Kamis, 28 Mei 2009

visi dan misi

visi saya adalah ingin menjadi seorang Pengusaha. Tetapi sampai saat ini saya belum pernah mencoba untuk membuka sebuah usaha apa pun, karena belum berani menjalankan sendiri Dan belum mempunyai modal sendiri. Semoga saja nanti pada saat saya lulus kuliah, saya dapat mewujudkannya.

Sedangkan misi saya adalah belajar yang rajin, agar dapat mewujudkan visi saya.

Selasa, 26 Mei 2009

Living Values: An Educational Program Educator Training Guide Pendidikan Nilai: Program Pendidikan LVEP Panduan Pelatihan bagi Pendidik

BAB I:

Merancang Pelatihan


Melatih Pelatih (TTT) atau pelatihan pendidik

Sesi awal Pendidikan Nilai: Suatu Program Pendidikan di,ulai di musim panas tahun 1997 di Oxford, Inggris. Sejak saat itu program tersebut meledak di seluruh dunia. TTT biasanya berupa pelatihan selama lima atau enam hari.
TTT disusun untuk melatih para pendidik berpengalaman dan pelatih guru untuk mengadakan sesi pelatihan pendidik LVEP. TTT juga mencakup suatu ulasan mengenai kemampuan presentasi seseorang, tetapi mengembangkan keterampilan seperti ini berada di luar cakupan materi pelatihan. Disarankan bagi para peserta pelatihan untuk menggunakan bahan-bahan tersebut dengan murid-murid, dan membantunya dengna suatu pelatihan sebagai “pelatih” sebelum mencoba melakukan pelatihan sendiri.
Pelatihan Pendidik LVEP dapat berlangsung dalam jangka waktu yang berbeda. Sebagian besar berlangsung dalam satu sampai tiga hari. Kami rekomendasikan paling sedikit dua hari bagi para professional untuk dapat mencerna, begitu juga mempelajari, pendidikan berbasis nilai dan keterampilan yang diperlukan untuk menciptakan suasana tersebut dikelas.

Deskripsi tentang Pelatihan LVEP

Selama pelatihan Pendidikan Nilai: Suatu program Pendidikan, para pendidik berpartisispasi dalam sesi penyadaran nilai-nilai. Pelatihan ini kemudian berlanjut pada keterampilan untuk menciptakan suatu suasana berbasis nilai. Dalam pelatihan yang lebih lama, keterampilan ini akan meliputi pemahaman, penggerak serta membangun perilaku secara positif; mendengar secara aktif; memecahkan konflik; membuat peraturan yang bertanggung jawab; dan disiplin berbasis nilai.

Kualifikasi Peserta dan Status terkini

Pelatihan Pendidik
Pelatihan pendidik LVEP ditujukan bagi para pendidik yang memiliki minat pada pendidikan berbasisi nilai. Individu seperti pemimpin pramuka dan sukarelawan dapat memimpin aktivitas nilai dengan cukup berhasil.

TTT untuk Pelatih Guru
Peserta untuk TTT LVEP sebaiknya adalah para pendidik professional: guru, pelatih guru, pekerja di bidang pendidikan, dan psikolog yang telah memiliki keterampilan dalam memberikan pelatihan kepada orang dewasa atau memfasilitasi suatu kelompok. Secara ideal, mereka sebaiknya sudah mengikuti suatu seminar singkat mengenai Pendidik LVEP dan sebaiknya ditujukan sebagai pelatih guru LVEP dan memiliki komitmen untuk melakukan sinimal dua sesi pelatihan pendidik LVEP di komunitas atau Negara mereka sendiri.

Fasilitator untuk Orang Tua
TTT dapat menambahkan satu atau dua hari tambahan pada akhir seminar bagi peserta yang ingin memfasilitasi Kelompok Orang Tua Pendidikan Nilai. Panduan pelatihan ini tidak mencakup informasi tambahan mengenai kelompok bimbingan orang tua. Kelompok Orang Tua Pendidikan Nilai: Suatu Panduan Fasilitator membahas topic ini secara rinci.

Fasilitator untuk Aktivitas Nilai bagi Pengungsi dan Anak-Anak Korban Perang
Kami sangat menyarankan bahwa siapa pun yang ingin menjadi seorang pelatih untuk Aktivitas Pendidikan Nilai dari LVEP bagi pengungsi dan anak-anak korban perang haruslah seorang psikolog dengan latar belakang pendidikan yang sangat kuat, atau seorang guru dengan latar belakang psikolog yang sangat kuat. Pelatihan ini memerlukan minimal sepuluh hari.


Tujuan Pelatihan

Tujuan untuk Suatu Pelatihan Pendidik LVEP
Tujuannya adalah:
 Mengenal Pendidikan Nilai: Suatu Program Pendidikan dan suatu kerangka kerja di dalamnya dengan pembelajaran berbasis nilai dapat diterapkan dalam suatu system.
 Mengeksplorasi keterampilan untuk menciptakan suatu suasana atau etos berbasis nilai.
 Berpartisipasi dalam suatu proses yang terbuka dan aktif, mengeksplorasi cara-cara di mana nilai-nilai dapat diekspresikan dan dimodelkan.
 Bekerja dengan tim untuk menjalani aktivitas nilai untuk anak-anak.
 Memiliki jaringan kerja dengan pendidik-pendidik lain yang memiliki komitmen terhadap pengembangan diri yang positif untuk anak-anak.
 Menciptakan sikap antusias untuk terlibat dalam LVEP dan pendidikan nilai-nilai.

Tujuan untuk suatu Melatih-Pelatih LVEP
Tujuan suatu TTT bagi peserta akan mencakup tujuan yang tercantum di atas, dan juga:
 Mengenal komponen-komponen tertentu dalam Panduan Pelatihan Pendidik LVEP.
 Memahami pentingnya bagi seorang pelatih untuk menciptakan suatu suasana penghargaan dan kasih berbasis nilai selama proses pengajaran dan pembelajaran dalam suatu Pelatihan Pendidik LVEP.

Menentukan Komponen-Komponen Pelatihan
Komponen Pelatihan adalah blok pembangunan suatu pelatihan LVEP. Daftar berikut menunjukkan Komponen Pelatihan dalam susunan presentasi yang disarankan. Isi rinci dari setiap komponen pelatihan akan diuraikan dalam Bab II.

Susunan Presentasi yang Disarankan

Komponen Pelatihan
1. Sesi perkenalan
2. Kesadaran Nilai
3. Menciptakan suatu Suasana Berbasis Nilai
4. Komponen LVEP
5. Aktivitas Nilai dengan Pendidik
6. Keterampilan untuk Menciptakan Suasana Berbasis Nilai
7. Proses Evaluasi 
8. Form Evaluasi dan Monitor 
9. Menggunakan Panduan Pelatih Pendidik (hanya TTT)
10. Keterampilan Presentasi (hanya TTT)
11. Tujuan dan Strategi Implementasi
12. Sesi Penutup

Gunakan panduan ini sebagai kesatuan dari Pendidikan Nilai untuk Anak-Anak dan/atau Pendidikan Nilai untuk Remaja.


BAB II :

Komponen-Komponen Pelatihan


1. SESI PERKENALAN

Langkah Pertama: Ucapan Selamat Datang
Mengucapkan selamat datang kepada peserta. Jika pelatihan diselenggarakan oleh suatu universitas, Departemen Pendidikan, sekolah, atau organisasi lain, Anda dapat meminta pimpinan organisasi tersebut untuk membuka sesi ini dengan pidato atau sambutan singkat mengenai pendidikan berbasis nilai.

Langkah Kedua:
Menempatkan Pelatihan dalam konteks yang Tepat

Kebutuhan akan Pendidikan Berbasis Nilai
Selalu penting untuk melihat relevansi pelatihan ini dengan system pendidikan terkini. Anda mungkin perlu mengaitkan pelatihan ini dengan situasi pendidikan terkini dalam suatu Negara, kebutuhan atau masalah yang dihadapi para guru atau hal-hal penting di daerah tersebut.

Pentingnya Dimensi Intrapersonal
Menempatkan Dimensi Intrapersonal sebagai penghubung roda menguatkan pemahaman bahwa:
1. Setiap tindakan berasal dari diri kita sendiri, apakah itu berkaitan dengan tubuh, lingkungan, logika, musik, interpersonal, verbal atau visual.
2. Kita semua memiliki kapasitas untuk berkembang dalam setiap dimensi dengan derajat kesuksesan yang berbeda, bergantung pada usaha dan kesempatan.
3. Seluruh proses belajar, berpikir, dan tindakan dimulai dengan pikiran dalam diri sendiri dan dimiliki oleh diri sendiri.
4. Waktu untuk tetap dalam diri sendiri, untuk memadukan gagasan dan merefleksikan, sama penting dengan menjadi aktif secara praktis.
5. Cinta belajar, cinta akan subjek tertentu, keinginan mendapatkan kebahagiaan dan cinta akan kemanusiaan dimulai dari diri sendiri.
6. Pintu kepada era kesempatan yang baru dan kemungkinan di masa datang berpusat pada pemahaman akan diri sendiri.
7. Karena jantung dari seluruh pembelajaran adalah kapasitas untuk memahami dan mengembangkan kualitas inti kita sehingga kita dapat menghubungkannya satu sama lain dengan kesopanan, kejujuran, saling menghargai, tanggung jawab, dan toleransi.

Langkah Ketiga: Sejarah dan Tinjauan Mengenai LVEP

Walaupun poin informasi utama telah disajikan dalam presentasi tersebut, yang tertera di bawah ini adalah beberapa informasi tambahan.

Transparansi 1: Mengeksplorasi dan Mengembangkan Nilai-Nilai Universal untuk Suatu Dunia yang Lebih Baik
Program ini menawarkan berbagai pengalaman aktivitas nilai dan metodologi praktis untuk mengeksplorasi dan mengembangkan dua belas nilai utama individu dan social-dua belas nilai-nilai universal: Kedamaian, Penghargaan, Cinta, Kenbahagiaan, Kebebasan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Kerendahan Hati, Toleransi, Kesederhanaan, Kerja Sama, dan Persatuan.

Transparansi 2: Pendidikan Nilai: Suatu Program Pendidikan adalah Suatu Kemitraan antara Para Pendidik di Seluruh Dunia
Program ini didukung oleh UNESCO, disponsori oleh Spanish National Committee dari UNICEF, Planet Society, dan Brahma Kumaris, dengan bimbingan Education Cluster UNICEF (New York).

Transparansi 3: Maksud
Maksud program ini adalah memberikan panduan prinsip dan alat untuk pengembangan manusia utuh, menyadari bahwa setiap individu terdiri dari dimensi fisik, intelektual, emosional, dan spiritual.

Transparansi 4: Tujuan
Tujuannya adalah:
• Untuk membantu setiap individu berpikir dan merefleksikan nilai-nilai yang berbeda serta implikasi praktis dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kaitannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan dunia secara keseluruhan.
• Untuk menggali lebih dalam pemahaman, motivasi, dan tanggung jawab, yang berkaitan dengan membuat pilihan individu dan social yang positif.
• Untuk memberi inspirasi kepada individu untuk memilih nilai individu, social, moral, dan spiritual pribadi, dan menyadari metode praktis untuk mengembangkan dan menggali lebih dalam nilai-nilai ini.
• Untuk mendorong pendidik dan penanggung jawab untuk memperlakukan pendidikan dengan membekali siswa dengan filosofi hidup, karenanya memfasilitasi seluruh pertumbuhan, pengembangan, dan pilihan mereka sehingga mereka dapat mengintegrasikan diri mereka ke dalam lingkungan dengan penghargaan, kepercayaan, kepada diri sendiri serta tujuan.

Transparansi 5: Berbagi Nilai untuk Suatu Dunia yang Lebih Baik
Proyek ini berfokus pada nilai-nilai universal. Temanya-diambil dari suatu pandangan dalam pembukaan Piagam PBB-adalah “Untuk menguatkan kembali keyakinan dalam hak-hak asasi manusia, dalam kejayaan dan kekayaan manusiawi seseorang….”

Transparansi 6: “Kelahirannya”
Pendidikan Nilai: Suatu Buku Panduan diciptakan sebagai bagian dari proyek internasional, Berbagi Nilai untuk Suatu Dunia yang Lebih Baik.
Pendidikan Nilai: Suatu Inisiatif Pendidikan (LVEI) lahir ketika dua puluh pendidik dari seluruh dunia berkumpul di kantor pusat UNICEF di New York pada agustus 1996 untuk membahas kebutuhan anak, pengalaman mereka dalam bekerja dengan nilai-nilai dan bagaimana pendidik dapat mengintegrasikan nilai-nilai tersebut untuk menyiapkan siswa secara lebih baik akan pembelajaran sepanjang hidup.
Menggunakan Pendidikan Nilai: Suatu Buku Panduan dan “Konvensi mengenai Hak-Hak Anak”.


Transparansi 7: Alat untuk Pendidik Living Values (pilihan)
Alat ini terdiri dari dua belas bagian:
1) Mengatur Konteksnya
2) Komitmen
3) Manual untuk Pendidik
4) Blue print: Kurikulum Berbasis Nilai
5) Pendidikan Nilai untuk Anak Usia 2-7
6) Pendidikan Nilai untuk Anak Usia 8-14
7) Pendidikan Nilai untuk Remaja
8) Modul untuk Orang Tua/Wali
9) Lampiran untuk Pendidikan Nilai
10) Evaluasi
11) Melatih Pelatih 
12) Modul untuk Pengungsi

Transparansi 8: Enam Buku LVEP
Isi dari Alat untuk Pendidik Living Values yang asli telah diperluas dan dibagi menjadi enam buku pada tahun 1999 dan awal 2000.
• Pendidikan Nilai untuk Anak Usia 3-7 (Living Values Avtivities for Children ages 3-7).
• Pendidikan Nilai untuk Anak Usia 8-14 (Living Values Avtivities for Children ages 8-14).
• Pendidikan Nilai untuk Remaja (Living Values Activities for Young Adults).
• Panduan Pelatihan Pendidik LVEP (LVEP Educator Training Guide).
• Pendidikan Nilai Kelompok Orang Tua: Panduan Fasilitator (Living Values Parent Group = A Facilitator Guide).
• Pendidikan Nilai untuk Pengungsi dan Anak-Anak Korban Perang (Living Values Activities for Refugees dan Children-Affected-by-War).


Transparansi 9: Di Mana Kita Sekarang 
Para pendidik menyatakan bahwa siswa terbuka terhadap aktivitas nilai dan menunjukkan minat dalam mendiskusikan dan menerapkan nilai-nilai. Guru-guru melihat bahwa para siswa tampak lebih percaya diri, lebih menghargai orang lain, dan menunjukkan peningkatan dalam keterampilan individu dan social yang positif dan kooperatif.

Transparansi 10: Berlaku di 64 Negara
Materi LVEP telah digunakan pada tempat-tempat di 64 negara.

Langkah Keempat:Aktivitas Perkenalan

Catatan Pelatih: Terdapat banyak macam aktivitas perkenalan. Pilihlah satu yang sesuai dengan kondisi dan jumlah peserta. Jika anda memiliki lebih dari tiga puluh peserta, Anda perlu mempertimbangkan memainkan suatu permainan daripada acara perkenalan peserta satu persatu.

Perkenalan Peserta
Mintalah setiap orang untuk mengenalkan diri, menyebutkan nama dan satu kalimat tentang topic yang relevan. Mereka bisa, sebagai contoh, mengatakan mengapa mereka tertarik pada pengembangan nilai, atau sebutkan dua nilai yang mereka ingin lihat di dalam lingkungan kita atau di dunia.

“Jika Saya Seekor Binatang, Saya Mau Menjadi…”
Dalam permainan perkenalan ini, setiap peserta memperkenalkan dirinya kepada orang lain dan kemudian mengajukan satu pertanyaan. Satu pertanyaan tersebut harus dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”, dengan membayangkan jenis binatang yang tertulis pada kertas yang ditempelkan di punggungnya. Contoh, “Apakah binatang ini memiliki empat kaki?” “Apakah binatang ini mamalia?” Ketika mereka membayangkan nama binatang, mereka mencoba dan menebak kelebihan atau kualitasnya.
Setelah peserta memahami petunjuknya, minta mereka untuk menempelkan kertas mereka di punggung orang lain, tidak membiarkan orang tersebut melihat apa yang tertulis. Mainkan musik dan permainan dimulai.

Icebreaker Bingo
Berikan kepada setiap peserta Lembar Icebreaker Bingo dan minta mereka untuk mengedarkannya, untuk menemukan satu orang pada satu waktu yang dapat menandatangani kotak pada Lembar Bingo.

Dialog dengan Mitra
Minta peserta untuk berbagi dengan seorang mitra jawaban-jawaban mereka untuk pertanyaan berikut. Alokasikan sekitar enam menit untuk ini.
• Dengan binatang apa Anda mengidentifikasikan diri?Mengapa?.
• Apa harapan Anda dengan mengikuti kursus ini.
• Mengapa Anda di sini?.

Kemudian, minta mereka untuk menceritakan harapan-harapan mereka. Catat jawaban mereka di flipchart, kemudian beri komentar tentang bagaimana tema kursus ini berhubungan (atau tidak berhubungan) dengan harapan mereka.

Nilai-Nilai Masa Lalu, Kini, dan Masa Datang
Mainkan musik ketika Anda mulai dengan instruksi. Berikan contoh kepada setiap peserta satu lembar kertas kosong. Katakan, “Saya ingin Anda mengingat saat ketika Anda masih kecil. Pikirkan bagaimana penampilan dan apa yang Anda rasakan, apa yang Anda dimainkan, ekspresi pada wajah dan mata Anda, dan nilai atau kualitas apa ang penting buat Anda.” (Berikan waktu sejenak.)

Langkah Kelima: Menyajikan Agenda dan Aturan-Aturan Dasar
Catatan Pelatih: Pastikan setiap peserta mendapatkan kopi agenda. Satu peraturan yang mungkin Anda ingin bagikan untuk diterapkan dan minta kelompok untuk menyetujuinya, adalah memulai setiap sesi tepat waktu.
Contoh Peraturan Dasar seperti di bawah ini., diberikan oleh Carol Gill.
Contoh Peraturan Dasar
• Mulai dan akhiri tepat waktu.
• Dengar secara aktif. Dengarkan dari hati.
• Singkat. Tidak ada “Kotak Sabun”.
• Bangun berdasarkan gagasan setiap orang.
• Tidak ada gagasan yang buruk. 
• Tinggalkan “Koper” di luar.
• Tidak ada karet yang kendur.
• Ciptakan jaringan kerja.
• Buatlah mukjizat terjadi.
• Bersenang-senang!.

2. KESADARAN NILAI

Sesi Pertama: Nilai-Nilai Kita, Pengembangan Nilai pada Anak-Anak
Catatan Pelatih: Berikut ini terdapat satu scenario karena beberapa pelatih meminta cukup rinci dalam bentuk format ini. Anda bebas menerapkannya dengan gaya Anda sendiri.

Sambutan Pembuka
“Nilai-nilai mempengaruhi hidup kita setiap saat. Mereka merupakan kekuatan pembimbing dalam setiap hal yang kita lakukan dan ingin kita capai. Jika nilai-niali tersebut sejalan dengan tindakan kita, kita berada dalam keharmonisan. Tetapi, apa itu nilai? Bagaimana kita telah mengembangkannya? Saya ingin Anda merefleksikannya beberapa nilai ketika saya minta Anda untuk memikirkan beberapa hal. Tolong tuliskan jawaban Anda.”

Proses 
Mainkan lagu yang menenangkan, dan mulai latihan Refleksi berikut. Sediakan cukup waktu untuk memberikan jawaban. Amati ketika mereka selesai. Katakan:
• “Saya ingin Anda memikirkan seseorang yang telah mempengaruhi hudup Anda dalam cara yang positif.”(Jeda selama beberapa saat)
• “Nilai atau kualitas apa yang Andalihat terdapat pada orang tersebut yang menyebabkannya tampak berbeda? Tolong tuliskan kulitas atau nilai yang membuat hal menjadi penting untuk Anda.” (Jeda selama satu menit)
• “Nilai apa yang mempengaruhi keputusan Anda menjadi seseorang pendidik? Tuliskan.” (Berikan tiga menit)
• “Pikirkan apa yang paling Anda senangi dalam mengajar. Apakah itu yang Anda hargai dalam waktu-waktu yang Anda ingat?” (Berikan tiga menit) 
• “Apa itu nilai?”

Isi 
“Dikatakan bahwa anak-anak membentuk nilia-nilai mereka pada umur 5 tahun. Orang dewasa dikatakan hanya mengubah nilai-nilai mereka jika mereka mengalami perubahan hidup.”
Bagikan satu dari penglaman pribadi Anda, ceritakan suatu kisah seorang anak yang mampu berubah dalam suatu lingkungan yang suportif, atau minta peserta jika ada di antara mereka ingin menceritakan suatu kisah seorang anak dengan perilaku negative pada awalnya yang berubah dalam suatu lingkungan pendidikan yang suportif.
Catatan Pelatih: Walaupun sebagian besar orang mungkin akan menyebutkan penglaman positif, sebagian mungkin menyebutkan pengalaman negative yang menunjukkan kepada mereka mengapa nilai tersebut penting-contohnya, ketika seseorng berbohong mengenai diri mereka, mereka belajar pentingnya kejujuran. Anda mungkin ingin bertanya lebih jauh jika pada saat pengalaman tersebut, orang lain memanfaatkan waktu untuk mendiskusikan kejujuran dengan mereka, atau mendengarkan mereka, dan lain-lain. Tanyakan:
• “Sebagai anak-anak, apa yang Anda ingin katakan kepada orang dewasa mengenai dunia? Apa yang Anda ingin mereka lakukan; bagaimana Anda ingin mereka memperlakukan Anda?”


Aktivitas Alternatif:
Berikan kepada peserta kertas dank rayon. Katakan, “Tolong ekspresikan suatu perasaan mengenai sesuatu yang baru saja Anda alami. Anda mungkin ingin menggambar, menulis puisi, atau menulis satu kata atau membuat cipratan warna apa pun yang Anda inginkan untuk mengekspresikan suatu perasaan mengenai suatu nilai.”

Sesi Kedua: Eksplorasi Nilai Kita sebagai Guru
Catatan Pelatih: Setiap fasilitator memiliki gaya yang berbeda, dan peserta memiliki kebutuhan yang berbeda. Dua alternative diberikan di bawah ini untuk Sesi Kesadaran Nilai yang kedua. Pilih satu dari dua alternative berikut, atau ciptakan aktivitas nilai Anda sendiri.

Alternative A, Memetakan Pikiran
Minta peserta untuk memilih nilai yang penting baginya dan cari peserta lain yang merasa bahwa nilai tersebut juga penting lalu minta mereka membentuk kelompok. Demonstrasikan pada flipchart bagaimana Memetakan Pikiran jika mereka belum terbiasa dengan teknik tersebut. Atau, jika banyak peserta memilih nilai yang sama, minta sebagian dari mereka untuk menciptakan Petakan Pikiran untuk nilai tersebut, dan sebagian lagi untuk menciptakan Petakan Pikiran untuk kondisi kurangnya/tidak adanya nilai tersebut, atau antinilai.

Alternative B, Memproses Nilai-Nilai
Setelah aktivitas perkenalan, katakan, “Living Values: An Educational Program berfokus pada dua belas nilai universal. Saya ingin Anda memilih dua nilai sebagai satu kelompok, dan kemudian katakan pada saya apa arti nilai-nilai tersebut bagi Anda dan bagaimana nilai-nilai itu mempengaruhi hidup Anda.”
• Mintalah kelompok untuk memilih dua nilai. (Akltivitas ini dapat dilakukan dengan seluruh kelompok. Tetapi, jika kelompoknya besar, akan lebih baik untuk memecah ke dalam kelompok-kelompok dikusi kecil.) Tuliskan nilai-nilai pada flipchart di bagian atas halaman (dalam dua kolom) dan kemudian minta untuk setiap nilai:
• “Apa itu________________? Apa arti__________________?”
• “Ingatkah suatu waktu dalam hidup Anda ketika Anda mengalami ini. Adakah seseorang yang bersedia untuk menceritakan penglamannya?”

Catatan Fasilitator: Hati-hatilah dengan kecepatan. Berikan mereka cukup banyak waktu untuk memberi respon terhadap setiap pertanyaan, tunggulah sampai paling sedikit tiga orang memberi respons.

3. MENCIPTAKAN SUATU SUASANA BERBASIS NILAI

Sesi Pertama: Merumuskan Kembali Mimpi

Pernyataan Pendahuluan
Banyak dari Anda mungkin pernah melakukan suatu visualisasi. Jika belum, saya ingin katakana bahwa visualisasi memiliki ‘bahasa yang berbeda’. Sebagian orang menciptakan gambar dalam pikiran mereka, yang lain merasakannya dan yang lainnya menggunakan kata-kata. Bersantailah, tetapi focus. (Mainkan musik yang tenang dengan lembut).

Praktik Pengajaran Terbaik-Diskusi Kelompok Kecil
Mintalah peserta untuk membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan praktik pengajaran yang “terbaik” atau “optimal” untuk menciptakan suasana berbasis nilai. Minta peserta untuk memberi umpan balik kepada kelompok yang lebih besar. Ucapkan terima kasih kepada mereka karena telah berbagi. Tanyakan:
• Dalam lingkungan sekolah yang optimal yang anda bayangkan sebagai seorang anak, dan sebagai seorang siswa yang lebih tua, apakah Anda merasa-atau meyakini akan bermanfaat untuk merasa-dimengerti? (Terima anggukan kepala sebagai jawaban dan cepatlah sebutkan perasaan yang berikutnya).
• Dicintai?
• Dihargai?
• Bernilai?
• Aman?

Isi 
“Beberapa pendidik awal yang terliabat dalam Living Values: An Educational Program mengamati sikap dan tindakan guru berbasis nilai dalam kaitan dengan emosi-emosi ini. Ini merupakan cara yang menarik untuk ‘membingkai’ (untuk melihat dari suatu persepektif yang berbeda) praktik mengajar terbaik.”
Tunjukkan transparansi mengenai informasi di bawah ini, secara singkat beri penekanan pada beberapa informasi, dan terbukalah pada pertanyaan, komentar dan pembahasan. Tanyakan:
• “Dari diskusi Anda mengenai praktik pengajaran terbaik, adakah yang ingin Anda tambahkan untuk memperkuat kemungkinan seorang anak merasakan emosi dicintai, dipahami, bernilai, dihargai, dan aman?”

Emosi:Perasaan Dicintai
Sikap dan Tindakan Guru berbasis Nilai-Nilai Nilai 
Sikap: Cinta

Ketika saya menyukai anak-anak dan mengamati prosesnya saya dapat tetap bahagia di dalamnya.
Menyukai dan yakin pada anak-anak membuat meraka dapat menerima dan yakin pada diri mereka sendiri.

Perilaku:
• Tunjukkan kehangatan, perhatian, dan kebaikan hati.
• Dukunglah kualitas positif dalam setiap anak.
• Ciptakan suatu suasana yang sehat di mana ank-anak dapat tumbuh dan berkembang secara penuh, tanpa membedakan satu siswa dengan yang lain.

Emosi: Perasaan Dipahami
Sikap dan Tindakan Guru Berbasis Nilai-Nilai Nilai
Sikap: Cinta

Setiap anak adalah individu dengan emosi dan proses masing-masing.
Setiap siswa dapat belajar dengan sangat baik ketika emosi dan tingkat kesiapannya diterima dan dihargai.

Perilaku:
• Mendengarkan.
• Memberi siswa kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan gagasan mereka.
• Memberi siswa kesempatan untuk menerima dan memproses dengan jelas, jawaban-jawaban akan kebutuhan mereka dan terhadap situasi.
• Mendengarkan dengan terbuka, tanpa mengharapkan jawaban tertentu.
• Mendengar tanpa mengharap.
Emosi:Perasaan Dihargai
Sikap dan Tindakan Guru Berbasis Nilai-Nilai Nilai
Sikap: Penghargaan

Dalam kelas, saya dapat membangun iklim saling menghargai dan memahami.

Perilaku
• Mendengar dengan cermat dan penuh perhatian.
• Mendengar apa yang sesungguhnya dikatakan siswa.
• Mengambil waktu dan mengenali emosi dibalik kata-kata.
• Menetapkan norma-norma kelas dengan siswa.
• Menetapkan batas dan jelas ketika siswa berada di luar norma-norma tersebut.

Emosi: Perasaan Bernilai
Sikap dan Tindakan Guru Berbasis Nilai-Nilai Nilai
Sikap: Menghargai Toleransi

Saya yakin bahwa setiap siswa dapat belajar dan mengalami kemajuan pada derajat yang sangat berbeda.
Saya adalah fasilitator untuk perubahan. Saya memiliki visi tugas yang jelas.

Perilaku:
• Tunjukkan sikap antusias terhadap siswa dan tugas.
• Komunikasikan harapan yang tinggi melalui keyakinan akan kemampuan setiap siswa dalam belajar. 
• Dorong perubahan dan tindakan yang positif, beri perhatian khusus pada kemajuan siswa.
• Tunjukkan kemampuan untuk menghargai siswa dan tetap tenang di dalam ketika siswa tidak “menghasilkan” seperti “seharusnya”.

Emosi:Perasaan Aman
Sikap dan Tindakan Guru Berbasis Nilai-Nilai Nilai
Sikap: Damai Penghargaan

Kelas adalah suatu tempat saat setiap orang dari kita dapat merasakan kehormatan dan keamanan. 

Perilaku:
• Perlakukan kesalahan sebagai sumber informasi dan titik awal untuk pembelajaran baru.
• Tekankan bahwa tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk menyakiti yang lain dan tidak seorang pun akan disakiti.
• Berikan petunjuk dalam cara menjadi, begaimana bersikap, dan apayang boleh, dan tidak boleh dilakukan.
• Bangkitkan pemahaman selama diskusi untuk membantu siswa membuat keputusan yang lebih baik.

Sesi Kedua: Suatu Alat Bantu
Sesi mengenai sikap spiritualitas ini dicitakan oleh orang–orang dengan latar belakang agama yang berbeda di Inggris. Hanya pelatih dan institusi pendidikan yang mampu untuk memutuskan apakah hal ini tepat untuk kondisi mereka, dalam kebudayaan/pemerintahan tertentu.

Suatu Alat Bantu untuk Pengajaran Spiritualitas
Alat Bantu ini ditulis setelah serangkaian pertemuan di antara tiga guru dan satu pematung: Linda dan John Heppenstall, saya sendiri (Neil Hawkes), dan Wendy Marshall. Alat Bantu ini dirancang untuk membnatu spiritualitas guru–dan mengeksplorasi bagaimana mengembangkannya dalam diri sendiri dan anak-anak. 

Pendidikan Nilai  
Di West Kidlington kami biasa menggunakan istilah “pendidikan nilai”. Ini adalah suatu istilah paying umum untuk berbagi elemen pendidikan yang merupakan dasar sekolah kami. Elemen-elemen ini melipiti nilai; kesenian; dan pernyataan mengenai prinsip-prinsip dari pekerjaan nilai. 

Spiritualitas
Tujuan pengajaran spiritual adalah untuk membantu anak-anak menyadari keberadaan spiritual mereka: kualitas alami yang membuat mereka terbimbing menuju hidup yang penuh dan bahagia. Area kurikulum ini bersifat holistic dalam arti bahwa kurikulum ini berkaitan dengan keseluruhan orang membantu anak-anak untuk menjadi lebih bertanggung jawab akan pikiran dan tindakan mereka. 

Usulan untuk Alat Bantu Spiritual
1. Suatu pemahaman yang jelas mengenai arti spiritual
Awali dengan mengembangkan suatu pemahaman dunia pikiran, perasaan, dan emosi dalam diri Anda. Ini adalah dunia spiritual Anda. Suatu pemahaman yang jelas dari spirit Anda sendiri akan memungkinkan Anda mengembangkan suatu pemahaman akan konsep spiritualitas, yang merupakan jantung dari pendidikan nilai.
2. Berusaha untuk mengetahui spiritual diri sendiri
Pastikan untuk menciptakan pikiran dan kesan yang tidak mengarah pada suatu bingkai pikiran kritis. Jika pikiran negative melanda Anda, kenali mereka dan minta untuk berlalu sehingga Anda dapat berkonsentrasi pada pikiran positif.
3. Memiliki keinginan untuk tumbuh secara optimal
Semakin banyak Anda meningkatkan “inner”, kualitas spiritual Anda, semakin banyak Anda meningkatkan penghargaan diri dan kepercayaan diri dari murid-murid Anda.
4. Berkomunikasi dengan orang lain pada tingkat spiritual
Komunikasi lewat spiritual adalah apa yang sesungguhnya kita inginkan: lebih dalam, hubungan spiritual, kasih tanpa syarat, penerimaan. Ketika Anda berkomunikasi dengan orang pada tingkat ini, akan terlihat dalam segala sesuatu yang Anda lakukan dan katakan: ini akan terwujudkan dalam interaksi Anda dan hubungan Anda.  

4. KOMPONEN–KOMPONEN LVEP

Ragam Aktivitas Nilai
Catatan Pelatih:Jika peserta adalah pendidik dari suatu kelompok umur yang sama, mengaculah pada bagian perkenalan di buku Living Values yang mereka gunakan untuk melihat penjelasan mengenai keragaman aktivitas nilai. Juga tersedia satu master transparansi.

Isi 
Ragam aktivitas nilai dengan materi LVEP telah dikelompokkan sebagai berikut.

Titik Refleksi
Titik Refleksi adalah awal dari setiap unit nilai dan disajikan dalam pelajaran-pelajaran. Aktivitas ini mendefinisikan nilai-nilai dalam cara-cara sederhana bagi anak-anak yang lebih muda dan menawarkan konsep yang lebig abstrak bagi siswa yang lebih tua. Pendidik dianjurkan untuk menambah Titik Refleksi dari kebijaksanaan budaya masyarakat dan tokoh-tokoh sejarah. 

Membayangkan 
Beberapa unit nilai mengandung latihan Membayangkan. Sebagai contoh, siswa pada semua usia diminta untuk membayangkan suatu dunia yang damai dan membagi pengalaman mereka. Visualisasi yang kreatif tidak hanya mengekstrak kreativitas “siswa yang baik”, tetapi ditemukan juga dapat menarik siswa yang terkadang dianggap menantang atau “tidak memiliki motivasi”.

Latihan Relaksasi/Konsentrasi
Unit Kedamaian dan Penghargaan memperkenalkan latihan Quietly Being bagi anak-anak berusia 3-7 tahun, dan latihan Relaksasi/Konsentrasi bagi anak-anak yang lebih tua. Latihan ini dirancang untuk membantu siswa dapat menikmati “merasakan” nilai tersebut, dan untuk mengajarkan satu metode pengembangan diri. Guru-guru telah menemukan bahwa melakukan latihan-latihan ini membantu siswa untuk tenang, tidak stress, dan dapat lebih berkonsentrasi pada pelajaran mereka.

Ekspresi Artistik
Anak-anak didorong untuk merefleksikan nilai-nilai dan membuat nilai tersebut menjadi milik mereka dengan melakukan dan mengekspresikannya secara artistik dan kreatif. Mereka membuat slogan mengenai kedamaian dan menempatkan slogan tersebut di dinding, misalnya, dan memahatkan kebebasan, menggambarkan kesederhanaan, serta menarikan kerja sama.

Aktivitas Pengembangan Diri
Dalam aktivitas-aktivitas ini, siswa mengeksplorasikannilai dalam kaitan dengan diri sendiri, mengembangkan keterampilan emosional dan social pribadi. Misalnya, anak-anak kecil menggunakn boneka untuik mengekspresikan kata-kata dan perilaku yang mungkin ada dalam dunia yang damai. Siswa dari segala usia mengeksplorasi kualitas mereka selama unit Penghargaan, dan perasaan mereka mengenai kejujuran dan kecurangan.

Keterampilan Sosial
Sebagian dari aktivitas ini meliputu belajar mengenai keterampilan mengatasi konflik, eksplorasi bagaimana menerapkan kedamaian, penghargaan dan cinta terhadap awal konflik dan situasi yang dicemaskan oleh siswa, menghargai dan tidak menghargai diskriminasi akan cara-cara yang tidak bernilai dan bernilai akan diberikan dan mengembangkan panduan komunikasi setelah melakukan permainan kerja sama.

Kesadaran Nilai akan Keadilan Sosial
Terdapat aktivitas untuk usia praremaja dan remaja untuk mengeksplorasi nilai-nilai yang berkaitan dengan masyarakat dunia, dengan tujuan mengembangkan kesadaran akan dan komitmen pada nilai-nilai yang bertujuan untuk memberikan kontribusi pada masyarakat lebih luas dengan penghargaan, keyakinan, dan tujuan.

Mengembangkan Keterampilan untuk Persatuan Sosial
Anak-anak membuat “kotak bahagia” untuk menerapkan potensi yang berbeda sepanjang hari sekolah, sementara remaja diminta untuk melakukan percobaan untuk menciptakan “Suasana Penerimaan” di sekolah. Kegiatan untuk anak-anak yang lebih tua dan remaja termasuk aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan pamahaman akan pentingnya nilai; kesadaran dan keterampilan akan toleransi dan tanggung jawab social; keterampilan komunikasi untuk membangun perasaan bersatu; dan kesadaran lingkungan serta tanggung jawab.

Memasukkan Nilai dalam Kurikulum yang Ada
Sejak dulu, studi social dan sastra suadah dan lebih mudah mengeksplorasi nilai-nilai, seperti juga untuk seni. Tim guru dapat bertukar pikiran mengenai penerapan nilai di tempat mereka masing-masing, atau dalam daerah tertentu.

Aktivitas –Aktivitas Nilai INi Hanyalah Permulaan–Masukkan Nilai–Nilai dari Budaya Anda
Adalah harapan kami bahwa aktivitas-aktivitas ini akan menggali gagasan dari guru-guru dan orang tua ketika mereka melakukan eksplorasi bersama anak-anak mengenai berbagai cara untuk menjalani dan mengeksplorasi nilai. Materi ini dimaksudkan untuk berfungsi sebagai stimulus. Gunakan sumber daya dan kreativitas Anda sendiri. Gunakan cerita, lagu, dan permainan dari budaya Anda, serta budaya di dalam dan di sekitar Negara Anda.

5. AKTIVITAS NILAI DENGAN PARA PENDIDIK

Sesi Pertama: Satu Sesi atau Lebih

Ativitas–Aktivitas Nilai dalam Kelompok
Dalam bagian pelatihan ini, pendidik dibagi dalam kelompok–kelompok untuk mengalami sebagian Living Values. Dalam sebagian besar pelatihan, pembimbimg bertindak sebagai guru dengan kelompok. Oleh karena itu, beberapa pendidik hanya melakukan satu sesi singkat untuk aktivitas nilai, sementara yang lain melakukan tiga sesi.

Faktor–Faktor yang Harus Dipertimbangkan

Kelompok Umur
Terdapat tiga tingkat usia untuk tujuan pelatihan, sesuai dengan rentang umur dari buku–buku Living Values.
• Anak, Usia 3–7 
• Anak, Usia 8–14
• Remaja
Bagi peserta ke dalam kelompok usia siswa mereka dan atur minimal satu pembimbing untuk setiap kelompok usia.

Suatu Pendekatan Pengalaman
Pendekatan yang diambil dalam manual ini adalah pengalaman. Pembimbing sesungguhnya melakukan aktivitas nilai dengan peserta; pembimbing mengasumsikan peranan guru dan peserta diminta untuk hanya menikmati aktivitasnya, mengizinkan mereka untuk menjadi seperti anak–anak dalam pikiran mereka.

Kelompok–Kelompok Aktivitas Nilai dan TTT
Sebagai contoh, dalam suatu pelatihan baru–baru ini, terdapat enam kelompok dan enam pembimbing. Pembimbing mengajar aktivitas pada tingkat usia yang sama untuk tiga sesi sesi sementara kelompok–kelompok berotasi (bergantian). Kemudian sesi keempat dilakukan di mana anggota kelompok melakukan mengajar aktivitas nilai.

Dalam Satu Hari Pelatihan, Lakukan Aktivitas Nilai mengenai Damai dan Penghargaan.
Jika latihan dilakukan untuk satu hari, mulailah dengan unit aktivitas nilai untuk damai dan penghargaan.

Selama Waktu Aktivitas Nilai, Lakukan Aktivitas LVEP
Peserta sebaiknya memiliki satu kopi buku Living Values pada awal sesi. Pembimbing disarankan untuk mengulas beberapa hal dari buku tersebut dengan kelompok sebelum membimbing aktivitas.

Sesi Berikut: Memproses Pengalaman, Berbagi Gagasan untuk Disatukan

Memproses Pengalaman
Setelah melakukan aktivitas nilai, setiap kelompok tetap bersama dan melakukan “Sesi Berikutnya”. Pembimbing akan meminta peserta untuk menceritakan pengalaman mereka. Dorong mereka untuk membahas setiap pertanyaan atau masalah. Kemudian, lakukan diskusi mengenai cara–cara untuk membuat pengajaran nilai menjadi dapat diterapkan di dalam setting mereka sendiri.

Membagi Pengalaman Mereka: Suatu Peragaan
Setalah kelompok pendidik melakukan sesi aktivitas nilai, mereka dapat berbagi satu sama lain dengan mengadakan “Peragaan”. Setiap kelompok dapat menyusun lukisan, hadiah, boneka, slogan, alternative kata–kata toleransi, pemetaan pikiran, dan lain–lain yang telah mereka buat selama waktu aktivitas nilai dalam suatu daerah yang ditentukan.  

6. KETERAMPILAN UNTUK MENCIPTAKAN SUATU SUASANA BERBASIS NILAI

Sesi Pertama: Pemahaman, Dorongan, dan Membangun Perilaku yang Positif

Isi 
Katakan, “Selama beberapa saat, saya ingin Anda mengingat masa kecil Anda, dan mengingat:
• Cara–cara Anda dikenal dan didorong; (Jeda selama beberapa saat.)
• Hal–hal positif yang dikatakan orang kepada Anda atau tentang Anda. (Jeda selama beberapa detik.)

Beberapa Aturan Sederhana dalam Membangun Perilaku yang Positif
Catatan Pelatih: Anda mungkin perlu menulis lima hal berikut pada flipchart di awal.

1. Berikan Pujian yang Dapat Dipercaya, Nyatakan secara Spesifik
Pujian yang spesifik dapat digunakan sebagai satu langkah dalam membantu siswa mengembangkan motivasi yang intrinsic. Ketika seorang siswa menanyakan kepada Anda apakah sesuatu itu baik, dan Anda tahu mereka telah menerima pujian yang spesifik–sehingga mereka tahu beberapa variabel kunci yang penting untuk dapat tugas itu–berikan kepadanya wajah tersenyum dan katakana, “Katakan yang mengatakan padaku apa yang baik tentangnya.”

2. Berikan Pujian yang Spesifik dan Sebutkan Kualitas di Dalamnya
Pengahargaan Anda akan kualitas mereka dapat menjadi sangat penting. Ini dapat memulai satu perubahan bagi mereka yang merasa kurang–mengubah persepsi diri mereka dari negatif menjadi positif. Mengenal kualitas diri seseorang merupakan dasar yang positif bagi penghargaan diri dan kebanggaan diri.

3. Bersikap Tulus
Sebagai manusia, kita dengan cepat mengenali perasaan. Kata–kata dapat diklasifikasikan sebagai sesuatu yang memberikan penghargaan, dorongan atau pujian–tetapi untuk memiliki dampak yang positif, kata–kata tersebut haruslah tulus.
• Bagaimana perasaan Anda ketika seseorang memuji Anda berpikir mereka tidak sungguh–sungguh akan pujian itu?
Adalah perhatian dan kasih Anda yang penting bagi seseorang–perasaan–perasaan itu memberikan siswa pengalaman merasa dihargai dan izin untuk menghargai pekerjaan dan usaha mereka sendiri.

4. Pujian dan Dorongan Selalu Meninggalkan Satu Perasaan Positif pada Orang yang Menerima
Pemahaman, dorongan, penghargaan, dan pujian yang efektif dan tulus meninggalkan suatu perasaan menyenangkan dalam pikiran. Kita perlu berkomunikasi dengan siswa-siswa–apa dampak dari setiap komentar kita? Bahkan aturan yang jelas, harapan dan batas yang tinggi dapat meninggalkan suatu perasaan akan harapan dalam pikiran kita.

5. Ketika Suatu Perilaku yang Baru Mulai Dilakukan, Pujilah dengan Segera
Walaupun pujian yang sering terkadang diperlukan dalam membangun satu perilaku baru, ketika perilaku tersebut telah menjadi kebiasaan, perlahan kurangi pujiannya. Kadang Anda mungkin memuji usahanya yang berkelanjutan. Contoh, katakan dengan senyuman, “Kamu telah mengingat pekerjaan rumah setiap hari.”

7. PROSES EVALUASI

Proses Berlangsungnya Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dalam banyak cara dan dapat menggunakan banyak formulir. Dalam bagian ini, pendidik di Pilar Quera Colombina membagi gagasannya mengenai proses berlangsungnya evaluasi di dalam kelas. Sebagai seorang pendidik, penting untuk menyadari adanya interaksi, melakukan penyesuian kecil pada alurnya–menciptakan satu cara yang berarti untuk diri sendiri dan setiap anak.

Evaluasi Adalah:
• Seni mengetahui, memahami, belajar dan menciptakan.
• Proses komunikasi dan membantu siswa menjadi lebih baik.
• Satu strategis yang membantu guru merencanakan dan melakukan penyesuaian praktis di dalam kelas–baik untuk guru maupun siswa.
• Proses membantu siswa memunculkan dan mengembangkan di dalam diri mereka sendiri perilaku dan nilai yang konstruktif.

Evaluasi memperhatikan proses pembelajaran: memahami kesulitan, gagasan sebelumnya, perilaku, dan factor personal.

Faktor–Faktor yang Perlu Dipertimbangkan
• Perilaku positif dan konstruktif
• Tujuan yang tinggi, tetapi realistis
• Kepercayaan diri dan mempercayai diri sendiri
• Perilaku antusias (bersemangat)
• Kemampuan untuk bekerja sama dan peduli
• Kemampuan untuk berkomunikasi
• Kemampuan untuk menerima kesalahan dan tetap maju



8. MENGGUNAKAN PANDUAN PELATIHAN UNTUK PENDIDIK

Sesi singkat untuk memperkenalkan Panduan Pelatihan untuk Pendidik ini dapat dilakukan menjelang awal atau menjelang akhir dari seminar Melatih–Pelatih (Train the Trainer/TTT). Transparansi orisinil yang berwarna tersedia pada situs web Living Values, www.livingvalues.net.

9. KETERAMPILAN PRESENTASI UNTUK ORANG DEWASA (HANYA UNTUK TTT)

Pikirkan sejenak bagaimana Anda suka mempelajari informasi dan keterampilan baru. Daftar berikut (tampilkan transparansi atau catat poin–poin tersebut pada flipchart) menjelaskan karakteristik belajar peserta dewasa.

Peserta dewasa adalah
• Berorientasi pada tujuan;
• Dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa lalu;
• Memiliki kebiasaan yang tetap;
• Tertarik karena terlibat secara aktif;
• Menghubungkan apa yang mereka pelajari pada apa yang telah mereka ketahu;
• Termotivasi untuk belajar ketika materinya relevan.

Instruktur sebagai Perencana Pertemuan yang Efektif
Instruktur perlu menjadi perencana yang efektif. Beberapa orabg menyebutkan bahwa tanggung jawab dan perilaku instruktur dan atau Tim Perencana LVEP, meleputi
• Mengadakan evaluasi kebutuhan dengan institusi pengundang untuk merencanakan agenda yang cocok dengan komponen–komponen pelatihan yang relevan;
• Menyiapkan tempat yang akan memberikan pengalaman belajar menyenangkan;
• Menyampaikan tujuan–tujuan pelatihan kepada para peserta sebelum dimulainya pelatihan;
• Meyampaikan material–material yang menjadi pegangan peserta, termasuk agenda dan materi–materi LVEP

Instruktur sebagai Fasilitator Kelompok yang Efektif
Beberapa orang menyebutkan bahwa tanggung jawab dan perilaku seorang fasilitator kelompok yang efektif meliputi
• Mengevaluasi target–target setiap sesi dengan peserta.
• Mampu menghasilkan contoh–contoh yang cocok untuk kelompok peserta.  
• Menghargai dan mendukung setiap peserta.
• Ketika memberikan pertanyaan, gunakan pertanyaan terbuka.
• Mendengarkan.
• Memiliki rasa humor.
• Menjadi diri sendiri.

Dan Seorang Pelatih
Beberapa orang menyatakan bahwa tanggung jawab dan perilaku dari pelatih yang efektif, selain keterampilan memfasilitasi, meliputi
• Merencanakan aktivitas nilai dengan peserta, menggunakan aktivitas Living Values dari dua unit nilai.
• Dalam sesi aktivitas nilai dengan peserta, gunakan bermacam–macam aktivitas.
• Setelah sesi, bantu peserta untuk memenuhi komitmen dan strategi untuk pelatihan guru.
• Tinjau evaluasi dari pelatihan guru dan beri dukungan kegiatan yang berlangsung dari para guru dan instruktur.



Rekomendasi 
Jika peserta yang menghadiri TTT belum pernah mengikuti seminar LVEP sebelumnya, direkomendasikan bahwa dia mengajar aktivitas dan mengimplementasiakan strategi sebelum menyelenggarakan pelatihan.

Satu Pemikiran Akhir untuk TTT
Ketika Anda mendengar sesuatu, Anda melupakannya
Ketika Anda melihat sesuatu, Anda mengingatnya
Tetapi, tidak sampai Anda melakukan sesuatu dan baru Anda akan memahaminya.

10. TARGET DAN STRATEGI IMPLEMENTASI

Sesi Pertama: Target dan Strategi Implementasi 
Para instruktur perlu merencanakan sesi ini dengan institusi pendidikan pengundang, sebelum pelaksanaan pelatihan. Faktor–faktor yang perlu dipertimbangkan selama sesi perencanaan tersebut adalah sebagai berikut.

Waktu yang Diperlukan
Ketika melakukan pelatihan dengan mitra kerja sama, atau sekolah dari distrik lain yang jaraknya jauh, perlu dialokasikan beberapa jam waktu perencanaan selama seminar LVEP. Hal ini mungkin disebabkan mereka berada pada daerah yang sama dan dapat diajak melakukan proses perencanaan yang lebih rinci begitu pelatihan selesai.

Siapa yang Harus Berada dalam Setiap Tim Perencanaan?
Tim dapat dibentuk berdasarkan:
• Area–sekolah, distrik, Negara atau kawasan regional
• Peran–guru sekolah dasar, guru sekolah menengah, para guru, kepala sekolah, guru pendidikan, nilai–nilai, instruktur untuk guru, pejabat kementerian/departemen, dosen, wakil dari institusi yang bekerja sama.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Memulai Proses Perencanaan Selama Pelatihan?
Jika beberapa jam sudah disediakan untuk proses perencanaan di dalam waktu pelatihan, akan sangat baik menyertakan sesi singkat untuk menyusun target setelah sesi. Hal ini dapat dilakukan secara informal, dengan meminta peserta untuk membahas target tentative dalam kelompok–kelompok kecil, atau cukup dengan menanyakan apa yang mereka inginkan untuk murid mereka.

Sesi Kedua: Cetak Biru

Bagaimana Memperkenalkan Suatu Kurikulum Berbasis Nilai
Berikut sebuah cetak biru ditawarkan oleh Neil Hawkes, kepada sekolah pada Sekolah Dasar West Kidlington di Oxford, Inggris.

1. Alasan 
Pertimbangkan isu–isu yang terkait dengan konteks sekolah Anda, seperti tujuan sekolah dan kisaran kelompok anak–anak yang dilayani.
• Haruslah jelas menganai nilai–nilai utama yang ingin Anda perkenalkan ke dalam sekolah.
• Ingatlah bahwa cara Anda memperkenalkan nilai–nilai ke dalam sekolah akan bergantung pada konteks khusus Anda dan kebutuhan dari murid– murid Anda.

2. Metode  
• Ciptakan suatu iklim di seluruh sekolah ketika nilai–nilai dilihat sebagai hal yang penting dalam memperkuat kurikulum. Diskusikan mengenai etos di sekolah Anda dan perhatikan cara Anda melakukan sesuatu di sekolah.
• Untuk dapat menciptakan suatu iklim sekolah yang positif, haruslah terdapat komitmen dari seluruh staf: bahwa pendidikan berbasis nilai adalah inti dari sekolah.

Guru–Guru Kunci
Identifikasi guru–guru kunci yang dapat berperan sebagai fasilitator utama. Guru–guru ini dengan antusiasme , komitmen, dan “menjalankan apa yang mereka bicarakan”, akan menciptakan momentum yang memastikan nilai–nilai berada dalam inti kurikulum. 
Ketika praktik–praktik baik telah dapat diiedentifikasi, praktik ini dapat dibangun dan diperluas dengan mengacu pada LVEP dan sumber lain yang mendukung program pendidikan berbasis nilai.

Apa Kebutuhan Anak–Anak? 
Kemudian lihatlah kebutuhan anak–anak di sekolah Anda. Pikirkan bagaimana murid–murid dapat belajar dengan baik dan juga dikusikan bagaimana guru dapat menciptakan model dari nilai yang ingin mereka ajarkan melalui perilaku dan harapan mereka sendiri.

Bagaimana Kita Memenuhi Kebutuhan Tersebut?
Padankan metode pengajaran dari isi dari kurikulum dengan kebutuhan anak–anak seperti yang telah diidentifikasi di atas. Juga, lihat hubungan silang antar kurikulum yang memungkinkan murid untuk mengenali nilai–nilai yang terkandung dalam sebuah topic.

Keterampilan yang Ingin Kita Kembangkan
Pikirkan keterampilan–keterampilan yang Anda inginkan dapat berkembang pada murid–murid, yang memberikan kontribusi terhadap pemikiran reflektif/mendalam mengenai nilai–nilai. 

Aktivitas–Aktivitas untuk Mengembangkan keterampilan Tersebut
Identifikasi aktivitas–aktivitas pembelajaran yang mendukung pendidikan berbasis nilai dan cari sumber–sumber yang tepat.



Manfaat untuk Murid
Identifikasi manfaat–manfaat yang akan dirasakan oleh murid ketika pendidikan berbasis nilai ini diperkenalkan. Isu–isu yang berkaitan dengan standar, kualitas pengajaran, meningkatnya kepercayaan diri, dan pengembangan praktik–praktik yang reflektif, haruslah dipertimbangkan.  
   
11. SESI PENUTUPAN

Sesi Penutupan Dapat Termasuk Beberapa Unsur
• Tim daapt melaporkan kembali pada sesi Plenary – Tim Aktivitas Nilai dan/atau Tim Perencanaan dapat menjelaskannya. Alokasikan waktu untuk setiap grup.
• Tampilkan lagu atau bakat–bakat lain – beberapa kelompok telah menggunakan rancangan–rancangan, sketsa, musik, puisi atau tarian.
• Ceritakan pengalaman–pengalaman – beberapa pelatihan LVEP diakhiri dengan seluruh grup duduk dalam lingkaran, setiap orang mengungkapkan satu kaliamt mengenai apa yang paling mereka sukai atau apa yang telah mereka pelajari. Dalam pelatihan lainnya, beberapa orang menceritakan pengalamannya, atau wakil dari lembaga atau menteri pendidikan menceritakan kisah di balik pelatihan.
• Hadiahkan sebuah sertifikasi LVEP kepada setiap peserta.

BAB III:
 
Handout dan Master Transparansi

LIVING VALUES: SUATU PROGRAM PENDIDIKAN

Abstrak

April 2000
Suatu Panggilan akan Nilai

Panggilan akan nilai belakangan ini bergema di seluuruh dunia ketika para pendidik, orang tua, dan semakin banyak anak–anak kian prihatin akan dan terkena dampak dari kekerasan, persoalan social yang semakin meningkat, dan kurangnya penghargaan satu sama lain dan dunia di sekitar mereka. Seperti yang dilaporkan oleh komisi UNESCO untuk Pendidikan di Abad 21, yang diketuai oleh Jacques Delors, dalam Belajar: Harta Karun Terpendam (Learning: The Treasure Within). Komisi ini tidak melihat pendidikan sebagai suatu obat mujarab atau formula ajaib yang membuka pintu pada suatu dunia di mana semua harapan itu akan tercapai, tetapi sebagai satu sarana prinsip yang tersedia untuk mempercepat suatu bentuk yang lebih dalam dan serasi dari pengembangan manusia dan karenanya akan mengurangi kemiskinan, ekslusivitas, ketidakpedulian, dominasi, dan perang. Living Values: An Educational Program (LVEP) dibuat sebagai jawaban akan panggilan akan nilai–nilai.

Jenis Program Apakah LVEP itu?
Maksud dari Living Values: An Educational Program adalah memberikan bimbingan prinsip dan sarana bagi pengembangan manusia keseluruhan, menyadari bahwa seorang individu terdiri dari dimensi fisik, intelektual, emosi, dan spiritual.
Tujuannnya adalah.
• Untuk membantu individu berpikir akan dan merefleksikan berbagai nilai yang berbeda dan penerapan praktis dalam mengekspresikan nilai–nilai ini dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan dunia secara keseluruhan;
• Untuk memperdalam pemahaman, motivasi, dan tanggung jawab dalam kaitannya dengan melakukan pilihan–pilihan pribadi dan social yang positif;
• Untuk mengilhami individu untuk memilih nilai–nilai pribadi, social, moral, dan spiritual sendiri dan menyadari metode praktis untuk mengembangkan dan memperdalamnya;
• Untuk mendorong pendidik dan wali untuk melihat pendidikan sebagai pemberi siswa suatu filosofi hidup, karenanya memfasilitasi seluruh pertumbuhan, perkembangan, dan pilihan–pilihan mereka sehingga mereka dapat mengintegrasikan diri mereka ke dalam masyarakat dengan penghargaan, keprcayaan, dan tujuan.

Status Terkini
Living Values: An Educational Program adalah suatu kemitraaan di antara para pendidik di seluruh dunia. Pada saat ini program ini didukung oleh UNESCO, disponsori oleh Spanish Committee of UNICEF, Planet Society dan Brahma Kumaris, dengan konsultasi dengan Education Cluster dari UNICEF (New York).
Alat Bantu pendidik Living Values mulai tersedia untuk digunakan pada Maret 1997, dan pada akhir musim semi tahun itu mulai digunakan di 220 lokasi di lebih dari 40 negara. Pada April 2000, LVEP telah digunakan di lebih dari 1.800 lokasi di 64 negara.
  
   

KELAS BERKINERJA-TINGGI UNTUK WANITA? MENERAPKANNYA DALAM SEBUAH KERANGKA HUBUNGAN UNTUK MANAJEMEN / JALANNYA PERILAKU ORGANISASI_____________________

KELAS BERKINERJA-TINGGI UNTUK WANITA? MENERAPKANNYA DALAM SEBUAH KERANGKA HUBUNGAN UNTUK MANAJEMEN / JALANNYA PERILAKU ORGANISASI_____________________


E. Holly Buttner
Universitas Carolina Utara di Greensboro


Dengan semakin berkembangnya bermacam tenaga kerja di Amerika Serikat, menilai perubahan dengan cepat, dan berkembangnya ketergantungan pada kerjasama tim dalam menangani masalah bisnis yang semakin kompleks, perintah sederhana dan mengatur dengan cara kepemimpinan tidak lagi efektif dalam mengatur berbagai organisasi (Drucker, 1992, 1997; Mohrman, Cohen, dan Mohrman, 1995; Rosener, 1995). Meningkatnya tingkat kualitas lapangan pekerjaan termasuk memimpin tim kerja, desentralisasi, mengurangi perbedaan status, dan berbagi informasi (Dessler, 1999). Dalam beberapa penelitian, kemampuan berhubungan dengan orang lain, termasuk empati, keaslian, memberdayakan orang lain, dan kecakapan dalam kerja sama, sampai sekarang dimanfaatkan besar perusahaan di daerah swasta (dan digunakan terutama oleh perempuan) telah ditunjukkan untuk lebih efektif dalam tempat kerja (Fletcher, 1998; Weisinger, 1998). Banyak dari konsep-konsep ini dan praktek yang diambil dalam sebuah teori yang disebut Hubungan Psikologi, adalah sebuah teori yang dikembangkan berdasarkan pengalaman perempuan (Miller, 1987, 1991; Miller & Stiver 1997).
Pada tahun 2008, diperkirakan tenaga kerja perempuan mencapai 47,5% di Amerika Serikat (Fullerton 1998). Perempuan semakin berkembang bergerak ke posisi pertengahan dan tingkat atas manajemen. Menurut Biro Tenaga Statis Amerika Serikat (Wotton, 1997), yang deselenggarakan 43% perempuan pada posisi manajerial pada tahun 1995. Oleh karena itu, pengembangan memberikan iklim bisnis di sekolah oleh Fosters sangat penting bagi perempuan dan laki-laki. Namun, Bilimoria (1997) poin tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan telah gagal dalam memenuhi kebutuhan perempuan. Bilimoria menyatakan, “manajemen pendidikan itu sendiri berada dalam satu konsturuksi gender yang sama dan umumnya berada di perusahaan besar atau lingkungan bisnis”. Dalam hal ini, kelembagaan dan struktur pedagogis dan praktek manajemen pendidikan hanya menjadi cermin yang berlaku bagi sebagian gender yang lebih besar dari masyarakat”(1999, hal.120). MacLellan dan Dobson (1997) menyimpulkan bahwa perilaku yang menganggap usaha pendidikan bisnis hanya dimiliki laki-laki saja, yang mungkin dimana membuat lingkungan yang menakutkan bagi perempuan. Sebuah Catalyst (2000) dari survey lulusan MBA yang beasal dari sekolah bisnis yang bergengsi Amerika Serikat memberikan dukungan empiris. Hasil Catalyst studi menyatakan bahwa hampir sepertiga responden perempuan menemukan bahwa sekolah bisnis cenderung terlalu agresif dan kompetitif. Lebih dari setengah perempuan yang disurvei melaporkan bahwa mereka tidak dapat berhubungan dengan orang yang mendukungnya dalam studi kasus dan hampir 40% mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai cukup kesempatan bekerja dengan professor perempuan.

Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan yang berbeda dan perhatian dalam belajar di lingkungan sekitarnya. Untuk perempuan, belajar cenderung menjadi sangat pribadi (Gallos, 1993). Perempuan belajar dalam berbagai sudut pandang yang berbeda. Dalam proses pembelajaran, perempuan cenderung berfikir dengan teori dan dari pengalaman mereka yang lainnya daripada berfikir secara abstark seperti laki-laki yang terutama sering lakukan. Perempuan biasanya lebih teratur berfikir dengan rasional dan lebih sehat daripada yang dilakukan laki-laki (Fisher, 1999). Sebagai perempuan mereka belajar, mengintegrasikan, menyamaratakan, dan mempersatukan (Helgesen, 1990; Rosener, 1995). Wanita belajar juga melibatkan pengaruh hubungan serta pengertian dengan masalah yang ditemuinya (Belenky, Clinchy, Goldberger, &Tarule 1986). Mereka cenderung untuk menentukan pembelajaran dan pengembangan diri sendiri untuk mengembangkan kemampuan mereka sendiri dan menyatakan ekspresi mereka “suara” (Belenky, 1986; Gallos, 1993), yang mencerminkan penglaman mereka sendiri dan identitas sebagai perempuan. Bagi perempuan komuniaksi adalah cara untuk mnecari memberikan konfirmasi dan dukungan. Perempuan mencari consensus dan hubungan dalam interaksi dengan orang lain daripada mendirikan hierarki dan status seperti yang umum dilakukan dalam interaksi laki-laki (Tannen, 1990).
Apa yang saya lihat saat cara kami dilakukan dan kami telah mengajar dikelas sekolah bisnis, saya bertanya apakah kami telah melakukan cara kami sesuai dengan yang kami lakukan di kelas (a) perubahan komposisi gender dari angkatan kerja, (b) pengakuan bahwa pendekatan pembelajaran pengalaman laki-laki dan perempuan berbeda dengan beberapa kebutuhan dan perhatian, (c) berkembangnya filosofi dan latihan dari organisasi bisnis yang berkualitas tinggi sekarang ini. Untuk mengetahui seberapa banyak kita mengenal transisi ini tidak hanya dalam konten yang kita tahu saja dalam pelajaran, tetapi juga dalam cara kami mengajarkan perilaku organisasi (OB)?.
Artikel ini melihat dimana proses mengajar didalam kelas belajar OB dengan menggunakan mata kepala langsung. Untuk itu, saya ingin memperkenalkan secara singkat teori hubungan, melihat beberapa laporan penggunaan dari hubungan praktek dalam organisasi, dan meringkas artikel yang dipublikasikan di dalam Journal of Management Education selama sembilan tahun yang lalu yaitu sifat dasar dalam berhubungan. Kemudian saya akan memperkenalkan beberapa pemikiran tentang aplikasi yang berhubungan dalam praktek manajemen dan kelas OB.


Apa yang Kami Maksud Dengan “PRAKTEK HUBUNGAN”

Teori Hubungan

Teori Hubungan (Miller, 1987,1988, 1991; Miller & Stiver, 1997) berkembang berdasarkan pengalaman wanita-wanita dan pada awal penelitian perbedaan hubungan masalah gender yang berkembang. Gilligan (1982) menemukan bahwa para perempuan peka terhadap dirinya sendiri dan cenderung melibatkan diri moralitasnya pada tanggung jawab dan rasa peduli dengan orang lain. Konsep pada diri sendiri ini adalah termasuk sebuah penghargaan dari dimana keadaan yang sebenarnya terjadi, daripada melihat suatu peristiwa dalam keterkungkungan. Keputusan yang membuat wanita cenderung untuk memikirkan mempertimbangkan dampak dari pilihan yang diambilnya kepada orang lain yang terlibat didalamnya (Smith & Oakley, 1997). Surrey berpendapat bahwa hubungan empati “yaitu dengan” orang lain, akan menambah pengalaman pada dirinya sendiri sebagai perempuan (Surrey, 1991, p.55). Sebagian besar dari aktivitas kehidupan sehari-hari perempuan melibatkan secara aktif dalam perkembangannnya dengan orang lain. Miller (1987) berteori bahwa hubungan batin kepada orang lain adalah sebagai pusat pengatur dari keutamaan dalam perkembangaan psikologis seseorang. Menurut dari teori hubungan, salah satu dari perasaan diri sendiri dan nilai yang berdasar dalam kemampuan untuk membuat dan memelihara hubungannnya dengan orang lain.
Menurut Fletcher (1999) dan Fletcher dan Jacques (1998), teori hubungan dapat digunakan untuk mengembangkan definisi kerja yang memungkinkan untuk memasukkan dan memberdayakan orang lain melalui berbagi informasi dan melalui pengajaran. Teori itu mengusulkan definisi yang lebih luas dari “hasil” untuk menyertakan hasil tersebut tertanam kepada orang lain (contoh, mereka meningkatkan pengetahuan atau kompetensi). Kepandaian melibatkan diri dalam praktek hubungan termasuk empati, keaslian, kemampuan untuk berhubungan atau membuat hubungan dengan gagasan yang lain, dan terbuka terhadap perasaan orang lain, fisik, dan kenyataan intelektual. Penting juga adalah kemampuan untuk memahami, mengartikan dan menggunakan perasaan yang ada sebenarnya, dan kemampuan untuk bertukar informasi, untuk mengaku tidak mengetahui, dan untuk menegaskan kepada orang lain tanpa kehilangan harga diri. Meskipun mendengarkan berdasar pengalaman para perempuan, teori hubungan tidak diusulkan sebagai sebuah teori yang menjelaskan pengalaman perempuan, dan tidak pula diterapkan hanya kepada perempuan. Hal ini disampaikan sebagai contoh pertumbuhan dan perkembangan pada manusia bahwa hal tersebut dapat menjelaskan arti masculine yang menjadi masalah utama dalam teori pembangunan (Gilligan, 1982; Jordan, 1993; Miller & Stiver, 1997).


Dimensi dari Praktek Hubungan

Di dalam keadaan organisasi, Fletcher (1996, 1998, 1999) telah mengklasifikasikan hubungan praktek hubungan menjadi empat dimensi: hubungan pencegahan, saling memberdayakan, pencapaian, dan membuat tim. Hubungan pencegahan melibatkan sebuah kefokusan pada seluruh proyek. Hal tersebut memerlukan pengambilan tindakan yang diperlukan pada hari ini yang berdasar untuk memastikan bahwa tugas sudah selesai dikerjakan, termasuk tugas yang diberikan diluar deskripsi pekerjaan, mengkomunikasikannya dengan orang lain untuk memastikan mendapatkan saran yang berbeda, dan menyelesaikan masalah yang mengancam keberhasilan sebuah proyek atau tugas. Menghubungkan pencegahan didasarkan kepercayaan sesama anggota tim harus menempatkan kebutuhan proyek didepan masalah-masalah individu (sebagai satu kesatuan atau kekuatan). Menghubungkan pencegahan didasarkan juga pada kemampuan untuk melihat hal-hal yang menguntungkan, melihat dalam gambar yang besar, daripada memfokuskan pada bagian yang terpisah dari tugas. Terakhir, melihat proyek dengan melibatkan hubungan pencegahan dan konsekuensi dalam pengambilan keputusan beserta implikasinya.
Saling memberdayakan termasuk perilaku yang diharapkan untuk memungkinkan penghargaan orang lain dan kontribusi untuk proyek melalui peningkatan kompetensi, meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri, dan / atau meningkatkan pengetahuan (Fletcher, 1996, 1998). Dimensi dari saling memberdayakan termasuk saling empati (Surrey, 1991) dan bahwa mengajarkan sikap empati mendapatkan perasaan yang baru dan kepandaian yang nyata dalam memperhitungkan hal. Dimensi lainnya dari saling memberdayakan termasuk meminimalisasi perbedaan status, menyampaikan rasa keterbukaan pada orang yang mempunyai sudut pandang yang berbeda (Yordania, 1993), dan kemampuan mencairkan hubungan dimana kekuatan bergerak menjadi milik pribadi atau kelompok yang mempunyai informasi yang penting atau sumber yang berada pada posisi tertentu. Kekuatan yang disusun sebagai kekuasaan dengan atas penguasaan terhadap orang lain (Miller & Stiver, 1997). Istilah yang menggambarkan saling memperdayakan termasuk kepercayaan, memfasilitasi, bekerja sama, mendukung, dan kemauan (Fletcher, 1996).
Pencapaian melibatkan serta menggunakan kemampuan dalam berhubungan untuk meningkatkan pertumbuhan profesionalisme pada diri sendiri dan efektivitas. Fletcher (1996) mendefinisikan pencapaian untuk menyertakan kemampuan untuk meminta pertolongan dimana meminta pertolongan tidak dilihat sebagai tanda dari kelemahan. Penacapaian juga termasuk membayar perhatian untuk penutup keadaan yang emosional dan memperbaiki potensi atau merasakan perpecahan dalam hubungan kerja. Diperlukan keterampilan termasuk kemampuan untuk tetap bertentangan dengan informasi, untuk memadukan pikiran dan perasaan yang datang pada sebuah keputusan, dan proses untuk membayar perhatian. Pencapaian didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan professional berakar dalam hubungan daripada otonomi (Fletcher, 1996).
Membuat tim berarti bekerja untuk menciptakan sebuah kondisi yang dapat melewati apa saja dimana hidup grup dapat berkembang, sehingga menciptakan pengalaman bagi tim. Membuat tim melibatkan membantu perkembangan kolaborasi dan kerjasama, menjaga hubungan antara orang-orang, menciptakan saling membutuhkan, dan menggunakan kerjasama daripada sikap konfrontasi dalam bekerja dengan orang lain dalam organisasi. Dalam menciptakan sebuah ciri khas dari tim, pemimpin meperbolehkan orang lain untuk merasa didengarkan dan diperhatikan, dengan mengakui pikiran dan perasaan mereka. Membuat tim didasarkan kepercayaan pada pengertian masing-masing individu dari masalah atau situasi yang dimana lebih baik memisahkan diri, sendiri-sendiri, dan berusaha keras dalam menangani masalah (Fletcher, 1996).


Praktek Hubungan dalam Organisasi

Beberapa penelitian telah mengidentifikasi praktek hubungan dalam organisasi. Rapoport dan Bailyn (1996) melaporkan dalam sebuah studi praktek kerja di tiga perusahaan besar bahwa para karyawannya, terutama wanita, tidak hanya cakap dalam berperilaku da berkemampuan dalam organisasi besar, seperti berpikir rasional, berpikiran lurus, ketegasan, dan berdaya saing, tetapi juga pada kemampuan dalam berhubungan, termasuk bekerja sama, berbagi informasi, empati, dan memfasilitasi perkembangan orang lain. Kemampuan tersebut berkontribusi kepada keefektivan dan meningkatkan penyelasaian pekerjaan. Demikia juga, Helgeson (1990) melaporkan pada gaya kepemimpinan CEOs perempuan dan menemukan bahwa pemimpin yang menggunakan pendekatan jaringan mengandalkan hubungan yang dibangun beberapa saat daripada menggunakan hierarki pada sistim laporan untuk penyelesaian tugas. Dalam tindak lanjut studi praktek manajemen dalam beberapa perusahaan besar, orgnisasi sukses, Helgeson (1995) menemukan bahwa antara laki-laki dan perempuan menggunakan praktek hubungan. Akhirnya, Weissinger (1998) dan Goleman (1998) mengidentifikasi (hubungan) kemampuan termasuk untuk membangun hubungan, empati, keaslian, saling memberdayakan, dan membuat tim sebagai kunci untuk meningkatkan efektivitas kerja.
Penelitian terkait dalam situasi organisasi lebih menunjukkan bahwa penggunaan praktek hubungan meningkatkan efektivitas dalam organisasi. Tsui, Pearce, Porter, dan Tripoli (1997) menemukan bahwa beberapa organisasi berkinerja tinggi bekerja dengan mencotoh hal yang berhubungan dengan alam, termasuk pengembangan hubungan jangka panjang dengan karyawan, investasi dalam melalui pelatihan karir karyawan, investasi pada kesejahteraan karyawan, hubungan mentoring, dan mengharapkan karyawan akan mau bersedia pergi yang hampir diluar ketentuan oleh tugas-tugas terkait yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Organisasi-organisasi ini dilaporkan lebih tinggi tingkat kinerja karyawannya, warga negara yang baik, loyal, selalu hadir, dan berpersepsi jujur. Perusahaan juga dilaporkan lebih percaya diantara rekan kerja, sikap karyawan lebih positif, dan karyawan lebih berkomitmen daripada organisasi karyawan yang hanya menggunakan non-hubungan praktek.


Apa Hubungan Mereka dalam Alam, Artikel terdahulu JME

Kutipan artkel diatas menunjukkan bahwa performa tinggi karyawan dalam organisasi, terutama perempuan, mereka menggunakan keterampilan dalam berhubungan, dan bahwa ada organisasi yang bermanfaat positif. Apakah kami, sebagai insturktur, menggunakan praktek hubungan atau mendorong siswa kami? Saya menerpkan teori hubungan sebagai sebuah “kerangka” untuk menilai sejauh mana pertumbuhan psikologi siswa kami dan perkembangan yang diberikan dan didorong melalui praktek hubungan dalam manajemen dan kelas OB melalui sebuah tinjauan dari dalam majalah yang diterbitkan JME dari tahun 1990-1999. Saya berusaha untuk mengidentifikasi artikel yang menjelaskan pengembangan keterampilan dan / atau praktek-praktek yang bersifat hubungan pada asumsi dalam bekerja seperti yang pernah diterbitkan hal tersebut merupakan contoh dari laporan praktek-praktek mengajar yang inovatif yang digunakan oleh instruktur dalam manajemen dan kelas OB. Tinjauan saya memang tidak dirancang untuk menjadi lengkap, cukup untuk memberikan sebuah contoh jenis pekerjaan yang diberikan dalam JME bahwa hal itu mendorong pengembangan kemampuan berhubungan antara siswa dan fakultas. Penelitian tulisan tersebut berpaling pada jumlah artikel yang berhubungan dengan Fletcher’s (1996,1998) empat dimensi hubungan praktek pada organisasi. Sebuah ringkasan dari artikel yang disajikan dalam Tabel I dan tulisan singkat dalam penggunaan pada praktek hubungan dalam kelas manajemen / OB yang akan disajikan berikutnya.


TABEL I
Artikel JME yang Menggabungkan Praktek Hubungan di dalam Kelas

Dimensi Hubungan Penulis JME & Tahun Penerbitan Pelaksanaan Praktek Hubungan didalam Kelas
Hubungan pencegahan Bailey, Saparito, Kressel, Christensen, dan Hooijberg (1997)
Mengevaluasi pertengahan semester untuk mengidentifikasi masalah kelas.
Clark (1999) Menggunakan aktivitas grup untuk mengajarkan siswa tentang mendengarkan empati.
Coughlan (1993) Menggunakan catatan harian untuk membantu siswa untuk berhubungan dengan perasaannya akibat perilaku yang ditimbulkan.
Saling Memberdayakan Akin (1991) Menggunakan model pembelajaran mengontrol diri sendiri.
Alie, Beam, dan Carey (1998) Menggunakan kegiatan berbasis tim untuk meningkatkan kemampuan perseorangan.
Eylon dan Herman (1999) Menggunakan latihan dalam keranjang untuk membantu siswa membuat rencana pemberdayaan dan menilai keefektivan rencana pemberdayaan.
Gregorson, Oddou, dan Ritchie (1993) Menggunakan pembelajaran menganalisis proyek untuk membantu siswa menjadi sadar strategi pembelajaran mereka.
King (1998) Menggunakan menulis catatan untuk mengajar tentang masalah-masalah keragaman.
Murphy (1991) Siswa menulis dan membahas tentang mengahargai orang lain dapat meningkatkan kepaduan kelas.
Neal, Schor, dan Sabiers (1998)
Menggunakan tali penolong dari peristiwa penting untuk membantu siswa mengidentifikasi pengaruh sikap, nilai, dan kepercayaan mereka.
Sims dan Lindholm (1993) Menggunakan Kolb’s (1984) Gaya Belajar Inventorisasi untuk membantu siswa bagaimana mereka belajar
Waddock (1999) Siswa menulis surat kepada temannya, mengidentifikasi minat karir dan pengalaman MBA sebagai salah satu cara mengembangkan pembangunan strategi di masa depan.
Pencapaian Kellogg (1991) Siswa menganggap mengidentifikasi karakter dari sebuah kasus dalam menuliskan kasus sebagai cara untuk mengembangkan empati siswa.
Mcknight (1995) Menggunakan permainan peran, aktif mendengarkan, dan diskusi dari pengalaman siswa untuk meningkatkan kesadaran efektif motivasi dan komunikasi.
Membuat Tim Egri (1999) Menggunakan permainan peran untuk mendemonstrasikan kerjasama pengambilan keputusan.
Lyons (1991) Menggunakan pembelajaran model pola kerjasama untuk mengembangkan keterampilan interpersonal siswa.
Hubungan Pencegahan, Saling Memberdayakan, Pencapaian, dan Membuat Tim. Bolton (1999) Mengintegrasikan semua empat dimensi melalui presentasi dari karakter tim berperforma tinggi, dibandingkan siswa yang mempunyai pengalaman,untuk karkater ini (membuat tim), menggunakan diagnosis untuk menilai performa tim dan memecahkan masalah pada pertengahan semester (hubungan pencegahan), belajar berdiskusi (untuk meningkatkan saling memberdayakan), dan instruktur pelatih untuk memfasilitasi pengembangan keterampilan intrpersonal (pencapaian).


Untuk memeriksa, hubungan pencegahan melibatkan lebih jauh lagi untuk memastikan bahwa pekerjaan dapat terselesaikan, memecahkan masalah, memastikan semua dapat mengerti, dan mengadopsi pandangan yang sehat. Pada tingkat dasar, hubungan pencegahan dapat berarti menyadari perasaannya dan reaksinya untuk aktivitas kehidupan. Coughlan (1993) menggunakan buku catatan sebagai salah cara untuk siswa untuk mulai mengidentifikasi perasaan dan kemudian menghubungkan mereka kepada reaksi mereka, sehingga memudahkan siswa merasakan keempatian untuk penglaman mereka sendiri.
Clark (1999) digunakan tiap pembukaan hari aktivitas kelas dimana siswa didalamnya didorong dalam kelompok untuk merefleksikan pengalaman mereka tentang keempatian melawan ketidakempatian. Mereka diundang untuk mengidentifikasi sifat khas mendengarkan secara efektif dan mendengarkan perasaan apa yang meraka timbulkan. Dia menggunakan ini sebagai model yang efektif bagi siswa untuk mengikuti mendengarkan selama sepanjang semester. Jadi, ia diberikan keterampilan penting untuk hubungan pencegahan.
Dalam berbagai bentuk hubungan pencegahan , Bailey, Saparito, Kressel, Christensen, dan Hooijberg (1997) mendiskusikan sebuah model untuk pengembangan fakultas yang menyertakan proses evaluasi pertengahan semester. Selama pengevaluasian, pelajar diundang dan memberikan kedua survey tersebut dan dibuka sampai diakhiri tanggapan tentang kepuasan dengan keikutsertaan mereka dalam diskusi dengan kefokusan kelompok penyelenggara. Informasi ini sedang digunakan untuk membantu memodifikasi daya instruktur kursus dan proses selama semester. Potensi kesulitan dengan bahan kursus, tekhnik instruktur, atau proses kelas dapat diidentifikasi dan dialamatkan. Dalam konteks praktek hubungan, itu dapat menjadi kemungkinan dapat pergi lebih jauh, untuk mengajak dengan siswa dalam sebuah diskusi mengenai persepsi tentang harapan kinerja untuk sampai pada masing-masing pemahaman yang memenuhi kebutuhan kedua mahasiswa dan instruktur. Dengan demikian, hubungan dimensi pencegahan hubungan dapat ditetapkan lebih lanjut untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan dalam kelas.
Saling memberdayakan memungkinkan melibatkan orang lain melalui pencapaian dapat meningkatkan keyakinan, kompetensi, dan/atau pengetahuan; mengajar keempatian; meminimalkan perbedaan status; menjadi terbuka untuk pandangan siswa; kekuatan mencairkan hubungan dan belajar mengontrol diri sendiri.
Gallos (1993) mengakui dimensi yang telah tertanam dalam pemberdayaan sesama dalam editorial catatan miliknya. Dia menarik keluar bahwa banyak topik OB yang tertanam dalam pengalaman siswa setiap harinya dan dapat bermanfaat untuk menjadi pengetahuan sumber daya yang potensial. Dengan demikian, dia melihat guru sebagai panduan, dukungan, dan perancang yang mengajarkan lingkungan. Dia dihubungi langusung kepada penghubung praktek ketika dia menulis perubahan peran itu dari “guru sebagai banker-dimana saya sebagai guru deposito dalam dan mengatur penghitungan bahwa hanya tumbuh karena campurt tangan saya dan kemampuan-dan untuk guru sebagai bidan-kemampuannya juga rendah hati namun bantuan ke alam membuka ke hidupnya sendiri” (p.9). Dia juga menekankan bahwa siiswa sering kali belajar lebih baik saat bekerja dalam kelompok-kelompok kecil. Dia dipanggil untuk menyetujui lingkuingan kelas yang positif daripada konfrontasi, suasana kompetitif.
Dari sebuah ringkasan tentang aktivitas kelas, Murphy (1991) menulis tentang saling memberdayakan dia berpengalaman dengan siswanya. Dalam sebuah kegiatan dalam kelas, siswa menulis tentang orang yang paling mereka kagumi. Kebanyakan siswa menulis tentang orang tua mereka. Beberapa menyatakan penghargaannya atas pembinaannya, siswa menerima apa itu cinta dan saling berbagi. Murphy melaporkan bahwa dia sangat terkejut dengan perhatiannya dari tanggapan siswa untuk pertanyaannya. Ia juga mencatat bahwa membaca laporan dapat menyebabkan kelas menjadi lebih bersatu padu dan peduli terhadap satu sama lainnya (misalnya, lebih asli).
Waddock (1999) menggunakan tugas yang dimana siswa menulis secara surat pribadi kepada teman terbaik mereka atau kepada anggota keluarga mereka yang tercermin dalam pengalaman MBA, minat karir mereka, dan bagaimana mereka bisa menggunakan bakat mereka dimasa depan nanti. Waddock melihat proyek ini sebagai cara untuk mendorong siswa untuk menyatakan suara mereka sendiri tentang masalah di sekitar mereka secara mendalam, memberikan kesempatan untuk “yang energik, aktif, dan perhatian terhadap suara yang muncul” (p. 193) sehingga meningkatkan pemberdayaan dan kesadaran diri sendiri pada siswa.
Akin (1991) mengembangkan model pembelajaran mengendalikan diri sendiri untuk kata pengantar kuliah manajemen. Daripada menggunakan silabus tradisional, siswa dirancang untuk mengetahui tujuannya dan merencanakannya, dengan persetujuan dari instruktur, menjadi kontrak pembelajaran. Akin mendorong siswa untuk mengembangkan kolaborasi dan mendukung suasana kelas melalui kelompok-kelompok kecil, kegiatan membangun hubungan. Seiring dengan laporan yang dihasilkan sebagai fungsi dari tujuan pembelajaran dan rencana, siswa juga menyelesaikan karya mereka dari apa yang didapat dari pengalaman belajarnya, menjelaskan bagaimana pembelajaran berlangsung dan bagaimana mereka mengetahui belajar secara efektif. Akin melaporkan bahwa siswa menunjukkan peningkatan kepercayaan diri sendiri kemampuan mereka untuk membantu orang lain. Dengan demikian, siswa dapat mengendalikan kontrol masing-masing kegiatan belajar dan prosesnya.
Alie, Beam, dan Carey, (1998) menggunakan kegiatan yang berbasis tim untuk memperkenalkan bagaimana kerja kepemimpinan. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, tim heirarki dengan manajer, pengawas, dan karyawan yang beroperasi sesuai dengan proses organisasi sederhana dan tim konsultasi bekerja bersama dan digunakan untuk meninjau penilaian kinerja secara mendalam. Tim mendapatkan tugas untuk melakukan studi kelayakan untuk pengembangan produk baru untuk perusahaan fiktif. Anggota tim mendapatkan peluang, dengan pelatih staff pengajar, untuk bekerja melalui kesulitan antar perseorangan. Penulis melaporkan bahwa lulusan tim dari program studi menunjukkan bahwa partisipasi membangun kepercayaan diri dalam perseorangan dan keterampilan yang membantu dalam belajar untuk bekerja bersama dengan orang sebayanya. Pengalaman ternyata memiliki potensi untuk memberdayakan peserta melalui peningkatan kepercayaan diri perseorangan dan kompetensinya.
Instruktur lainnya menggunakan ilmu mendidik yang lain untuk meningkatkan kesadaran diri sendiri siswa. Sims dan Lindholm (1993) digunakan Kolb’s (1984) Gaya Belajar Inventarisasi dan model belajar pengalaman untuk menginformasikan siswa tentang bagaimana untuk belajar dari mereka sendiri dan pengalaman orang lain. Gregorson, Oddou, dan Ritchie (1993) menggunakan proyek pembelajaran menganalisa untuk membantu siswa menjadi tahu akan proses belajar masing-masing dirinya, sehungga meningkatkan kompetensi dan keyakinan dalam mendapatkan informasi baru dan keterampilan dalam pekerjaan dan karir mereka. Neal dkk. (1998) menggunakan kegiatan belajar dari pengalaman, pembangunan jalan hidup dari peristiwa penting oleh siswa, untuk membantu mereka mengidentifikasi pengaruhnya terhadap sikap mereka, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berbeda terhadap orang lain. Demikian pula, King (1998) digunakan dalam menulis jurnal siswa kursus OB yang belum mendapatkan gelar sebagai sarana belajar tentang masalah-masalah keragaman. Sekali lagi, siswa mencerminkannya kepada pengalaman hidup mereka untuk meningkatkan kesadaran diri sendiri dan pemahaman dari masalah yang berbeda.
Eylon dan Herman (1999) merancang rangkaian dalam keranjang bararang dalam suatu latihan untuk membantu siswa mengenali bagaimana untuk memberdayakan diri mereka sendiri dan orang lain dengan membuat sebuah rencana pemberdayaan. Sebagai bagian dari kegiatan, siswa bediskusi dan menuliskan, untuk kemudian didiskusikan, apa yang membuat mereka berkuasa atau kehilangan kuasa dan menyelesaikan dampak dari daftar pertanyaan untuk mengukur reaksi mereka terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, siswa belajar dari kesadaaran dan kasih sayang apa yang dimaksud menjadi berkuasa dan kehilangan kuasa. Kegiatan aktivitas tersebut sesuai dengan Miller dan Stiver’s (1997) pentingnya teori perkembangan yang terintegrasi untuk berpikir dan merasakan untuk menjadi asli.
Pencapaian berarti menggunakan satu dari kemampuan dalam hubungan untuk meningkatkan satu pertumbuhan professional dan efektifitas. Pencapaian melibatkan kedua hal yaitu pikiran dan perasaan. Menyadari secara penuh dan pengalaman yang sulit terlupakan meningkatkan keaslian dan membantu dalam pencapaian hubungan secara mendalam dalam hubungan kerja.
Mcknight (1995) meminta siswa untuk menceritakan pengalaman mereka sendiri tentang berbagai macam topik OB. Misalnya, ketika meliputi kepemimpinan, dia mengundang siswa untuk mengidentifikasi karakteristik pemimpin yang berhasil daripada berceramah kepada muridnya. Dia menggunakan permainan peran dan diskusi dari pengalaman siswa dalam berinteraksi dengan atasannya bagi siswa kesempatan ini digunakannya untuk belajar mengenal motivasi dan komunikasi secara efektif dalam bekerja. Dia juga mendorong siswa untuk terlibat dalam mendengarkan secara aktif sebagai salah satu cara untuk keikutsertaan orang lain dalam mengembangkan solusi untuk masalah, meningkatkan kemungkinan dari pertumbuhan-perkembangan hubungan. Dengan demikian siswa mendapatkan kesempatan untuk menggunakan kemampuannya dalam berhubungan untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dan kinerja mereka dalam kursus.
Dalam sebuah inovasi pendekatan untuk kasus menulis siswa, Kellogg (1991) dia menganggap peran siswa terutama karakternya dalam kasus ketika menulis laporan mereka. Siswa harus mengenali masalahnya secara empati pengertian bahwa nilai-nilai karakter dan perhatiannya dalam menentukan solusi yang tepat dari kasus masalahnya. Kellogg meresponnya untuk menulis kasus tersebut seolah-olah dia manajer dalam organisasi tersebut. Dia juga mendorong siswa untuk mengirimkan karya mereka sebelum batas waktu yang ditentukan untuk tanggapan tentang pertanyaan khusus dapat dimasukkan dalam revisi. Dia juga mendorong siswa untuk memperbaiki karya mereka dan mereka kembali dalam jangka waktu 1 minggu untuk pertimbangan kembali. Kellogg menemukan bahwa hubungan dia dan siswa bergeser dari instruktur sebagai pengontrol ke kolaborator karena dia bekerja dengan mereka untuk membantu mereka mendapatkan lebih banyak reaksi dari korektor bisnis mereka, dalam sebuah efek transformasi dari “penguasa penuh” menjadi sebuah “kekuatan dengan” orientasi (Miller & Stiver, 1997).
Menciptakan tim melibatkan bantuan tim kerja dan kerjasama untuk menciptakan kondisi yang membantu dan fasilitas asli, keefektivan kinerja tim. Lyons (1991) menggunakan sebuah pembelajaran paradigma kerjasama dengan tim untuk mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan dirinya sendiri. Dalam program ini, Lyons memperkenalkan tim pembangun kegiatan, mengajak siswa-guru berdiskusi dari factor dan kebijakan kelulusan, dan meninjau perbandingan sebagai proses bagjan dari upaya tim untuk melakukan investigasi dan menghadirkan bahan topik pada manajemen sumber daya manusia. Lyons melaporkan bahwa siswa menunjukan bahwa mereka telah belajar banyak sekali dari satu sama lain dan kedatangannya untuk menghargai kontribusi khususnya bahwa anggota tim individu dapat membuat grup.
Egri (1991) menggunakan simulasi permainan peran berdasarkan pada Tabel Lingkungan Hidup dan Ekonomi di Kanada untuk mengilustrasikan efek dari pengambilan keputusan kolaboratif dalam konteks menjawab tantangan oleh para pemilih dengan nilai yang berbeda, kepentingan, dan tujuan. Dalam diskusi berikut, focus topic termasuk pengaruh yang menghambat daya kreasi pada tim, mengidentifikasi rintangan untuk consensus, sumber konflik, strategi untuk menemukan masalah umum dan kekhawatiran, dan mengurangi konflik melalui pendekatan.
Bolton (1999) menggabungkan semua dimensi dari praktek hubungan di dalam kegiatan tim-pembangun dan dia menggunakannya dalam manajemennya. Pada awal proyek tim, dia memperkenalkannya ke kelas untuk menginformasikannya tentang tim berkinerja tinggi, diundang dalam sebuah dikusi dengan siswa yang mempunyai pengalaman positif dan negatif pada tim dan membandingkan pengalaman tersebut dengan mengukurnya dari tim berkinerja tinggi yang baru diperkenalkannya. Dia menggunakan umpan balik pada tugas grup untuk membantu siswa memahami pola kebiasaan mereka dalam pendekatan mereka dalam kegiatan tim. Dalam pertengahan proyek, dia mengeluarkan sebuah sesi kelas yang dimana siswa menyelesaikan gaya pemecahan permasalahan pada alat pengukur. Setelah mengadakan wawancara pada gaya tersebut, Bolton meninjau pendekatannya untuk membuka diskusi untuk memproses masalah pada tim umumnya, misalnya bebas naik, anggota dominan, dan sebagainya. Kegiatan tersebut membantu siswa menggunakannya dalam pencegahan hubungan, dengan mengidentifikasi potensi atau proses munculnya grup bermasalah dan memberikan bimbingan bagaimana dalam cara pendekatannya pada masalah tersebut.
Pada penyelesaian proyek, masing-masing pekerjaan angggota tim tercermin pada tugasnya dan hasil proses dari kelompok kerja mereka. Siswa mempunyai kesempatan untuk mencerminkan tentang apa yang mereka pelajari pada diri mereka sendiri dan apa yang mereka pelajari tentang orang lain, menciptakan peluang untuk saling memberdayakan. Siswa juga dapat menilai efektivitas kerja tim mereka oleh ciri-ciri tim berkinerja tinggi dengan membandingkan proses grupnya.
Seluruh kegiatan selama semester, Bolton (1999) bertindak sebagai pelatih untuk memfasilitasi interaksi diantara anggota tim, dengan cara model demikian siswa dapat mencapai dimensi dari praktek hubungan. Dengan demikian dia menjadi sebagai panduan dan model untuk membantu siswa mencapai hasil yang diinginkan (nilai tinggi dan kepuasan dengan keberlangsungan grup dan meningkatkan kemampuannya untuk bekerja secara efektif pada tim) melalui penggunaan keterampilan berhubungan.


Implikasi dan Arah Masa Depan

Teori hubungan mungkin model yang berguna untuk menambah arti evolusioner praktek manajemen yang bergerak ke arah kolaborasi, tim yang berdasarkan pendekatan untuk pengambialn keputusan. Teori ini didasarkan pada gagasan bahwa pertumbuhan manusia terjadi melalui otentik, keempatian yang saling berhubungan. Sejumlah berita baik itu baru saja diterima kontributor JME yang menggunakan dimensi dari praktek hubungan dalam kelas mereka.
Jika kita ingin pindah dari cara lama, kompetitif, berorientasi laki-laki kelas bisnis untuk merangkul lebih banyak siswa yang bermacam-macam, temasuk partisipasi utama oleh wanita, kita perlu belajar lebih jauh lagi pada teori hubungan dalam setiap komponen dari program-program manajemen dan OB. Praktek hubungan harus terintegrasi dalam seluruh kursus ini.
Beberapa langkah tambahan dapat lebih kuat ditanamkan pada sebuah hubungan pendekatan dalam persyaratan pada kegiatan dalam manajemen dan kelas OB. Perubahan ini akan terjadi pada dua tingkat: isi dan proses. Siswa perlu memahami meningkatkan potensi pertumbuhan dari praktek hubungan baik pada pengertiannya dan pengaruh tingkatannya. Ikhtisar toeri hubungan dapat diperkenalkan selama topic presentasi pada motivasi untuk membantu siswa belajar mengerti tentang nilai pada pekerjaan dari sebuah kolaborasi, sikap bekerjasama. Setelah pengenalan ini, dalam melaksanakan wawancara pada pengalaman kegiatannya, maka instruktur dapat mendorong siswa untuk mengidentifikasi dari praktek hubungan yang dipresentasikan selama kegiatan. Kemudian instruktur dapat mengundang siswa untuk mencerminkan perasaannya pada kegiatannya dan untuk berbagi reaksi tersebut jika mereka menginginkannya. Hal tersebut sangat penting bagi instruktur untuk mangakui dan membiarkan para siswa merasakan melalui mendengarkan dengan tenang. Langkah-langkah ini dapat menciptakan suasana yang lebih ramah untuk siswa perempuan yang ingin belajar melalui cara mereka sendiri dan penglaman orang lain selama kegiatan kelas. Selain itu, memperbolehkan siswa wanita merasakan dapat mempengaruhi sebagian, sehingga terintegrasi, pada pembelajaran mereka. Akhirnya, secara eksplisit mengakui dan mendikusikan teori hubungan dalam mendorong mensahkan keadaan gaya interaktif para wanita.
Dalam banyak kegiatan tim, mengkaji secara mendalam/evaluasi merupakan bagian dari masing-masing siswa di kelas. Dari kebanyakan waktu, evaluasi terletak pada persepsi dari kefokusan kinerja anggota tim. Namun, penelitian menunjukkan bahwa proses oleh dimana pekerjaan dapat diselesaikan dapat memiliki dampak yang kekal pada hubungan dalam grup (Stevens & Campion, 1994). Dari perspektif hubungan, menambahkan umpan balik dapat membantu anggota tim menjadi sadar akan hubungan mereka, dalam beberapa cara tingkat keahlian yang interaktif. Selain tugas yang berhubungan dengan performa, proses tentang umpan balik akan berguna. Umpan balik dapat termasuk anggota observasi tim lainnya tentang kemampuan siswa untuk bekarja pada sebuah tim. Misalnya, untuk apa tingkat pada anggota tim yang bersedia dan mau untuk mendengarkan pandangan pendapat orang lain?Pertanyaan lain kemungkinan apakah anggota tim berusaha saling mendukung solusi untuk masalah tim dan menjadi empati dan jujur dalam menyampaikan keprihatinannya pada tim yang tersisa. Dorongan perilaku jenis ini dapat menciptakan budaya kelas yang membuat siswa perempuan munculnya “suara” mereka.
Sebagai langkah selanjutnya dalam manajemen/kelas OB, teori hubungan dapat digunakan sebagai kerangka untuk meneliti praktek organisasi, norma, dan nilai-nilai. Misalnya, ketika memeriksa budaya umum yang kompetitif pada berbagai organisasi, instruktur dapat mengundang sebuah dikusi biaya untuk kinerja organisasi, kegiatan seperti penimbunan sumber daya, gedung kekaisaran, dan informasi penting pemotongan pajak. Maka diskusi bisa berbelok ke arah yang saling memberdayakan melalui pembuatan keputusan bersama mungkin memperbaiki efek negative dari persaingan dalam organisasi. Dikusi ini dapat membantu siswa perempuan mengintegrasikan nilai-nilai mereka dalam konsep organisasi yang mereka pelajari.
Cara lain teori dapat digunakan untuk memeriksa norma-norma umum yang diterima yang akan menjadi memimpin organisasi sebuah diskusi di kelas yang mendasari penjelajahan asumsi gender dalam organisasi (Kolb, Fletcher, Meyerson, Merril-Sands, & Ely, 1998). Misalnya, dalam banyak organisasi, waktu yang dihabiskan di tempat kerja adalah perwakilan untuk komitmen organisasi. Norma ini berkembang ketika banyak karyawan terutama laki-laki yang telah menikah tidak bekerja dan sampai hari ini, kenikmatan yang ada pada beberapa karyawan yang mempunyai sedikit kewajiban tidak kerja. Dalam melibatkan menghubungkan pencegahan tentang pekerjaan/tanggung jawab tidak bekerja dapat meningkatkan kesadaran siswa dari tantangan tempat kerja, terutama perempuan, pada masa kini.
Salah satu implikasi dari menrapkan praktek hubungan adalah efek memanusiakan yang dimana siswa perempuan lebih bisa membawa dirinya sendiri, perasaan mereka serta pemikiran mereka, kepada kelas. Teori belajar menunjukkan bahwa belajar permanen lebih baik bila akal dan hati yang terlibat. (Daloz, 1986) terutama bagi permpuan (Belenky dkk, 1986). Mengintegrasikan praktek hubugan dalam manajemen/kelas OB dapat membantu instruktur mempersiapkannya lebih baik lagi bagi siswa sampai sekarang, baik laki-laki dan perempuan, untuk hari ini dan masa depan tempat kerja dengan kinerja tinggi.




Referensi

Akin, G. (1991). Mengajarkan pengontrolan diri dalam pengenalan manajemen. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15(3), 295-312.
Alie, R., Beam, H.,& Carey, T.(1982). Penggunaan tim dalam pengelolaan program manajemen prasarjana. Jurnal Manajemen pendidikan, 22(6), 707-719.
Bailey, J., Saparito, P., Kressel, K., Christensen, E., & Hooijberg, R. (1997). Sebuah model untuk mencerminkan pedegogis. Jurnal Manajemen Pendidikan, 21(2), 155-167.
Belenky, M., Clinchy, B., Goldberger, N., & Tarule, J. (1986). Cara wanita mengetahui pengembangan diri, suara, dan pikiran. New York: Basic Books.
Bilimoria, D. (1999). Memperbaiki pelayanan manajemen pendidikan untuk wanita. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(2), 118-122.
Bolton, M. (1999). Peran pelatih dalam tim siswa: A “cuma saat ini” pendekatan untuk belajar. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(1), 233-250.
Catalyst. (2000). Wanita dan MBA: Pintu gerbang untuk kesempatan. New York.
Clark, T. (1999). Pentingnya berbagi keterampilan mendengar dengan penuh perhatian. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(2), 216-223.
Coughlan, D. (1993). Belajar dari emosi melalui jurnal. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17(1), 90-94.
Daloz, L. (1986). Mengajar efektif dan mentoring: Menyadari pola perubahan emosi pada pengalaman pembelajaran kedawasaan. San Francisco: Jossey-Bass.
Dessler, G. (1992). Bagaimana memperoleh tanggung jawab para karyawan anda. Akademi Manajemen Eksekuif, 13(2), 58-67.
Drucker, P. (1992). Mengelola untuk masa depan: Tahun 1990 dan seterusnya. New York: Buku-buku/bulu-bulu Truman Talley.
Drucker, P. (1997, September-Oktober). Melihat ke depan: Implikasi masa kini: Masa depan telah terjadi sekarang. Harvard Bisnis Review, 20-28.
Egri, C. (1999). Suasana latihan peran memainkan meja bundar. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(1), 95-112.
Eylon, D., & Herman, S. (1999). Menjelajahi pemberdayaan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23(1), 80-94.
Fisher, H. (1999). Kelamin pertama. Bakat alami wanita dan bagaimana mereka mengubah dunia. New York: Rumah Random.
Fletcher, J. (1996). Teori hubungan dalam tempat kerja. (Batu Pusat Kerja Kertas #77). Wellesley, MA: Wellesley College.
Fletcher, J. (1998). Praktek Hubungan: Merekonstruksi hak-hak wanita pada pekerjaan. Penyelidikan Jurnal Manajemen Pendidikan, 7(2), 163-186.
Fletcher, J. (1999). Menghilangnya tindakan: Gender, Kekuasaan, dan praktek hubungan dalam tempat kerja. Cambridge, MA: MIT Press.
Fletcher, J., & Jacques, R. (1998). Praktek hubungan: Munculnya sebuah aliran teori dan penting untuk studi organisasi. (Wrking paper #3). Boston: Simmons Graduate School of Management, Pusat untuk Gender dan Kefektivan Organisasi.
Fulerton, Jr., H. (1999). Proyek Tenaga kerja untuk 2008: Manfaat pertumbuhan dan mengubah komposisi. Monthly Labor Review, 122 (11), 19-32.
Gallos, J. (1993). Pengalaman wanita dan cara mengetahuinya: Implikasi untuk mengajar dan pembelajaran dalam perilaku kelas organisasi. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17(1), 7-26.
Gilligan, C. (1982). Dalam sebuah perbedaan suara. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Goleman, D. (1998, November/Desember). Apa yang membuat seorang pemimpin? Harvard Business Review, 92-102.
Gregorson, H., Oddou, G., & Ritchie, J. (1993). Sebuah persiapan paradox. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17(1), 50-56.
Helgeson, S. (1990). Keuntungan perempuan: Cara kepemimpinan perempuan. New York: Doubleday.
Helgeson, S. (1995). Jaringan yang dicantumkan. New York: Currency Doubleday.
Jordan, J. (1993). Pengertian kebersamaan. Dalam J. Jordan, A. Kaplan, J. B. Miller, I. Stiver, & J. Surrey (Eds), Petumbuhan wanita dalam berhubungan (pp. 67-80). New York: Guilford.
Kellogg, D. (1991). Menetapkan menulis bisnis untuk meningkatkan potensi belajar dari kasus kursus. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15(1), 19-34.
King, W. (1998). Sebuah semester panjang pengalaman latihan kerja untuk mengembangkan pemahaman, Jurnal Manajemen Pendidikan, 22 (6) ,720-735.
Kolb, D. (1984). Pengalaman belajar. Englewoods Cliff, NJ: Prentice-Hall.
Kolb, D., Fletcher, J., Meyerson, D., Merrill-Pasir, D., & Ely, R. (1998). Membuat perubahan: Sebuah kerangka kerja untuk mempromosikan kesetaraan jender dalam organisasi. CG Jender Lens, 3 (2), 1-4.
Lyons, P. (1991). Mempercepat tim saling tergantung dengan paradigma pembelajaran koperasi. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15 (2), 265-267.
MacLellan, C., & Dobson, J. (1997). Perempuan, etika, andMBAs. Journal of Business Ethics, 16, 1201-1209.
McKnight, M. (1995). Sifat orang keterampilan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 19 (2), 190-204.
Miller, J. B. (1987). Baru psikologi terhadap perempuan (2nd ed.). Boston: Beacon Press.
Miller, J. B. (1988). Sambungan, dan disconnections pelanggaran. (Stone CenterWorking Papers, # 33). Wellesley, MA: Wellesley College.
Miller, J. B. (1991). Pengembangan perempuan rasa diri. J. di Yordania, A. Kaplan, J. B.
Miller, I. Stiver, Surrey & J. (Eds.), Wanita pertumbuhan sambungan (pp. 11/26). New York: Guilford.
Miller, J. B., & Stiver, I. P. (1997). Penyembuhan dengan sambungan: Bagaimana perempuan dalam bentuk hubungan pengobatan dan dalam kehidupan. Boston: Beacon.
Mohrman, S., Cohen, S., & Mohrman, A., Jr (1995). Merancang tim berbasis organisasi. Baru bentuk pengetahuan untuk bekerja. San Francisco: Jossey-Bass.
Murphy, K. (1991). Kita yang datang untuk mengajar adalah orang untuk belajar. Jurnal Manajemen Pendidikan, 15 (4), 391-397.
Neal, J., Schor, S., & Sabiers, M. (1998). Ini adalah hidup Anda! Jurnal Manajemen Pendidikan, 22 (6), 745-752.
Rapoport, R., & Bailyn, L. (1996). Relinking hidup dan bekerja: Pada masa depan yang lebih baik (Ford Foundation Laporan). Detroit, MI: Ford Foundation.
Rosener, J. (1995). Amerika kompetitif rahasia: Memanfaatkan wanita sebagai strategi manajemen. New York: Oxford University Press.
Sims, R., & Lindholm, J. (1993). Kolb belajar dari pengalaman model: Sebuah langkah pertama dalam mempelajari bagaimana untuk belajar dari pengalaman. Jurnal Manajemen Pendidikan, 17 (1), 95-98.
Smith, P., & Oakley, E. (1997). Jender yang berhubungan dengan perbedaan nilai-nilai sosial dan etika bisnis siswa: Implikasi untuk manajemen. Journal of Business Ethics, 16, 37-45.
Stevens, M., & Campion, M. (1994). Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk tim persyaratan: Implikasi untuk sumber daya manusia. Journal of Management, 20, 503-530.
Surrey, J. (1991). The "hubungan dalam diri sendiri": Sebuah teori pembangunan perempuan. J. di Yordania, A.
Kaplan, J. B. Miller, I. Stiver, & J. Surrey (Eds.), Wanita pertumbuhan sambungan (pp. 51-66). New York: Guilford.
Tannen, D. 1990. Anda hanya tidak mengerti. Perempuan dan laki-laki dalam percakapan.
Waddock, S. (1999). Surat ke teman. Jurnal Manajemen Pendidikan, 23 (2), 190-200.
Weisinger, H. (1998). Emosional di tempat kerja. San Francisco: Jossey-Bass.
Wootton, B. (1997). Perbedaan gender dalam pekerjaan pekerjaan. Tinjauan bulanan Tenaga Kerja, 120 (4), 15-24.

Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus (KLK)

Dinas Pendidikan Kota Semarang merupakan salah satu dari 35 kota/kabupaten penyelenggara Kelas Layanan Khusus (KLK) di Indonesia. Program Kelas Layanan Khusus adalah program layanan pendidikan bagi anak usia SD yang putus sekolah atau sama sekali belum bersekolah pada usia 7 - 14 tahun. Tujuannya agar anak-anak usia tersebut yang putus sekolah atau belum pernah bersekolah dapat memperoleh layanan pendidikan di SD sampai tamat.

Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus di suatu sekolah bersifat tidak permanen. Tugas sekolah sebagai Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus akan berakhir ketika di sekitar sekolah sudah tidak ada lagi anak-anak usia SD yang putus sekolah atau belum bersekolah. Oleh karena itu setiap tahun pelajaran baru diadakan verifikasi terhadap kelayakan SD penyelenggara KLK. SD. Badarharjo 02 Kecamatan Semarang Utara pada tahun pelajaran 2008/2009 masih termasuk salah satu SD yang berhak menyelenggarakan KLK sesuai dengan verifikasi Dir. Pembinaan TK/SD.

http://www.disdik-kotasmg.org/v8/index.php?

Sekolah Khusus Untuk Anak Autis

23 Januari 2009 Penulis: akoeaditya 5 Komentar Dilihat 25 kali

Terharu membaca tulisan curhat yang mendalam dari seorang rekan tercinta, pandu67 di situs komuitas Pintunetter yang berlabel Anakku Sudah Pandai Bernyanyi…, mencoba mendalami secara serius rasa yang luar biasa yang coba dituangkannya saat menceritakan salah seorang anaknya yang mulai pandai bernyanyi diusianya yang sudah merambah 9 tahun. “Tapi anakku seorang Autis”, demikian dia memaparkan, “jadi untuk bisa bernyanyi seperti anak-anak biasa memerlukan sesuatu yang bisa mendorongnya untuk bernyanyi. Karena bagi anak-anak demikian itu, suatu permintaan untuk bernyanyi adalah hal yang sangat tidak di sukainya”.

Artikel ini dipersembahkan untuk pandu67, semoga dapat tetap tabah dan sabar dalam menjaga, memelihara serta mendidik titipan Illahi ini, dan juga bagi rekan-rekan para orang tua lainnya yang merasa senasib maupun tidak, hanya untuk sekedar shearing pengetahuan mengenai autisme dan pendidikan khususnya.

Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.

Tanda - tanda Autisme
- Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari.
- Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.
- Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar.
- Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain.
- Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan).
- Serasa dia punya dunianya sendiri.
- Tidak suka berbicara dengan orang lain.
- Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.

Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella) bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.

Pendidikan bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa. Kurikulum pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual. Data yang dimiliki Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan, penyandang autis yang mengikuti pendidikan layanan khusus ternyata masuk lima besar dari seluruh peserta sekolah khusus.

Bila ada yang membutuhkan daftar sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan khusus untuk anak-anak penderita autis yang berlokasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dipersilahkan kunjungi situs zonasekolah ini. Mungkin dengan menghubungi sekolah-sekolah ini kita bisa mendapat tambahan informasi berharga lagi mengenai autisme, penangananya serta pendidikan khususnya.

(Sumber : Wikipedia, Yayasan Autisma Indonesia dan berbagai sumber)