Minggu, 24 Mei 2009

Software Rp 10 M Tanpa Tender, Uang Ditransfer ke Sekolah

Senin, 30 Maret 2009 | 7:21 WIB

Sidoarjo | Surya -Pengadaan software matematika dan fisika untuk SMP dan SMA negeri dan swasta senilai total Rp 10 miliar di Sidoarjo diduga kuat mengandung unsur ‘permainan’, karena tidak melalui proses tender.
Selain itu, DVD yang dikemas dalam kardus berisi 12 keping itu dinilai mahal karena dibanderol Rp 17 juta.

Software yang sudah dimiliki sejumlah sekolah itu dinilai sangat membantu proses belajar mengajar. Namun aliran dana untuk mendapatkan cakram padat itu dengan pihak ketiga yang diduga tidak beres.

Pasalnya, saat pengadaan barang, masing-masing SMP dan SMA ditransfer dana seolah-olah sekolah butuh software. Padahal, diduga ini hanya untuk memecah nominal uang demi menghindari tender.

Informasi yang diperoleh di lapangan menyebutkan, dana sebesar Rp 10 miliar itu cair dalam dua tahap. Dari APBD senilai Rp 7 miliar dan PAK Rp 3 miliar.

Dana ini kemudian ditransfer ke sekitar 320 sekolah pada Desember 2008, setelah beberapa kepala sekolah negeri dan swasta di Sidoarjo dikumpulkan dan diminta nomor rekening. Inti pembicaraan pertemuan itu adalah sekolah mendapat kucuran dana Rp 17 juta untuk pembelian peralatan pengajaran siswa.

Penyaluran uang ke sekolah diawali ketika Pemkab Sidoarjo mengucurkan dana Rp 17 melalui rekening di beberapa sekolah negeri dan swasta. Dana itu hanya parkir sementara.

Pihak sekolah diperintahkan menyetor dana yang diterimanya itu kepada rekanan di kawasan Kota Sidoarjo yang ditunjuk pemkab. Setelah setor uang, pihak sekolah menerima software berlabel pesona matematika dan fisika.

“Uang yang disetor tidak sebanding dengan apa yang kami terima. Jujur saja, kalau uang itu murni dari kantong pribadi, eman. Masak, 12 keping DVD dijual Rp 17 juta,” tutur seorang kasek di kawasan Tanggulangin beberapa waktu lalu.

Bagaimana pajaknya? Kasek ini mengaku tidak tahu, karena ia hanya disuruh membawa uang dan ditukar dengan DVD. Itu saja. Diduga, uang Rp 17 juta itu dikumpulkan semua oleh pihak ketiga baru dipotong pajak. Karena nominalnya Rp 10 miliar.

Setelah menerima DVD, pihak sekolah mengikuti training di Malang dengan ongkos pribadi. “Memang sih cara pengajarannya enak dan mudah dicerna siswa,” aku kasek tadi.

Software yang dimiliki sekolah itu sejak awal Maret tidak bisa digunakan lagi, karena ternyata sudah kedaluwarsa. Dua bulan pertama, software harus diupgrade kepada rekanan yang ditunjuk.

“Ini belum kami bawa ke pihak ketiga untuk upgrade. Jadi, masih belum bisa dipakai. Katanya setelah empat tahun software ini tidak bisa dipakai lagi,” jelas sang kasek.

Cakram padat itu tergolong canggih karena diproteksi dengan kunci yang menyerupai flashdisc. Meski sudah dimasukkan, software tidak bisa dipakai jika tidak pakai PIN. Satu mata pelajaran ada kuncinya sendiri dan tidak bisa dipakai di tempat lain. Bahkan software itu tidak bisa digandakan, karena sudah diproteksi rekanan.

Apakah semua sekolah yang sudah menerima transferan dana itu menukar Rp 17 juta itu dengan 12 DVD? Ternyata ada juga yang mokong. Ada sekolah yang sengaja tak mengambil paket DVD. “Uang itu masih ada di rekening,” jelas kasek lain.

Kasek ini sengaja tidak mengambil DVD setelah mendapat cerita dari sekolah lain yang lebih dulu mengambil. Begitu tahu yang diperoleh hanya software berisi 12 keping DVD dan bukan hardware, sekolah itu membiarkan. “Biarkan saja uangnya di bank. Kami tidak minta kok, melainkan diberi,” ucapnya.

Anggota Komisi B DPRD Sidoarjo Kalim menduga telah terjadi penyimpangan dalam penyerapan anggaran. Sesuai nomenklatur, anggaran sebesar Rp 10 miliar itu seharusnya diberikan dalam bentuk software ke sekolah.

Namun, yang terjadi justru pihak Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) menyetorkan Rp 17 juta ke rekening sekolah. “Terus bagaimana kalau pihak sekolah mendiamkan uang yang parkir di rekeningnya atau tidak mengambil software,” ujarnya.

Ia tidak bisa menyalahkan pihak sekolah yang tidak membuat laporan pertangungjawaban (LPJ) ke BPKKD, karena menganggap harga software terlalu mahal. Kalim menduga, ada upaya menghindari tender dengan mengirim uang ke sekolah.

Untuk pengadaan barang senilai Rp 10 miliar, katanya, harus ada tender. Untuk mencegah agar tidak ditender, diatur seolah-olah pihak sekolah butuh software dan menunjuk rekanan. Padahal, uang untuk membeli software itu dari pemkab juga. “Ini bentuk penyimpangan gaya baru,” kritik wakil rakyat ini.

Kadiknas Pemkab Sidoarjo MG Hadi Sutjipto saat didatangi ke kantornya usai Sholat Jumat (27/3) tidak ada di tempat. Dengan demikian Surya belum berhasil mengonfirmasi berita ini kepadanya.

Begitu pula, Kepala TU Diknas Ahmad Zaini juga tidak ada di tempat. “Bapak takziah ke Tulangan, ada staf Diknas yang meninggal dunia,” tutur salah seorang stafnya.

Sementara Kepala BPKKD Didiek Setyono saat dihubungi membenarkan bahwa BKKD mentransfer uang ke sekolah. Mengenai proses tendernya, ia mengaku tidak tahu. mif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar