Minggu, 24 Mei 2009

Pendidikan 'Home Schooling' Akan Diatur Depdiknas

Jurnalnet.com (Sawangan): Pemerintah akan mengkaji pengaturan tentang model pendidikan informal seperti 'home schooling'. Untuk saat ini Direktorat Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas dalam tahun ini akan menyelesaikan aturan penyelenggaraan model 'bersekolah di rumah' ini.

Hal ini dimaksudkan agar peserta didik atau anak-anak di home schooling itu dapat memiliki hak yang sama atau kesetaraan pendidikan di sekolah reguler, seperti acuan kurikulum maupun pengakuan kelulusan pendidikannya. Hal itu dikatakan oleh Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ace Suryadi, kepada pers di sela-sela acara Rembug Nasional Pendidikan di Sawangan, Jawa Barat, Kamis (20/4).

"Saat ini kami sedang membuat mekanisme tentang home schooling dan 'mobile services'-nya. Pasalnya, jika home schooling tidak diatur oleh program pemerintah akan merugikan peserta didik itu sendiri karena tak memiliki ijazah. Saat aturan itu direncanakan dibuat di tingkat Direktorat PLS. Tapi jika sudah berkembang banyak maka akan diatur di tingkat lebih tinggi," katanya.

Munculnya home schooling (sekolah di rumah) yang kini mulai 'menjamur' akibat keraguan terhadap mutu pendidikan nasional serta biaya pendidikan yang semakin mahal. "Munculnya model pendidikan seperti home schooling ini karena ketidakpuasan para orang tua. Saya menilai ini positif, semakin banyak orangtua yang puas dengan sistem pendidikan maka hal itu bukanlah gejala buruk. Gejala ini membangun kekritisan para orang tua terhadap pendidikan itu sendiri," katanya.

Ia mencontohkan anak Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Sofyan A Djalil mengenyam pendidikan Paket C. Bagi anaknya saat mengenyam pendidikan di sekolah reguler dianggap memenjarakan dirinya.

Seperti yang dilansir Kompas (1/4), Sofyan A Djalil mengatakan sistem pendidikan nasional cenderung memberikan iming-iming yang tidak realistis. Semua orang harus masuk universitas. Kalau tidak masuk universitas merasa gagal. "Ketika Mendiknas bertemu dengan Ratna Megawangi (istri Sofyan A Djalil) mengatakan anaknya yaitu Safitri stres karena tidak ada waktu untuk membaca (belajar lebih banyak untuk memahami pelajaran, red) sewaktu duduk di bangku sekolah reguler. Pagi-siang dicekoki pelajaran, siang-sore ikuti kursus, dan malamnya ada PR sekolah," ungkap Ace.

Ace mengungkapkan hingga saat ini peminat pendidikan Paket C yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah semakin banyak. Sedangkan peminat di Paket A (setara SD) sudah menurun dan kini hanya 90.000 peserta, dan Paket B (Setara SMP) masih tinggi yaitu sekitar 500.000 peserta.

Menurut Ratna, seperti yang dikutip Ace, setelah mengikuti program pendidikan Paket C (setara SMA) anak tersebut 'menemukan dirinya' yaitu lebih banyak waktu untuk membaca, sehingga kecerdasan si anak dapat lebih berkembang dan meningkat.

"Mungkin saja anak-anak di atas rata-rata (IQ-nya, red) seperti Safitri cocok dengan model Paket C karena dalam situasi yang lebih bebas, dan saya kira model seperti ini (Safitri) akan lebih banyak. Di kemudian hari Dest School Society mungkin akan tercipta," katanya.

Sebenarnya home schooling di Indonesia telah ada sejak dulu, hanya saja dulu namanya berbeda. Belajar jarak jauh semacam e-learning seperti pendidikan terbuka. Home schooling memang menajdi model pendidikan alternatif bagi peserta didik.

Pada prinsipnya, home schooling ini merupakan pendidikan alternatif dengan menekankan pola kurikulum yang lebih fleksibel dalam pengajarannya. Awal pembentukan home schooling itu sendiri di Amerika Serikat (AS) merupakan wujud pengawasan preventif orangtua terhadap anak-anaknya. Sekolah di sana dinilai sudah tidak bisa lagi menjadi lembaga pembelajaran yang sehat.

Misalnya, berdasarkan kasus yang sering terjadi sekolah tidak jarang menjadi ajang perkelahian dan peredaran obat bius. Sehingga para orangtua berkumpul untuk menyediakan pendidikan bagi anak-anak mereka. Semula memang dikelola oleh orangtua sendiri, namun selanjutnya berkembang dengan mendatangkan pengajar ke rumah, layaknya model pendidikan anak-anak keluarga bangsawan zaman dulu.

Orangtua juga mempunyai alasan lain dalam menerapkan home schooling, yaitu keinginan untuk memberi kebebasan kepada anak-anak mereka tentang hal-hal yang ingin dipelajari lebih banyak sesuai bakat dan minat masing-masing.

Pemerintah melihat home schooling telah makin diminati di negeri ini, dan ada baiknya para orangtua membentuk komunitas mandiri yang khusus mengelola pendidikan alternatif ini dengan memasukkan muatan-muatan khusus, misalnya pendidikan untuk mengenal tanah air dan budayanya, pendidikan kesenian, kecintaan membaca, dan lain-lain.

Model pendidikan dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu formal yaitu pendidikan reguler seperti sekolah, pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang seperti kursus, dan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan diantaranya seperti home schooling.

"Saat ini model home schooling memang fleksibel. Pada umumnya model ini dipilih oleh masyarakat yang mampu. Ada kecendrungnya bertambah, dan biasanya untuk memperoleh ijazah mereka akan mengikuti Paket B atau paket C. Sehingga ujian mereka standar yang ditetapkan pemerintah ," katanya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar