbuhan psikologi siswa kami dan perkembangan yang diberikan dan didorong melalui praktek hubungan dalam manajemen dan kelas OB melalui sebuah tinjauan dari dalam majalah yang diterbitkan JME dari tahun 1990-1999. Saya berusaha untuk mengidentifikasi artikel yang menjelaskan pengembangan keterampilan dan / atau praktek-praktek yang bersifat hubungan pada asumsi dalam bekerja seperti yang pernah diterbitkan hal tersebut merupakan contoh dari laporan praktek-praktek mengajar yang inovatif yang digunakan oleh instruktur dalam manajemen dan kelas OB. Tinjauan saya memang tidak dirancang untuk menjadi lengkap, cukup untuk memberikan sebuah contoh jenis pekerjaan yang diberikan dalam JME bahwa hal itu mendorong pengembangan kemampuan berhubungan antara siswa dan fakultas. Penelitian tulisan tersebut berpaling pada jumlah artikel yang berhubungan dengan Fletcher’s (1996,1998) empat dimensi hubungan praktek pada organisasi. Sebuah ringkasan dari artikel yang disajikan dalam Tabel I dan tulisan singkat dalam penggunaan pada praktek hubungan dalam kelas manajemen / OB yang akan disajikan berikutnya.


TABEL I
Artikel JME yang Menggabungkan Praktek Hubungan di dalam Kelas

Dimensi Hubungan Penulis JME & Tahun Penerbitan Pelaksanaan Praktek Hubungan didalam Kelas
Hubungan pencegahan Bailey, Saparito, Kressel, Christensen, dan Hooijberg (1997)
Mengevaluasi pertengahan semester untuk mengidentifikasi masalah kelas.
Clark (1999) Menggunakan aktivitas grup untuk mengajarkan siswa tentang mendengarkan empati.
Coughlan (1993) Menggunakan catatan harian untuk membantu siswa untuk berhubungan dengan perasaannya akibat perilaku yang ditimbulkan.
Saling Memberdayakan Akin (1991) Menggunakan model pembelajaran mengontrol diri sendiri.
Alie, Beam, dan Carey (1998) Menggunakan kegiatan berbasis tim untuk meningkatkan kemampuan perseorangan.
Eylon dan Herman (1999) Menggunakan latihan dalam keranjang untuk membantu siswa membuat rencana pemberdayaan dan menilai keefektivan rencana pemberdayaan.
Gregorson, Oddou, dan Ritchie (1993) Menggunakan pembelajaran menganalisis proyek untuk membantu siswa menjadi sadar strategi pembelajaran mereka.
King (1998) Menggunakan menulis catatan untuk mengajar tentang masalah-masalah keragaman.
Murphy (1991) Siswa menulis dan membahas tentang mengahargai orang lain dapat meningkatkan kepaduan kelas.
Neal, Schor, dan Sabiers (1998)
Menggunakan tali penolong dari peristiwa penting untuk membantu siswa mengidentifikasi pengaruh sikap, nilai, dan kepercayaan mereka.
Sims dan Lindholm (1993) Menggunakan Kolb’s (1984) Gaya Belajar Inventorisasi untuk membantu siswa bagaimana mereka belajar
Waddock (1999) Siswa menulis surat kepada temannya, mengidentifikasi minat karir dan pengalaman MBA sebagai salah satu cara mengembangkan pembangunan strategi di masa depan.
Pencapaian Kellogg (1991) Siswa menganggap mengidentifikasi karakter dari sebuah kasus dalam menuliskan kasus sebagai cara untuk mengembangkan empati siswa.
Mcknight (1995) Menggunakan permainan peran, aktif mendengarkan, dan diskusi dari pengalaman siswa untuk meningkatkan kesadaran efektif motivasi dan komunikasi.
Membuat Tim Egri (1999) Menggunakan permainan peran untuk mendemonstrasikan kerjasama pengambilan keputusan.
Lyons (1991) Menggunakan pembelajaran model pola kerjasama untuk mengembangkan keterampilan interpersonal siswa.
Hubungan Pencegahan, Saling Memberdayakan, Pencapaian, dan Membuat Tim. Bolton (1999) Mengintegrasikan semua empat dimensi melalui presentasi dari karakter tim berperforma tinggi, dibandingkan siswa yang mempunyai pengalaman,untuk karkater ini (membuat tim), menggunakan diagnosis untuk menilai performa tim dan memecahkan masalah pada pertengahan semester (hubungan pencegahan), belajar berdiskusi (untuk meningkatkan saling memberdayakan), dan instruktur pelatih untuk memfasilitasi pengembangan keterampilan intrpersonal (pencapaian).


Untuk memeriksa, hubungan pencegahan melibatkan lebih jauh lagi untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat terselesaikan, memecahkan masalah, memastikan semua dapat mengerti, dan mengadopsi pandangan yang sehat. Pada tingkat dasar, hubungan pencegahan dapat berarti menyadari perasaannya dan reaksinya untuk aktivitas kehidupan. Coughlan (1993) menggunakan buku catatan sebagai salah cara untuk siswa untuk mulai mengidentifikasi perasaan dan kemudian menghubungkan mereka kepada reaksi mereka, sehingga memudahkan siswa merasakan keempatian untuk penglaman mereka sendiri.
Clark (1999) digunakan tiap pembukaan hari aktivitas kelas dimana siswa didalamnya didorong dalam kelompok untuk merefleksikan pengalaman mereka tentang keempatian melawan ketidakempatian. Mereka diundang untuk mengidentifikasi sifat khas mendengarkan secara efektif dan mendengarkan perasaan apa yang meraka timbulkan. Dia menggunakan ini sebagai model yang efektif bagi siswa untuk mengikuti mendengarkan selama sepanjang semester. Jadi, ia diberikan keterampilan penting untuk hubungan pencegahan.
Dalam berbagai bentuk hubungan pencegahan , Bailey, Saparito, Kressel, Christensen, dan Hooijberg (1997) mendiskusikan sebuah model untuk pengembangan fakultas yang menyertakan proses evaluasi pertengahan semester. Selama pengevaluasian, pelajar diundang dan memberikan kedua survey tersebut dan dibuka sampai diakhiri tanggapan tentang kepuasan dengan keikutsertaan mereka dalam diskusi dengan kefokusan kelompok penyelenggara. Informasi ini sedang digunakan untuk membantu memodifikasi daya instruktur kursus dan proses selama semester. Potensi kesulitan dengan bahan kursus, tekhnik instruktur, atau proses kelas dapat diidentifikasi dan dialamatkan. Dalam konteks praktek hubungan, itu dapat menjadi kemungkinan dapat pergi lebih jauh, untuk mengajak dengan siswa dalam sebuah diskusi mengenai persepsi tentang harapan kinerja untuk sampai pada masing-masing pemahaman yang memenuhi kebutuhan kedua mahasiswa dan instruktur. Dengan demikian, hubungan dimensi pencegahan hubungan dapat ditetapkan lebih lanjut untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan dalam kelas.
Saling memberdayakan memungkinkan melibatkan orang lain melalui pencapaian dapat meningkatkan keyakinan, kompetensi, dan/atau pengetahuan; mengajar keempatian; meminimalkan perbedaan status; menjadi terbuka untuk pandangan siswa; kekuatan mencairkan hubungan dan belajar mengontrol diri sendiri.
Gallos (1993) mengakui dimensi yang telah tertanam dalam pemberdayaan sesama dalam editorial catatan miliknya. Dia menarik keluar bahwa banyak topik OB yang tertanam dalam pengalaman siswa setiap harinya dan dapat bermanfaat untuk menjadi pengetahuan sumber daya yang potensial. Dengan demikian, dia melihat guru sebagai panduan, dukungan, dan perancang yang mengajarkan lingkungan. Dia dihubungi langusung kepada penghubung praktek ketika dia menulis perubahan peran itu dari “guru sebagai banker-dimana saya sebagai guru deposito dalam dan mengatur penghitungan bahwa hanya tumbuh karena campurt tangan saya dan kemampuan-dan untuk guru sebagai bidan-kemampuannya juga rendah hati namun bantuan ke alam membuka ke hidupnya sendiri” (p.9). Dia juga menekankan bahwa siiswa sering kali belajar lebih baik saat bekerja dalam kelompok-kelompok kecil. Dia dipanggil untuk menyetujui lingkuingan kelas yang positif daripada konfrontasi, suasana kompetitif.
Dari sebuah ringkasan tentang aktivitas kelas, Murphy (1991) menulis tentang saling memberdayakan dia berpengalaman dengan siswanya. Dalam sebuah kegiatan dalam kelas, siswa menulis tentang orang yang paling mereka kagumi. Kebanyakan siswa menulis tentang orang tua mereka. Beberapa menyatakan penghargaannya atas pembinaannya, siswa menerima apa itu cinta dan saling berbagi. Murphy melaporkan bahwa dia sangat terkejut dengan perhatiannya dari tanggapan siswa untuk pertanyaannya. Ia juga mencatat bahwa membaca laporan dapat menyebabkan kelas menjadi lebih bersatu padu dan peduli terhadap satu sama lainnya (misalnya, lebih asli).
Waddock (1999) menggunakan tugas yang dimana siswa menulis secara surat pribadi kepada teman terbaik mereka atau kepada anggota keluarga mereka yang tercermin dalam pengalaman MBA, minat karir mereka, dan bagaimana mereka bisa menggunakan bakat mereka dimasa depan nanti. Waddock melihat proyek ini sebagai cara untuk mendorong siswa untuk menyatakan suara mereka sendiri tentang masalah di sekitar mereka secara mendalam, memberikan kesempatan untuk “yang energik, aktif, dan perhatian terhadap suara yang muncul” (p. 193) sehingga meningkatkan pemberdayaan dan kesadaran diri sendiri pada siswa.
Akin (1991) mengembangkan model pembelajaran mengendalikan diri sendiri untuk kata pengantar kuliah manajemen. Daripada menggunakan silabus tradisional, siswa dirancang untuk mengetahui tujuannya dan merencanakannya, dengan persetujuan dari instruktur, menjadi kontrak pembelajaran. Akin mendorong siswa untuk mengembangkan kolaborasi dan mendukung suasana kelas melalui kelompok-kelompok kecil, kegiatan membangun hubungan. Seiring dengan laporan yang dihasilkan sebagai fungsi dari tujuan pembelajaran dan rencana, siswa juga menyelesaikan karya mereka dari apa yang didapat dari pengalaman belajarnya, menjelaskan bagaimana pembelajaran berlangsung dan bagaimana mereka mengetahui belajar secara efektif. Akin melaporkan bahwa siswa menunjukkan peningkatan kepercayaan diri sendiri kemampuan mereka untuk membantu orang lain. Dengan demikian, siswa dapat mengendalikan kontrol masing-masing kegiatan belajar dan prosesnya.
Alie, Beam, dan Carey, (1998) menggunakan kegiatan yang berbasis tim untuk memperkenalkan bagaimana kerja kepemimpinan. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, tim heirarki dengan manajer, pengawas, dan karyawan yang beroperasi sesuai dengan proses organisasi sederhana dan tim konsultasi bekerja bersama dan digunakan untuk meninjau penilaian kinerja secara mendalam. Tim mendapatkan tugas untuk melakukan studi kelayakan untuk pengembangan produk baru untuk perusahaan fiktif. Anggota tim mendapatkan peluang, dengan pelatih staff pengajar, untuk bekerja melalui kesulitan antar perseorangan. Penulis melaporkan bahwa lulusan tim dari program studi menunjukkan bahwa partisipasi membangun kepercayaan diri dalam perseorangan dan keterampilan yang membantu dalam belajar untuk bekerja bersama dengan orang sebayanya. Pengalaman ternyata memiliki potensi untuk memberdayakan peserta melalui peningkatan kepercayaan diri perseorangan dan kompetensinya.
Instruktur lainnya menggunakan ilmu mendidik yang lain untuk meningkatkan kesadaran diri sendiri siswa. Sims dan Lindholm (1993) digunakan Kolb’s (1984) Gaya Belajar Inventarisasi dan model belajar pengalaman untuk menginformasikan siswa tentang bagaimana untuk belajar dari mereka sendiri dan pengalaman orang lain. Gregorson, Oddou, dan Ritchie (1993) menggunakan proyek pembelajaran menganalisa untuk membantu siswa menjadi tahu akan proses belajar masing-masing dirinya, sehungga meningkatkan kompetensi dan keyakinan dalam mendapatkan informasi baru dan keterampilan dalam pekerjaan dan karir mereka. Neal dkk. (1998) menggunakan kegiatan belajar dari pengalaman, pembangunan jalan hidup dari peristiwa penting oleh siswa, untuk membantu mereka mengidentifikasi pengaruhnya terhadap sikap mereka, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berbeda terhadap orang lain. Demikian pula, King (1998) digunakan dalam menulis jurnal siswa kursus OB yang belum mendapatkan gelar sebagai sarana belajar tentang masalah-masalah keragaman. Sekali lagi, siswa mencerminkannya kepada pengalaman hidup mereka untuk meningkatkan kesadaran diri sendiri dan pemahaman dari masalah yang berbeda.
Eylon dan Herman (1999) merancang rangkaian dalam keranjang bararang dalam suatu latihan untuk membantu siswa mengenali bagaimana untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan orang lain dengan membuat sebuah rencana pemberdayaan. Sebagai bagian dari kegiatan, siswa bediskusi dan menuliskan, untuk kemudian didiskusikan, apa yang membuat mereka berkuasa atau kehilangan kuasa dan menyelesaikan dampak dari daftar pertanyaan untuk mengukur reaksi mereka terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, siswa belajar dari kesadaaran dan kasih sayang apa yang dimaksud menjadi berkuasa dan kehilangan kuasa. Kegiatan aktivitas tersebut sesuai dengan Miller dan Stiver’s (1997) pentingnya teori perkembangan yang terintegrasi untuk berpikir dan merasakan untuk menjadi asli.
Pencapaian berarti menggunakan satu dari kemampuan dalam hubungan untuk meningkatkan satu pertumbuhan professional dan efektifitas. Pencapaian melibatkan kedua hal yaitu pikiran dan perasaan. Menyadari secara penuh dan pengalaman yang sulit terlupakan meningkatkan keaslian dan membantu dalam pencapaian hubungan secara mendalam dalam hubungan kerja.
Mcknight (1995) meminta siswa untuk menceritakan pengalaman mereka sendiri tentang berbagai macam topik OB. Misalnya, ketika meliputi kepemimpinan, dia mengundang siswa untuk mengidentifikasi karakteristik pemimpin yang berhasil daripada berceramah kepada muridnya. Dia menggunakan permainan peran dan diskusi dari pengalaman siswa dalam berinteraksi dengan atasannya bagi siswa kesempatan ini digunakannya untuk belajar mengenal motivasi dan komunikasi secara efektif dalam bekerja. Dia juga mendorong siswa untuk terlibat dalam mendengarkan secara aktif sebagai salah satu cara untuk keikutsertaan orang lain dalam mengembangkan solusi untuk masalah, meningkatkan kemungkinan dari pertumbuhan-perkembangan hubungan. Dengan demikian siswa mendapatkan kesempatan untuk menggunakan kemampuannya dalam berhubungan untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dan kinerja mereka dalam kursus.
Dalam sebuah inovasi pendekatan untuk kasus menulis siswa, Kellogg (1991) dia menganggap peran siswa terutama karakternya dalam kasus ketika menulis laporan mereka. Siswa harus mengenali masalahnya secara empati pengertian bahwa nilai-nilai karakter dan perhatiannya dalam menentukan solusi yang tepat dari kasus masalahnya. Kellogg meresponnya untuk menulis kasus tersebut seolah-olah dia manajer dalam organisasi tersebut. Dia juga mendorong siswa untuk mengirimkan karya mereka sebelum batas waktu yang ditentukan untuk tanggapan tentang pertanyaan khusus dapat dimasukkan dalam revisi. Dia juga mendorong siswa untuk memperbaiki karya mereka dan mereka kembali dalam jangka waktu 1 minggu untuk pertimbangan kembali. Kellogg menemukan bahwa hubungan dia dan siswa bergeser dari instruktur sebagai pengontrol ke kolaborator karena dia bekerja dengan mereka untuk membantu mereka mendapatkan lebih banyak reaksi dari korektor bisnis mereka, dalam sebuah efek transformasi dari “penguasa penuh” menjadi sebuah “kekuatan dengan” orientasi (Miller & Stiver, 1997).
Menciptakan tim melibatkan bantuan tim kerja dan kerjasama untuk menciptakan kondisi yang membantu dan fasilitas asli, keefektivan kinerja tim. Lyons (1991) menggunakan sebuah pembelajaran paradigma kerjasama dengan tim untuk mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan dirinya sendiri. Dalam program ini, Lyons memperkenalkan tim pembangun kegiatan, mengajak siswa-guru berdiskusi dari factor dan kebijakan kelulusan, dan meninjau perbandingan sebagai proses bagjan dari upaya tim untuk melakukan investigasi dan menghadirkan bahan topik pada manajemen sumber daya manusia. Lyons melaporkan bahwa siswa menunjukan bahwa mereka telah belajar banyak sekali dari satu sama lain dan kedatangannya untuk menghargai kontribusi khususnya bahwa anggota tim individu dapat membuat grup.
Egri (1991) menggunakan simulasi permainan peran berdasarkan pada Tabel Lingkungan Hidup dan Ekonomi di Kanada untuk mengilustrasikan efek dari pengambilan keputusan kolaboratif dalam konteks menjawab tantangan oleh para pemilih dengan nilai yang berbeda, kepentingan, dan tujuan. Dalam diskusi berikut, focus topic termasuk pengaruh yang menghambat daya kreasi pada tim, mengidentifikasi rintangan untuk consensus, sumber konflik, strategi untuk menemukan masalah umum dan kekhawatiran, dan mengurangi konflik melalui pendekatan.
Bolton (1999) menggabungkan semua dimensi dari praktek hubungan di dalam kegiatan tim-pembangun dan dia menggunakannya dalam manajemennya. Pada awal proyek tim, dia memperkenalkannya ke kelas untuk menginformasikannya tentang tim berkinerja tinggi, diundang dalam sebuah dikusi dengan siswa yang mempunyai pengalaman positif dan negatif pada tim dan membandingkan pengalaman tersebut dengan mengukurnya dari tim berkinerja tinggi yang baru diperkenalkannya. Dia menggunakan umpan balik pada tugas grup untuk membantu siswa memahami pola kebiasaan mereka dalam pendekatan mereka dalam kegiatan tim. Dalam pertengahan proyek, dia mengeluarkan sebuah sesi kelas yang dimana siswa menyelesaikan gaya pemecahan permasalahan pada alat pengukur. Setelah mengadakan wawancara pada gaya tersebut, Bolton meninjau pendekatannya untuk membuka diskusi untuk memproses masalah pada tim umumnya, misalnya bebas naik, anggota dominan, dan sebagainya. Kegiatan tersebut membantu siswa menggunakannya dalam pencegahan hubungan, dengan mengidentifikasi potensi atau proses munculnya grup bermasalah dan memberikan bimbingan bagaimana dalam cara pendekatannya pada masalah tersebut.
Pada penyelesaian proyek, masing-masing pekerjaan angggota tim tercermin pada tugasnya dan hasil proses dari kelompok kerja mereka. Siswa mempunyai kesempatan untuk mencerminkan tentang apa yang mereka pelajari pada diri mereka sendiri dan apa yang mereka pelajari tentang orang lain, menciptakan peluang untuk saling memberdayakan. Siswa juga dapat menilai efektivitas kerja tim mereka oleh ciri-ciri tim berkinerja tinggi dengan membandingkan proses grupnya.
Seluruh kegiatan selama semester, Bolton (1999) bertindak sebagai pelatih untuk memfasilitasi interaksi diantara anggota tim, dengan cara model demikian siswa dapat mencapai dimensi dari praktek hubungan. Dengan demikian dia menjadi sebagai panduan dan model untuk membantu siswa mencapai hasil yang diinginkan (nilai tinggi dan kepuasan dengan keberlangsungan grup dan meningkatkan kemampuannya untuk bekerja secara efektif pada tim) melalui penggunaan keterampilan berhubungan.


Implikasi dan Arah Masa Depan

Teori hubungan mungkin model yang berguna untuk menambah arti evolusioner praktek manajemen yang bergerak ke arah kolaborasi, tim yang berdasarkan pendekatan untuk pengambialn keputusan. Teori ini didasarkan pada gagasan bahwa pertumbuhan manusia terjadi melalui otentik, keempatian yang saling berhubungan. Sejumlah berita baik itu baru saja diterima kontributor JME yang menggunakan dimensi dari praktek hubungan dalam kelas mereka.
Jika kita ingin pindah dari cara lama, kompetitif, berorientasi laki-laki kelas bisnis untuk merangkul lebih banyak siswa yang bermacam-macam, temasuk partisipasi utama oleh wanita, kita perlu belajar lebih jauh lagi pada teori hubungan dalam setiap komponen dari program-program manajemen dan OB. Praktek hubungan harus terintegrasi dalam seluruh kursus ini.
Beberapa langkah tambahan dapat lebih kuat ditanamkan pada sebuah hubungan pendekatan dalam persyaratan pada kegiatan dalam manajemen dan kelas OB. Perubahan ini akan terjadi pada dua tingkat: isi dan proses. Siswa perlu memahami meningkatkan potensi pertumbuhan dari praktek hubungan baik pada pengertiannya dan pengaruh tingkatannya. Ikhtisar toeri hubungan dapat diperkenalkan selama topic presentasi pada motivasi untuk membantu siswa belajar mengerti tentang nilai pada pekerjaan dari sebuah kolaborasi, sikap bekerjasama. Setelah pengenalan ini, dalam melaksanakan wawancara pada pengalaman kegiatannya, maka instruktur dapat mendorong siswa untuk mengidentifikasi dari praktek hubungan yang dipresentasikan selama kegiatan. Kemudian instruktur dapat mengundang siswa untuk mencerminkan perasaannya pada kegiatannya dan untuk berbagi reaksi tersebut jika mereka menginginkannya. Hal tersebut sangat penting bagi instruktur untuk mangakui dan membiarkan para siswa merasakan melalui mendengarkan dengan tenang. Langkah-langkah ini dapat menciptakan suasana yang lebih ramah untuk siswa perempuan yang ingin belajar melalui cara mereka sendiri dan penglaman orang lain selama kegiatan kelas. Selain itu, memperbolehkan siswa wanita merasakan dapat mempengaruhi sebagian, sehingga terintegrasi, pada pembelajaran mereka. Akhirnya, secara eksplisit mengakui dan mendikusikan teori hubungan dalam mendorong mensahkan keadaan gaya interaktif para wanita.
Dalam banyak kegiatan tim, mengkaji secara mendalam/evaluasi merupakan bagian dari masing-masing siswa di kelas. Dari kebanyakan waktu, evaluasi terletak pada persepsi dari kefokusan kinerja anggota tim. Namun, penelitian menunjukkan bahwa proses oleh dimana pekerjaan dapat diselesaikan dapat memiliki dampak yang kekal pada hubungan dalam grup (Stevens & Campion, 1994). Dari perspektif hubungan, menambahkan umpan balik dapat membantu anggota tim menjadi sadar akan hubungan mereka, dalam beberapa cara tingkat keahlian yang interaktif. Selain tugas yang berhubungan dengan performa, proses tentang umpan balik akan berguna. Umpan balik dapat termasuk anggota observasi tim lainnya tentang kemampuan siswa untuk bekarja pada sebuah tim. Misalnya, untuk apa tingkat pada anggota tim yang bersedia dan mau untuk mendengarkan pandangan pendapat orang lain?Pertanyaan lain kemungkinan apakah anggota tim berusaha saling mendukung solusi untuk masalah tim dan menjadi empati dan jujur dalam menyampaikan keprihatinannya pada tim yang tersisa. Dorongan perilaku jenis ini dapat menciptakan budaya kelas yang membuat siswa perempuan munculnya “suara” mereka.
Sebagai langkah selanjutnya dalam manajemen/kelas OB, teori hubungan dapat digunakan sebagai kerangka untuk meneliti praktek organisasi, norma, dan nilai-nilai. Misalnya, ketika memeriksa budaya umum yang kompetitif pada berbagai organisasi, instruktur dapat mengundang sebuah dikusi biaya untuk kinerja organisasi, kegiatan seperti penimbunan sumber daya, gedung kekaisaran, dan informasi penting pemotongan pajak. Maka diskusi bisa berbelok ke arah yang saling memberdayakan melalui pembuatan keputusan bersama mungkin memperbaiki efek negative dari persaingan dalam organisasi. Dikusi ini dapat membantu siswa perempuan mengintegrasikan nilai-nilai mereka dalam konsep organisasi yang mereka pelajari.
Cara lain teori dapat digunakan untuk memeriksa norma-norma umum yang diterima yang akan menjadi memimpin organisasi sebuah diskusi di kelas yang mendasari penjelajahan asumsi gender dalam organisasi (Kolb, Fletcher, Meyerson, Merril-Sands, & Ely, 1998). Misalnya, dalam banyak organisasi, waktu yang dihabiskan di tempat kerja adalah perwakilan untuk komitmen organisasi. Norma ini berkembang ketika banyak karyawan terutama laki-laki yang telah menikah tidak bekerja dan sampai hari ini, kenikmatan yang ada pada beberapa karyawan yang mempunyai sedikit kewajiban tidak kerja. Dalam melibatkan menghubungkan pencegahan tentang pekerjaan/tanggung jawab tidak bekerja dapat meningkatkan kesadaran siswa dari tantangan tempat kerja, terutama perempuan, pada masa kini.
Salah satu implikasi dari menrapkan praktek hubungan adalah efek memanusiakan yang dimana siswa perempuan lebih bisa membawa dirinya sendiri, perasaan mereka serta pemikiran mereka, kepada kelas. Teori belajar menunjukkan bahwa belajar permanen lebih baik bila akal dan hati yang terlibat. (Daloz, 1986) terutama bagi permpuan (Belenky dkk, 1986). Mengintegrasikan praktek hubugan dalam manajemen/kelas OB dapat membantu instruktur mempersiapkannya lebih baik lagi bagi siswa sampai sekarang, baik laki-laki dan perempuan, untuk hari ini dan masa depan tempat kerja dengan kinerja tinggi.




Referensi

Akin, G. (1991). Mengajarkan pengontrolan diri dalam pengenalan manajemen. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15(3), 295-312.
Alie, R., Beam, H.,& Carey, T.(1982). Penggunaan tim dalam pengelolaan program manajemen prasarjana. Jurnal Manajemen pendidikan, 22(6), 707-719.
Bailey, J., Saparito, P., Kressel, K., Christensen, E., & Hooijberg, R. (1997). Sebuah model untuk mencerminkan pedegogis. Jurnal Manajemen Pendidikan, 21(2), 155-167.
Belenky, M., Clinchy, B., Goldberger, N., & Tarule, J. (1986). Cara wanita mengetahui pengembangan diri, suara, dan pikiran. New York: Basic Books.
Bilimoria, D. (1999). Memperbaiki pelayanan manajemen pendidikan untuk wanita. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(2), 118-122.
Bolton, M. (1999). Peran pelatih dalam tim siswa: A “cuma saat ini” pendekatan untuk belajar. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(1), 233-250.
Catalyst. (2000). Wanita dan MBA: Pintu gerbang untuk kesempatan. New York.
Clark, T. (1999). Pentingnya berbagi keterampilan mendengar dengan penuh perhatian. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(2), 216-223.
Coughlan, D. (1993). Belajar dari emosi melalui jurnal. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17(1), 90-94.
Daloz, L. (1986). Mengajar efektif dan mentoring: Menyadari pola perubahan emosi pada pengalaman pembelajaran kedawasaan. San Francisco: Jossey-Bass.
Dessler, G. (1992). Bagaimana memperoleh tanggung jawab para karyawan anda. Akademi Manajemen Eksekuif, 13(2), 58-67.
Drucker, P. (1992). Mengelola untuk masa depan: Tahun 1990 dan seterusnya. New York: Buku-buku/bulu-bulu Truman Talley.
Drucker, P. (1997, September-Oktober). Melihat ke depan: Implikasi masa kini: Masa depan telah terjadi sekarang. Harvard Bisnis Review, 20-28.
Egri, C. (1999). Suasana latihan peran memainkan meja bundar. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(1), 95-112.
Eylon, D., & Herman, S. (1999). Menjelajahi pemberdayaan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(1), 80-94.
Fisher, H. (1999). Kelamin pertama. Bakat alami wanita dan bagaimana mereka mengubah dunia. New York: Rumah Random.
Fletcher, J. (1996). Teori hubungan dalam tempat kerja. (Batu Pusat Kerja Kertas #77). Wellesley, MA: Wellesley College.
Fletcher, J. (1998). Praktek Hubungan: Merekonstruksi hak-hak wanita pada pekerjaan. Penyelidikan Jurnal Manajemen Pendidikan, 7(2), 163-186.
Fletcher, J. (1999). Menghilangnya tindakan: Gender, Kekuasaan, dan praktek hubungan dalam tempat kerja. Cambridge, MA: MIT Press.
Fletcher, J., & Jacques, R. (1998). Praktek hubungan: Munculnya sebuah aliran teori dan penting untuk studi organisasi. (Wrking paper #3). Boston: Simmons Graduate School of Management, Pusat untuk Gender dan Kefektivan Organisasi.
Fulerton, Jr., H. (1999). Proyek Tenaga kerja untuk 2008: Manfaat pertumbuhan dan mengubah komposisi. Monthly Labor Review, 122 (11), 19-32.
Gallos, J. (1993). Pengalaman wanita dan cara mengetahuinya: Implikasi untuk mengajar dan pembelajaran dalam perilaku kelas organisasi. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17(1), 7-26.
Gilligan, C. (1982). Dalam sebuah perbedaan suara. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Goleman, D. (1998, November/Desember). Apa yang membuat seorang pemimpin? Harvard Business Review, 92-102.
Gregorson, H., Oddou, G., & Ritchie, J. (1993). Sebuah persiapan paradox. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17(1), 50-56.
Helgeson, S. (1990). Keuntungan perempuan: Cara kepemimpinan perempuan. New York: Doubleday.
Helgeson, S. (1995). Jaringan yang dicantumkan. New York: Currency Doubleday.
Jordan, J. (1993). Pengertian kebersamaan. Dalam J. Jordan, A. Kaplan, J. B. Miller, I. Stiver, & J. Surrey (Eds), Petumbuhan wanita dalam berhubungan (pp. 67-80). New York: Guilford.
Kellogg, D. (1991). Menetapkan menulis bisnis untuk meningkatkan potensi belajar dari kasus kursus. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15(1), 19-34.
King, W. (1998). Sebuah semester panjang pengalaman latihan kerja untuk mengembangkan pemahaman, Jurnal Manajemen Pendidikan, 22 (6) ,720-735.
Kolb, D. (1984). Pengalaman belajar. Englewoods Cliff, NJ: Prentice-Hall.
Kolb, D., Fletcher, J., Meyerson, D., Merrill-Pasir, D., & Ely, R. (1998). Membuat perubahan: Sebuah kerangka kerja untuk mempromosikan kesetaraan jender dalam organisasi. CG Jender Lens, 3 (2), 1-4.
Lyons, P. (1991). Mempercepat tim saling tergantung dengan paradigma pembelajaran koperasi. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15 (2), 265-267.
MacLellan, C., & Dobson, J. (1997). Perempuan, etika, andMBAs. Journal of Business Ethics, 16, 1201-1209.
McKnight, M. (1995). Sifat orang keterampilan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 19 (2), 190-204.
Miller, J. B. (1987). Baru psikologi terhadap perempuan (2nd ed.). Boston: Beacon Press.
Miller, J. B. (1988). Sambungan, dan disconnections pelanggaran. (Stone CenterWorking Papers, # 33). Wellesley, MA: Wellesley College.
Miller, J. B. (1991). Pengembangan perempuan rasa diri. J. di Yordania, A. Kaplan, J. B.
Miller, I. Stiver, Surrey & J. (Eds.), Wanita pertumbuhan sambungan (pp. 11/26). New York: Guilford.
Miller, J. B., & Stiver, I. P. (1997). Penyembuhan dengan sambungan: Bagaimana perempuan dalam bentuk hubungan pengobatan dan dalam kehidupan. Boston: Beacon.
Mohrman, S., Cohen, S., & Mohrman, A., Jr (1995). Merancang tim berbasis organisasi. Baru bentuk pengetahuan untuk bekerja. San Francisco: Jossey-Bass.
Murphy, K. (1991). Kita yang datang untuk mengajar adalah orang untuk belajar. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15 (4), 391-397.
Neal, J., Schor, S., & Sabiers, M. (1998). Ini adalah hidup Anda! Jurnal Manajemen Pendidikan, 22 (6), 745-752.
Rapoport, R., & Bailyn, L. (1996). Relinking hidup dan bekerja: Pada masa depan yang lebih baik (Ford Foundation Laporan). Detroit, MI: Ford Foundation.
Rosener, J. (1995). Amerika kompetitif rahasia: Memanfaatkan wanita sebagai strategi manajemen. New York: Oxford University Press.
Sims, R., & Lindholm, J. (1993). Kolb belajar dari pengalaman model: Sebuah langkah pertama dalam mempelajari bagaimana untuk belajar dari pengalaman. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17 (1), 95-98.
Smith, P., & Oakley, E. (1997). Jender yang berhubungan dengan perbedaan nilai-nilai sosial dan etika bisnis siswa: Implikasi untuk manajemen. Journal of Business Ethics, 16, 37-45.
Stevens, M., & Campion, M. (1994). Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk tim persyaratan: Implikasi untuk sumber daya manusia. Journal of Management, 20, 503-530.
Surrey, J. (1991). The "hubungan dalam diri sendiri": Sebuah teori pembangunan perempuan. J. di Yordania, A.
Kaplan, J. B. Miller, I. Stiver, & J. Surrey (Eds.), Wanita pertumbuhan sambungan (pp. 51-66). New York: Guilford.
Tannen, D. 1990. Anda hanya tidak mengerti. Perempuan dan laki-laki dalam percakapan.
Waddock, S. (1999). Surat ke teman. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23 (2), 190-200.
Weisinger, H. (1998). Emosional di tempat kerja. San Francisco: Jossey-Bass.
Wootton, B. (1997). Perbedaan gender dalam pekerjaan pekerjaan. Tinjauan bulanan Tenaga Kerja, 120 (4), 15-24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar